Kinkaku-ji
yang berarti Kuil Paviliun Emas adalah sebuah kuil Zen Budhist yang terletak di
kaki bukit Kinugasa yang landai, di Utara Kyoto, Jepang.Kedua lantai atas kuil ini seluruhnya
diliputi daun emas. Bayangan kuil yang dihiasi dengan mewah dalam daun emas ini
terlefleksi dengan indah di air danau Kyokochi, yang menjadi danau cermin kuil
tersebut.
Paviliun
itu yang merupakan bagian dari Kinkaku-ji, taman-taman dan bangunan lainnya,
dikatakan dirancang untuk merealisasikan surga Buddhist di dunia. Pada mulanya
kegunaan Paviliun ini adalah untuk menjadi tempat tinggal Shogun Ashikaga Yoshimitsu
pada masa pensiunnya. Yoshimitsu adalah seorang yang paling berkuasa di masa
Muromachi di Jepang. Dia menciptakan fundasi politik yang solid bagi Muromachi
shougunate dan mengembalikan hubungan baik antara Jepand dan Cina. Paviliun itu
kemudian dijadikan sebuah kuil Zen setelah meninggalnya Yoshimitsu di tahun
1408, dan selanjutnya befungsi sebagai kuil tempat menyimpan relik suci.
Lantai
pertama paviliun ini dibuat dalam gaya istana Jepang dan dulunya digunakan
untuk pertunjukan teater Noh atau drama tari klasik Jepang. Lantai dua dibuat
dalam gaya samurai dan dulunya digunakan sebagai tempat untuk menulis puisi.
Lantai ini dibuat dalam gaya Bukke yang diterapkan dalam tempat tinggal para
samurai. Di dalamnya sekarang diletakkan Kannon Bodhisattva, sebagai dewi
pengasih Kannon membantu orang-orang yang tertekan. Lantai tiga dibuat dalam
gaya Cina kuno dan dulunya dipakai untuk meditasi.
Atapnya
dibuat dari rajutan rumbia berbentuk piramid. Di atas bangunan itu terdapat
ornamen burung Phoenix yang terbuat dari tembaga. Dalam mitologi Jepang, burung
Phoenix membawa kehendak baik ketika ia turun dari awan-awan dan biasanya
diperlihatkan duduk di atas gerbang menuju kuil Shinto. Ornamen ini menghiasi atap
kuil Kinkaku, yang merupakan simbol rumah tangga kerajaan.
Dari
luar, orang bisa melihat lapisan emas yang meliputi lantai-lantai bagian atas
paviliun itu. Lapisan daun emas yang meliputi bangunan lantai atas menandakan
apa yang terletak di dalamnya: altar pemujaan. Bagian luar merupakan refleksi
bagian dalamnya. Elemen-elemen alamiah, kematian, agama digabung bersama guna
menciptakan hubungan antara Paviliun dan pengaruh dari luar.
Kompleks
taman merupakan contoh yang amat baik dari rancangan taman di periode
Muromachi. Periode ini dianggap sebagai masa klasik dari rancangan taman
Jepang. Hubungan antara bangunan dan lingkungannya banyak ditonjolkan di masa
itu. Hal itu merupakan cara untuk mengintegrasikan struktur di dalam taman itu
secara artistik.Rancangan taman
dicirikan oleh pengurangan ukuran, memiliki kegunaan utama, dan tatanan yang menyolok.
Pendekatan minimalis diterapkan dalam rancangan taman, dengan menciptakan lahan
yang lebih luas dengan skala lebih kecil di sekeliling sebuah struktur.
“Akira-san”, aku berkata,” Saya harus mengakui bahwa filem
anda Throne of Blood dan Ran memperkenalkan saya kepada Shakespeare. Ceritanya sangat mencengangkan, tragis dan
gelap namun anda dengan handal menerjemahkannya ke dalam sinema, dalam hitam
putih dan berwarna. Di dalam Ran, yang merupakan adaptasi dari King Lear, dunia
yang gelap dan keji digambarkan dengan indah secara sinematis, yang menonjolkan
warna-warna kostum Jepang dan warna darah. Apakah ini kurang lebih cara anda
memandang dunia?”
Akira-san:
“ Tragedi adalah bagian dari kehidupan Jepang yang sering
dilanda gempa, tsunami dan perperangan. Gempa bumi Kanto adalah pengalaman yang
sangat mengerikan bagi saya, dan juga yang sangat penting. Dari padanya saya mempelajari
bukan saja kekuatan alam yang dahsyat, namun juga hal luar biasa yang mendasari
hati manusia. Dasar sungai Edogawa telah
melonjak dan memperlihatkan pula-pulau baru dari lumpur. Seluruh distrik itu
diliputi oleh debu yang menari dan berpusar yang dengan keabuannya memberi
matahari berkesan seperti masa gerhana. Orang-orang yang berdiri di kiri kanan
saya di tempat itu mencari segenap dunia bagaikan pelarian dari neraka, dan
segenap pemandangan terlihat aneh dan menakutkan. Saya berdiri memegang ke
salah satu pohon sakura yang tertanam di sepanjang sungai itu, dan masih
gemetar ketika saya memandang tempat itu dan berpikir, “Ini pastilah kiamatnya
dunia.”
Aku berkata:
“Di dalam Throne of Blood, yang merupakan adaptasi dari
Macbeth, ada adegan dengan tumpukan tengkorak manusia yang membentuk
gundukan-gundukan. Apakah seperti ini pemandangan setelah gempa Kanto berlalu?”
Akira-san:
“Ketika gempa bumi itu berlalu, kakak saya Heigo mengajak
saya melihat reruntuhan. Daratan yang terbakar terpampang sepanjang mata melihat
memiliki warna merah kecoklatan seperti gurun pasir merah. Kebakaran itu
membuat semua yang terbuat dari kayu berubah menjadi debu, yang sekarang terbang
ke atas dihembus angin. Di tengah hamparan kemerahan yang memuakkan ini tergeletak
segala macam mayat yang bisa terbayangkan. Ketika saya secara tidak sengaja
mengalihkan pandangan saya, Heigo menghentak saya. “Akira, lihat dengan seksama
sekarang.” Saya tidak bisa mengerti maksud kakak saya dan hanya bisa mendongkol
atas paksaannya untuk menatap pandangan yang mengerikan ini. Pemandangan yang
paling mengerikan adalah ketika kami berdiri di tepi sungai Sumidagawa yang
menjadi merah dan memandang kumpulan mayat yang terbenam ke pinggir sungai itu.
Saya merasa lutut saya lemas ketika saya mulai pingsan, namun kakak saya meraih
kerah saya dan menegakkan saya kembali.
Dia berkata lagi : “Lihat dengan seksama, Akira.” Saya menyerah dengan
menggertakkan gigi dan melihat.
Kemudian hari dia berkata: “Kalau engkau menutup mata
terhadap penglihatan yang menakutkan, engkau akhirnya akan menjadi takut. Kalau
engkau melihatnya secara langsung, tak ada yang ditakutkan.” Menoleh kembali ke perjalanan itu, saya
menyadari bahwa hal itu pasti menakutkan juga bagi kakak saya. Itu adalah
perjalanan untuk mengalahkan rasa takut.”
Aku berkata:
“Anda pernah bilang bahwa kakak anda Heigo banyak
mempengaruhi anda akan hasrat anda akan dunia sinema. Bagaiman dia mempengaruhi
anda?”
Akira-san:
“Heigo adalah seorang narator profesional untuk filem bisu.
Tugas narator bukan hanya menceritakan jalan cerita filem, mereka mempertegas
bagian yang emosionil dengan memperdengarkan suara dan efek suara dan
memberikan penjelasan yang menggugah akan kejadian dan gambaran di layar –
lebih menyerupai narator dari teater boneka Bunraku. Narator yang paling
populer adalah seorang bintang tersendiri, mengambil tugas di teater tertentu.
Di bawah pimpinan narator terkenal Tokugawa Musei, sebuah pergerakan yang sama
sekali baru berlangsung. Dia dan kelompoknya menekankan narasi dengan kualitas
tinggi dari filem-filem asing yang disutradarai dengan baik.
Dalam hal filem dan sastra saya banyak bergantung kepada
anjuran kakak saya. Dia ketagihan sastra Russia. Namun di saat yang sama dia
menulis dengan berbagai nama samaran untuk program-program filem. Khususnya dia
menulis tentang seni sinema filem asing, yang banyak dipromosikan setelah
Perang Dunia Pertama. Saya mengambil perhatian khusus akan filem-filem yang
dianjurkan kakak saya. Sejak sekolah dasar saya berjalan sampai sejauh Asakusa
untuk menonton filem yang dia bilang bagus.”
Aku berkata:
“Kemudian apa yang terjadi ketika sinema berganti dari filem
bisu ke filem bersuara?”
Akira-san:
“Ketika filem bisu ditinggalkan,
demikian juga kebutuhan akan para narator, dan penghidupan Heigo terpukul amat
sangat. Pada mulanya semua seperti berjalan dengan baik karena saat itu kakak
saya adalah narator utama di sebuah bioskop filem perdana, Taikatsukan di Asakusa,
di mana dia mempunyai penggemar tersendiri.
Lalu menjadi jelas bahwa semua filem asing semenjak saat itu
akan menjadi filem bersuara, dan teater-teater yang mempertunjukkannya
memutuskan secara menyeluruh bahwa mereka tidak membutuhkan para narator lagi.
Para narator diberhentikan secara masal, dan, mendengar hal itu, mereka mogok
kerja. Kakak saya, sebagai pemimpin pemogokan, menjalani masa yang sangat
sulit.”
Aku berkata:
“Seperti apa yang sudah terjadi, perubahan sinema tidak
terelakkan, dari bisu ke suara, dari hitam putih ke warna, dan dari seluloid ke
digital.”
Akira-san:
Di tengah segala itu, suatu hari saya dengar kakak saya
mencoba bunuh diri. Saya kira penyebabnya adalah pahitnya posisinya sebagai
pemimpin pemogokan para narator, yang telah gagal. Kakak saya sepertinya
menerima fakta bahwa para narator tidak akan lagi diperlukan ketika teknologi
perfileman bergerak ke arah bersuara. Ketika dia menyadari perjuangannya akan
kalah, fakta bahwa dia harus menerima penugasan sebagai pemimpin pemogokkan
pastilah tak terbayangkan sakitnya baginya.
Aku berkata:
“Bukankah dia pernah bilang ke ibu anda bahwa dia akan mati
sebelum mencapai umur tigapuluh tahun?”
Akira-san:
“Kakak saya selalu bilang begitu. Dia menganggap kalau
seseorang hidup melewati umur tiga puluh tahun, apa yang terjadi padanya
hanyalah menjadi lebih jelek dan jahat, karena itu dia tidak berniat begitu.
Saya menganggap enteng kata-kata kakak saya, tapi beberapa bulan setelah saya
menepis kerisauan ibu saya akan hal itu, kakak saya meninggal dunia. Seperti
yang dia janjikan, dia meninggal sebelum mencapai usia tiga puluh. Di usia dua
puluh tujuh dia bunuh diri.”
Aku berkata:
“Ada orang-orang yang
bilang bahwa anda seperti kakak anda. Namun dia adalah negatif dan anda
positif. Anda membuat filem bagus baik dalam hitam putih maupun filem berwarna,
anda sutradara filem Jepang pertama yang menerima penghargaan internasional.”
Alira-san:
“Pada masa itu filem-filem Jepang cenderung terasa hambar,
seperti teh hijau disiram di nasi. Saya melihat seorang wanita membaca buku
selama pertunjukan filem produk dalam negeri Jepang. Filem-filem Jepang
kehilangan masa belianya, kehilangan semangat dan aspirasi yang tinggi.
Filem-filem… seperti hasil karya seorang yang letih, tua, yang membuat
penilaian sempit, kering dari rasa, dan yang hatinya tersumbat.”
Aku berkata:
“Penghargaan internasional pertama yang
anda terima adalah Rashomon yang menerima Golden Lion di festival filem Venesia
di tahun 1951. Diperagakan di Jepang abad ke 11, suatu masa ketika api, gempa,
sampar, bandit dan perperangan. Suatu masa ketika pemerintah pusat dirongrong
oleh pertumbuhan pergerakan politik dan kekuatan militer. Ada pemberontakan, kebakaran, gempa, dan
tindak kriminal yang kejam di ibu kota. Saat itu adalah perioda yang tampaknya
tidak ada hukum, dan negara ini berada di tepi jurang kehancuran.
Filem itu dimulai di Gerbang Rashomon,
Gerbang Utama kota Kyoto. Gerbang itu dalam kondisi hancur, demikian pula
kotanya. Hujan dalam hitam putih mengucur deras ke Gerbang Rashomon memberi
kesan dunia yang buram. Gerbang yang hancur, dengan ukurannya yang kelihatannya
megah dan fundasinya yang kokoh yang telah menjadi reruntuhan. Pakaian
orang-orang di situ lusuh, gelap, kotor dan basah.”
Akira-san:
“Filem itu mendalami
hati manusia bagaikan pisau bedah dokter, memperlihatkan seadanya komplesitas yang
gelap dan liku-liku yang penuh keganjilan.
Denyutan hati nurani yang ganjil ini akan diperlihatkan dengan
menggunakan permainan cahaya dan bayangan yang dirancang dengan seksama. Cahaya
dan bayangan, mewakili bukan saja baik dan jahat, tapi juga rasionalitas dan
tindakan impulsif. Terutama bagian awal, yang membawa penonton melalui cahaya
dan bayangan dalam hutan ke dunia di mana hati manusia tersesat, benar-benar
pekerjaan kamera yang mengagumkan dari Miyagawa Kazuo.”
Aku berkata:
“ Jalan cerita dan
karakter-karakternya menarik, mencakupi berbagai jenis karakter yang memberi
kesaksian-kesaksian yang subyektif, alternatif, memihak diri sendiri dan bertentangan tentang suatu pembunuhan.
Melalui penggunaan yang cerdik dari kamera dan flashbacks, anda mengungkapkan
kompleksitas sifat manusia ketika empat orang menceritakan kesaksian yang
berbeda tentang pembunuhan seorang samurai dan pemerkosaan isterinya.”
Akira-san:
“Manusia tidak dapat jujur kepada dirinya sendiri tentang
dirinya sendiri. Mereka tidak dapat berbicara tentang dirinya sendiri tanpa
menghiasinya. Pergelaran ini memperlihatkan manusia seperti itu yang tidak bisa
hidup tanpa berbohong untuk membuat dirinya merasa lebih baik dari sebenarnya.
Karakter-karakter tersebut bahkan menipu diri mereka sendiri; mereka menolak
untuk menghadapi atau mengakui kebenaran karena mereka takut padanya. Pandangan
umum adalah bahwa semua lelaki dan wanita seperti itu, dan menjadi sifat
manusia untuk berbohong dan menghiasi realitas bahkan bagi dirinya sendiri.
Seperti yang dikatakan pendeta di filem itu, kalau manusia tidak saling
mempercayai, bumi ini lebih baik menjadi neraka.”
Aku berkata:
“Pada akhir filem itu ada adegan seorang bayi yang
ditelantarkan yang menangis sangat keras. Mulanya kita tidak dapat mengerti
bagaimana bayi ini datang ke Gerbang Rashomon, sekonyong-konyong saja. Kemudian
saya menemukan bacaan bahwa tempat itu selain tempat membuang mayat juga menjadi
tempat yang diketahui sebagai tempat meninggalkan bayi-bayi yang tak
dikehendaki. Kemudian saya dapat memahami adegan ini, bukanlah suatu adegan
yang bukan pada tempatnya seperti yang dikira sebagian penonton.”
Akira-san:
“Kita melihat bahwa si penebang pohon itu menerima bayi yang
ditelantarkan dan membawanya pulang untuk dipelihara, walaupun dia sendiri
sudah punya 6 orang anak. Hal ini melambangkan bahwa manusia memilih melakukan
hal-hal yang baik. Ini penting, karena
penebang pohon itu sepanjang adegan sampai saat itu hanyalah berdiam diri,
memilih untuk tidak terlibat dengan apa yang dilihatnya, “Aku tidak ingin
terlibat”, katanya. Dengan memilih untuk mengambil anak itu dia memberi harapan
kepada pendeta itu bahwa manusia adalah baik adanya dan bahwa dunia bukanlah
milik orang-orang yang hanya memikirkan diri sendiri.”
Ini adalah wawancara imajiner untuk mengenang Akira
Kurosawa.
Sumber: “Something Like an Autobiography” by
Akira Kurosawa
Gunung Fuji tingginya
3,776 meter dan adalah gunung paling tinggi di Jepang. Dengan keagungan yang
tak tertandingi dan bentuk kerucut yang indah, Gunung Fuji sering dipilih
sebagai bahan lukisan dan sastra. Gunung ini adalah gunung berapi yang sudah
lama tidak aftif sejak letusan terakhir kalinya di tahun 1707, namun pada
umumnya masih dianggap aktif oleh para geologist. Bentuknya yang kerucut simetris
sempurna menjadi simbol terkenal Jepang dan sering digambarkan di dalam karya
seni dan fotografi, dan juga banyak dikunjungi turis maupun pendaki gunung. Gunung Fuji memiliki
gambaran sebagai gunung yang ditutupi salju di puncaknya, namun sebenarnya
salju itu tidak berada di situ sepanjang tahun. Biasanya, salju itu meleleh di
musim panas dan kita bisa melihat permukaannya. Gunung Fuji mulai diliputi
salju di akhir bulan September hingga awal Oktober, dan puncak curahan salju
terjadi di anatara bulan Maret hingga Mei. Di Jepang, ada
kebudayaan yang menyembah sebuah gunung sebagai lokasi spiritual sejak dulu
kala. Gunung Fuji telah menjadi suatu tempat yang suci bagi penganut Shinto
sejak abad ke 7.Shinto adalah
kepercayaan asli orang Jepang. Sejak dulu kala, banyak orang yang menyembah dan
menjalankan Shintoisme berkunjung ke Kuil Komitake, yang terletak di Stasiun ke
5 dari Gunung Fuji. Konon Gunung Komitake
adalah gunung yang muncul sebelum Gunung Fuji masa kini, dan Kuil Komitake
didirikan sebagai tempat untuk sembayang lebih dari 1000 tahun yang lalu. Gunung Komitake dan
Ko-Fuji (Fuji yang lama) menjadi suatu dasar dan meletus berkali-kali, yang memberi
bentuk pada Gunung Fuji masa kini.Di tahun 937 , Gabungan Gunung Fuji dan
Komitake ditemukan dan dibangun Kuil Komitake di puncak gunung Komitake sebagai
tempat suci bagi para pemuja gunung. Di ketinggian 2,400
meter Stasiun ke 5 adalah tempat tertinggi untuk memulai pendakian Gunung Fuji,
dan dihubungkan dengan jalur yang paling pendek untuk mendaki ke puncak gunung.
Ditempati oleh beberapa toko, café, sembuah kuil, dua buah dek pengamat dan
sebuah kantor pos, stasiun ini serasa sebuah kampung kecil. Kita dapat menikmati
segenapnya keagungan Gunung Fuji hanya dengan melihat pemandangan indah dan
alam sekelilingnya dari dekat di musim kapanpun, tanpa harus mendaki gunung itu
sampai ke puncaknya.
Basilika Santa Maria
del Fiore adalah katedral di Florence, Itali. Katedral ini biasanya dinamakan
Duomo. Kompleks katedral ini yang berlokasi di Piazza del Duomo, mencakup
Baptistery (Gedung Pembaptisan) dan Bell Tower (Menara Lonceng). Ketiga
bangunan ini merupakan bagian dari Unesco World Heritage Site yang mencakup
pusat sejarah Florence dan merupakan atraksi utama bagi turis yang berkunjung
ke Tuscany.
Basilika ini dirancang
oleh Arnolfo di Cambio dengan kubah yang dirancang oleh Filippo Brunelleschi.
Bell Tower dirancang oleh Giotto.
Bagian luar Duomo
dihiasi dengan panel pualam berwarna hijau dan merah jambu dan warna putih di
pinggirannya. Pembangunannya dimulai di tahun 1296 dan selesai di tahun 1469,
kecuali dekorasinya. Dekorasi bagian depan dikerjakan dari tahun 1876 sampai
1903.
Kubah Duomo yang
dirancang oleh Brunelleschi terbuat dari batu bata dengan bentuk oktagonal,
adalah kubah batu bata terbesar di dunia. Kubah itu adalah mahakarya yang tahan
akan halilintar, gempa dan perjalanan waktu, dan selalu menarik perhatian
orang-orang yang melihatnya dari jauh. Inovasi Brinelleschi yang mengagumkan
mencakup penopangan ruang kubah tanpa scafolding, dengan menggunakan lapisan
ganda yang berongga. Lapisan dalam, dengan ketebalan lebih dari 2 meter,
terbuat dari batu bata ringan yang ditata dengan pola tulang ikan herring dan
merupakan struktur yang menyangga dirinya sendiri, sedangkan lapisan luar kubah
ini bertindak sebagai pelapis yang lebih kuat, dan penahan hempasan angin.
Kubah itu dimahkotai
sebuah lentera dengan atap berbentuk kerucut, yang dirancang oleh Brunelleschi
namun dibangun setelah kematiannya di tahun 1446, sedangkan lingkup dari
campuran emas dan tembaga dan salib di atas lentera, yang berisi relika suci,
dirancang oleh Andrea de Verrocchio dan dipasang di tahun 1466.
Fresco dari Pengadilan
Terakhir di dinding dalam kubah itu dibuat oleh Giorgio Vasari yang diapit oleh
Vincenzo Borghini yang membuat subyek iconografik tersebut dan menambahkan
tema-tema yang diambil dari buku Divine Comedy karangan Dante.
Sebagian besar jendela
kaca berpatri dibuat di antara tahun 1434 dan 1455 sesuai rancangan dari
seniman ternama seperti Donatello, Andrea del Castagno dan Paulo Uccelo.
Lapisan kayu bagian dalam lemari sakristi dirancang oleh Brunellischi dan seniman
lainnya, termasuk Antonio del Pollaiolo.
Gedung Baptistry di
komplex Piazza del Duomo, yang dinamai Baptistry Santo Yohanes terkenal dengan
ketiga pintu gerbang tembaga yang dihiasi secara artistik dengan relief
patung-patung. Pintu Gerbang Selatan diciptakan oleh Andrea Pisano dan yang
Utara dan Timur oleh Lorenzo Ghiberti. Pintu Gerbang Timur dinamai oleh
Michelangelo sebagai Gerbang Surgawi.
Ghiberti membutuhkan 21
tahun untuk menyelesaikan Gerbang Surgawi tersebut. Pintu tembaga berlapis emas
itu mencakup 28 panel, dengan 20 panel menggambarkan kehidupan Kristus dari
Perjanjian Baru. Kedelapan panel yang di bawah menunjukkan empat pewarta injil
dan bapak-bapak gereja St Ambrosius, St
Jerome, St Gregorius dan St Agustinus.
Di atas Gerbang Surgawi
berdiri Pembaptisan Kristus oleh Andrea Sansovini. Dante, penyair Itali dan
banyak lagi tokoh terkenal masa Rennaissance, termasuk keluarga Midici,
dibaptis di gedung ini.
Bell Tower yang
dirancang oleh Giotto, adalah sebuah struktur langsing segi empat dengan sisi
14.45 meter. Tingginya 84.7 meter dan mempunyai sisi berbetuk poligonal di
sudut-sudutnya. Ini adalah contoh yang paling jelas dari gaya arsitektur Gothic
di abad ke 14.
Dilapisi marmer merah
jambu dan hijau seperti Duomo disebelahnya, menara lonceng segi empat yang
agung itu dianggap sebagai menara lonceng yang paling indah di Itali.
Elemen dekorasi kaya yang
dibuat dari panel-panel heksagonal dan bentuk berlian merangkum konsep
Keteraturan Universal dan menceritakan kisah Pertobatan Manusia.
Roppongi Hills adalah proyek pengembangan
di Tokyo dan merupakan salah satu pengembanganproperti terpadu yang terbesar di Jepang, berlokasi di distrik Roppongi
di Minato. Dibangun oleh taipan bangunan Minoru Mohri, mega kompleks ini
mencakup perkantoran, apatemen, pertokoan, restoran, café, bioskop, museum,
hotel, TV studio besar, amfiteater terbuka dan taman-taman.
Bangunan utamanya adalah Mohri Tower, bangunan
berlantai 54. Visi dari Minoru Mohri adalah untuk mengembangan pembangunan bangunan tinggi yang terpadu bagi
komunitas dalam kota yang membuat orang bisa tinggal, bekerja, bermain dan
belanja di sekitar sini untuk mengurangi waktu perjalanan. Dia berargumen bahwa
dengan demikian akan menambah waktu senggang, kualitas hidup dan menguntungkan
daya saing nasional Jepang. Tujuh tahun setelah dibuat rancangan konsep awal,
komplels ini dibuka untuk publik pada tanggal 25 April, 2003.
Tingkat-tingkat bawah Mohri Tower mencakup
pertokoan retail dan restoran. Roppongi menawarkan lebih dari 200 toko, café
dan restoran. Sebagian besar toko-toko menjual pakaian, asesori, disain
interior dan alat-alat rumah tangga, sementara restoran-restoran menawarkan
berbagai macam jenis makanan Jepang dan internasional.
Ke-enam lantai atas dipakai oleh Mohri Art
Museum dan Tokyo City View dengan pemandangan panoramik kota Tokyo. Sebuah
jalan keluar dari stasiun Roppongi menuju atrium bergelas yang diisi televisi
layar besar dan eskalator, dan beberapa toko dan restoran. Selebihnya bangunan
itu dipakai untuk perkantoran.
Banyak ruangan terbuka yang luas
dimasukkandi dalam rancangan Roppongi
Hills. Hampir separuh daerahnya diisi oleh taman-taman, paviliun, dan ruang
terbuka lainnya.Sebagai sebuah oasis
hijau di antara bangunan-bangunan di Roppongi Hills, Mohri Garden dibuat dengan
gaya tradisional pertamanan Jepang tradisional lengkap dengan kolam dan
pohon-pohon.Taman itu mempunyai
beberapa pohon sakura yang membuatnya tempat yang menyenangkan untuk menikmati
mekarnya sakura di akhir Mei dan awal April. Mohri Garden adalah bagian dari
tempat tinggal yang punah dari keluarga feodal Mohri.
Di waktu malam, Roppongi menjadi pusat
kehidupan malam bagi orang asing, tempat bersenang hingga larut malam dan
bercanda.Ada banyak bar, pubs dan
restoran yang menarik perhatian di sorotbenderangnya lampu-lampu, yang memberi pengunjung berbagai pilihan untuk
bersuka-ria sepanjang malam.
Asakusa adalah sebuah
distrik di Taito, Tokyo, Jepang, yang terkenal dengan kuil Senjoji, sebuah kuil
Buddhis yang didedikasikan kepada bodisatwa Kannon. Ada beberapa kuil lagi di
Asakusa, dan berbagai festifal, seperti Sanja Matsuri.
Selama berabad-abad,
Asakusa adalah distrik hiburan terkemuka di Tokyo. Selagi jaman Edo
(1603-1867), ketika distrik ini masih berlokasi di luar batas kota, Asakusa
adalah lokasi teater-teater kabuki dan daerah lampu merah yang besar. Di akhir
tahun 1800-an dan awal 1900-an, banyak jenis hiburan modern, termasuk bioskop,
yang didirikan di Asakusa. Kompleks Asakusa ini
mirip dengan tempat di jaman Edo, dengan beberapa gapura yang menonjol,
termasuk Kaminarimon atau Gerbang Halilintar, dengan lampion merah raksasa yang
terkenal, dan sebuah pagoda tingkat lima. Lampion merah raksasa itu tingginya 4
meter, kelilingnya 3.4 meter dan beratnya 670 kg.Bagian depan lampion itu ditulis dengan nama
gerbang itu, Kaminarimon. Ditulis di bagian belakang adalah nama resmi gerbang
ini, Furanjinmon. Ukiran kayu yang menggambarkan seekor naga menghiasi bagian
bawah lampion itu. Kuil Asakusa
didedikasikan kepada bodisatwa Kannon. Menurut legenda, sebuah patung Kannon
ditemukan di sungai Sumida di tahun 682 oleh dua orang nelayan bersaudara,
Hinokuma Hamanari dan Hinokuma Takenari. Kepala kampung mereka, Hajino
Nakamoto, mengenali kesakralan patung itu dan mengubah rumahnya menjadi kuil
bagi patung itu di Asakusa sehingga orang-orang kampung itu dapat memuja
Kannon. Setiap tahun di akhir
minggu di pertengahan Mei, sebuah festival dirayakan di daerah Asakusa, yang
dinamai Sanja Matsuri. Festival ini adalah salah satu festival yang paling
populer di Tokyo. Festival itu diselenggarakan untuk merayakan ketiga pendiri
Kuil Sensoji, yang dirumahkan di kuil disebelah Kuil Senso-ji di Asakusa. Parade-paradenya
yang menarik perhatian berkisar di sekitar ke tiga mikoshi (kuil kecil yang
dapat diusung), yang juga diikuti oleh musik dan tari-tarian. Prosesi Sanja
Matsuri untuk ketiga mikoshi ini, dimulai dari Nakamise Dori menuju
Kamanarimon. Ketiga mikoshi yang dihiasi meriah untuk menghormati dan mewakili
ketiga orang yang mendirikan Kuil Senso-ji. Pada hari terakhir festival itu,
ketiga mikoshi itu dipisah agar dapat mengunjungi dan memberi berkah kepada ke
seluruh 44 distrik di pusat kota dan perumahan Asakusa. Nakamise Dori adalah
jalan perbelanjaan yang menghubungkan Kaminarimon sampai ke Kuil Senso-Ji. Ada
sekitar 90 buah toko-toko disepanjang 250 meter jalan panjang ini, yang
mengubah jalan ini menjadi pusat perbelanjaan di Asakusa. Nakamise Dori adalah
salah satu jalan perbelanjaan yang paling tua di Jepang. Bebagai macam barang
dijual di sini, seperti sumpit Jepang, sisir kayu, kain, boneka, barang seni
dan makanan kecil tradisional Jepang. Lebih lanjut, di antara
Asakusa dan Ueno terdapat Kappabashi-dori, yang juga dikenal sebagai Kappabashi
saja atau kota Dapur, sebuah jalan yang hampir semua toko-tokonya memasok
bisnis restoran. Toko-toko ini menjual berbagai barang dari pisau dan alat-alat
dapur lainnya, peralatan masak masal, perabotan restoran, oven, dan dekorasi,
sehingga alat pemeraga contoh makanan dari plastik (sampuru) yang dijajakan di
muka restoran. Kalau anda mencari
sesuatu barang dengan harga sesuai untuk tembikar, alat-alat dapur, sake atau
tea set, sumpit atau pisau, anda tidak akan meninggalkan tempat ini dengan
menyesal.
Dante berkata tentang
sungai Arno: Dan aku: “Melalui
Tuscani ada berkelana Sebuah sungai kecil
yang lahir di Falterona, Dan tujuannya tidak sampai
seratus mil; Dari situlah aku bawa
badan ini.”
Arno adalah sungai di
wilayah Tuscany di Itali. Ia adalah sungai yang paling penting di Itali tengah
setelah sungai Tiber. Dengan panjang 241 kilometer, ia mengalir dari pegunungan
Apennine menuju laut Ligurian, hanya 11 kilometer dari Pisa.Kebun anggur dan kebun zaitun yang subur
berjajar di sepanjang pemandangan indah sungai itu menuju Barat, menuju laut.
Sungai Arno biasanya
mengalir paling tinggi di musim semi dan gugur tiap tahun, ketika curah hujan
di pegunungan Appenine paling besar. Namun di tahun 1557 dan 1966 sungai yang
damai ini meluap dari tanggulnya membanjiri sebagian besar dari Casentino,
daratan Pisa dan Empoli, dan sampai ke seluruh pusat bersejarah di Florence,
menyebabkan berlusin-lusin kematian dan kerusakan yang tak diberitakan terhadap
warisan seni dan monumental kota itu.
Setelah banjir itu
tanggul-tanggul sungai ditinggikan, dan di tahun 1984 dibangun dam Bilancino
dekat Florence untuk melindungi daerah itu dari banjir.
Sungai Arno melewati
Florence, dan lewat dibawah jembatan-jembatan Ponte Vecchio, Ponte alle Grazie dan Santa Trinita.
Ponte Vecchio
(“Jembatan Tua”), adalah jembatan lengkung batu menyeberangi sungai Arno, masih
ada toko-toko di dalamnya, seperti masa dulu. Tukang jagal dulunya mengisi
toko-toko ini; kini penyewa toko adalah pedagang berlian, penjual senirupa dan
cendera mata. Jembatan ini sejak dulu menjadi tuan rumah bagi toko-toko dan
pedagang yang menjajakan dagangannya di meja di muka toko-toko mereka.
Toko-toko di bagian belakang yang dapat dilihat dari sungai ini, ditambahkan
pada abad ke 17.
Di tahun 1900, untuk
menghormati dan memperingati 4 abad lahirnya pematung besar dari Florence dan
ahli dulang emas Benvenuto Cellini, para ahli dulang emas terkemuka menugaskan Raffaelo Romanelli, seorang pematung Florence
yang paling terkenal saat itu Raffaelo Romanelli, untuk membuat patung
tembaga dari Cellini yang diletakkan di atas air mancur di tengah di bagian
Timur jembatan itu, yang masih berdiri hingga saat ini.
Beberapa langkah dari
Ponte Vecchio, berdiri gereja Santo Stefano, salah satu gereja yang paling tua
di Florence. Sebelah bawah dari bagian depan gereja menunjukkan
komponen-komponen Romanesque, sedang bagian atas di bangun kembali di masa
pembaharuan gaya Gothic. Bagian dalam direnovasi pada waktu jaman Baroque.
Gereja itu penuh dengan karya seni dan dekorasi, termasuk tangga indah dari
Buontalenti, dengan balustrade dari marmer, dibangun tahun 1574.
Berbagai lukisan juga
berasal dari jaman Renaissance. Gereja Santo Stefano sekarang tidak lagi
dipakai untuk upcara keagamaan, dan sekarang dipakai sebagai auditorium untuk
pertunjukkan musik. Suasana gereja berubah sangat anggun di waktu malam, ketika
lampu-lampu digelapkan dan musik mengisi keheningan religius, dan penonton terbenam
dengan pengalaman yang tak terlupakan akan kesatuan seni, arsitektur dan music.