Cari Blog Ini

Sabtu, 22 September 2018

Wawancara dengan Pu Yi


Photo: Wikimedia
Kesan yang disarankan oleh filem “The Last Emperor” dari Bernardo Bertolucci akan masa kecil Pu Yi sebagai seorang anak yang senang bermain, lucu, dan lugu, walau agak nakal seperti halnya anak kecil seumurnya. Seorang anak kecil 3 tahun yang mendadak diangkat menjadi Kaisar negeri Tiongkok, meninggalkan orangtua dan saudara-saudaranya untuk dipingit di dalam tembok Forbidden City, dilayani oleh para kasim yang loyal kepadanya. Anak kecil yang sedang gemar-gemarnya bermain diangkat menjadi Kaisar negeri raksasa. Bayangkan!

Kesan ini tertanam dalam benak saya sampai bertemu untuk berbincang-bincang dengannya di tempat pengungsiannya di Salt Tax Palace, di Manchuria.  Saat bertemu dengan dewasa ternyata kesan akan Pu Yi cilik yang disarankan filem itu sirna. Tentu saja,  sejarah masa kecilnya hanyalah kenangan masa kecilnya, kenangan indah yang hanyalah sebagian kecil dari sejarah hidupnya yang penuh gelombang.

Wajahnya pucat, kelihatan letih dan tidak suka bicara. Tatapan matanya terpaku di balik kacamata berbingkai hitam.  Ketika bersalaman dia dengan ramahnya mengangguk, namun senyumannya hanya berlangsung beberapa detik.

Aku membuka percakapan:

“Tentunya anda masih ingat hari pada saat anda dijemput dari rumah anda oleh pejabat istana pada waktu anda berumur 3 tahun untuk dibawa ke istana.”

Pu Yi:
“Di sore hari tanggal 13 November 1908, tanpa pemberitahuan sebelumnya, sebarisan para kasim dan pengawal yang dipimpin oleh bendahara istana meninggalkan Forbidden City menuju kediaman keluarga kami untuk menjemput saya untuk dijadikan kaisar yang baru. Saya menjerit dan menolak ketika para pejabat memerintahkan para kasim untuk menggendong saya. Orangtua saya tidak berkata apa-apa ketika mengetahui mereka akan kehilangan putra mereka. Ketika saya menangis dan menjerit karena tidak mau meninggalkan orangtua saya saya dimasukan ke dalam tandu yang akan membawa saya ke Forbidden City. Hanya pengasuh saya, Wang Wen-Chao , yang boleh mengiringi saya, dia dapat menenangkan saya dengan membiarkan saya menyusu padanya; inilah satu-satunya alasan mengapa dia dikutsertakan.”

Aku berkata:
“Lalu bagaimana suasana acara pengangkatan anda sebagai Kaisar pada tanggal 2 Desember 1908 ?”

Pu Yi:
“Acaranya berlangsung lama dan melelahkan, lagi pula hari itu dingin sekali. Sehingga ketika mereka
menandu saya menuju the Hall of Supreme Harmony dan mendudukkan saya di singgasana yang besar sekali saya tidak bisa menahan diri lagi. Ayah saya yang berlutut dibawah singgasana itu dan mendukung saya menyuruh saya untuk agar jangan gelisah, namun saya berontak dan mulai menangis, “Aku tidak suka di sini. Aku mau pulang ke rumah. Aku tidak suka di sini. Aku mau pulang ke rumah.” Ayah saya menjadi kebingungan sehingga berkucuran keringat. Ketika para pejabat menyembah-nyembah saya, tangisan saya makin keras. Ayah saya berusaha mendiamkan saya dengan berkata: “Jangan menangis. Jangan menangis. Ini akan segera berakhir. Ini akan segera berakhir.”

Ketika acara selesai, para pejabat bertanya-tanya di antara mereka seakan mengandai-andai: “Mengapa dia bilang: ‘Ini akan segera berakhir’? Apakah maksudnya ia ingin segera pulang ke rumah?”
Percakapan ini berlangsung dalam suasana yang sangat kelam, seakan-akan kata-kata ini adalah pertanda nasib buruk. Beberapa buku berkata bahwa kata-kata ini adalah ramalan karena dalam tiga tahun ternyata dinasti Qing memang berakhir, dan anak yang mau pulang ke rumah, benar-benar pulang ke rumah, dan mengakui bahwa para pejabat tersebut mempunyai firasat akan hal ini.”

Aku berkata:
“ Lalu bagaimana suasana pelengseran anda dari tahta kerajaan?”

Pu Yi:

“Setelah memberi pertunjukan buruk sekali sebagai kaisar selama tiga tahun saya memberi pertunjukan pelengseran yang amat buruk. Satu kejadian yang kuingat dengan jelas pada hari-hari terakhir. Ibu angkat saya  permaisuri Lung Yu duduk di atas sebuah perabot di dalam Mind Nurture Palace menghapus airmatanya dengan sapu tangan sementara seorang lelaki tua gemuk berlutut di bantal merah di depannya, airmata mengalir di wajahnya. Saya duduk di sebelah kanan ibu angkat saya merasa agak bingung dan bertanya-tanya mengapa kedua orang dewasa itu menangis.  Tidak ada orang lain selain kami bertiga dan sangat sunyi; orang gemuk itu menghisap ingusnya dengan keras ketika ia berbicara dan saya tidak bisa mengerti apa yang dikatakannya. Kemudian aku menyadari bahwa mereka baru saja diminta secara langsung oleh Jenderal Yuan Shi Kai untuk melengserkan aku dan mengakhiri dinasti Qing.”

Aku berkata:
“ Pada tanggal 12 Februari 9012 ibu angkat anda dengan resmi memeproklamirkan pelengseran anda sebagai Kaisar Tiongkok,  dan kemudian Tiongkok menjadi sebuah Republik, dan anda dikucilkan di Forbidden City. Bagaimana perasaan anda?”

Pu Yi:
“Tempat itu adalah dunia yang kecil dimana saya harus menghabiskan masa kecilku yang paling absurd sampai saya diusir oleh tentara nasional di tahun 1924. Saya menyebutnya absurd karena ketika Tiongkok disebut sebagai republik dan manusia telah masuk ke abad ke 20, saya masih hidup sebagaimana seorang kaisar, menghirup debu abad ke 19.
Kapanpun saya mengenang masa kecilku kepalaku terisi dengan kabut kuning. Lantai licin berwarna kuning, tandu saya berwarna kuning, bantal kursi saya kuning, bagian dalam topi dan baju saya kuning, tali pinggang saya kuning, piring mangkok makanan saya kuning, alas nasi, sampul buku saya, tirai jendela, tali kuda saya…. Semuanya kuning. Warna ini, yang disebut kuning cerah, hanya dipakai oleh rumah tangga kerajaan yang membuat saya merasa dari sejak kecil bahwa saya adalah unik dan memiliki sifat seperti dewa dibanding orang lainnya.”

Aku berkata:
“ Mungkin itu sebabnya anda menegur adik anda ketika ia memakai jubah dengan bagian dalam kuning, warna dinasti Qing, di istana.”

Pu Yi:
“ Dia menyangka warna itu warna aprikot. Aku menjawab bahwa warna itu adalah warna kuning cerah kerajaan. Adik saya itu lalu mohon maaf ‘Ya tuan… Ya tuan…, ‘ lalu menjauh dari saya dengan tangan di samping.  Aku bilang ‘Warna itu adalah kuning cerah, kamu tidak berhak memakainya.’… ‘Ya tuan…’,  jawabnya. Dengan ‘Ya tuan…’  ia menjawab sebagaimana  pelayan saya menjawab. Suara ‘Ya tuan…’ itu sudah lenyap sedemikian lama dan terdengar sangat lucu kalau diingat-ingat kembali.”

Aku berkata:
“Kenangan yang manis namun juga getir bagi anda. Namun sewaktu kecil anda tidaklah selalu lucu dan lugu seperti yang digambarkan filem ‘The Last Emperor’, saya dengar sejak kecil anda suka menyuruh mencambuk pelayan kasim anda, apakah benar?”

Pu Yi:
“Kemana saja saya pergi, orang-orang dewasa akan berlutut dan menyembah saya dengan kowtow dan mencegah tatapan mata sehingga saya lewat. Sang kaisar adalah dewa, saya tidak bisa dibantah atau dihukum. Mencambuk pelayan kasim menjadi kejadian rutin keseharian saya. Kekejaman saya dan kecintaan saya akan kekuasaan sudah sedemikian kuat yang membuat segala bujukan tidak mempan.

Namun kehidupan saya sejak kecil tidak lengkap tanpa menyebut para pelayan kasim. Mereka menunggui saya ketika saya makan, berpakaian dan tidur; mereka menemani saya ketika jalan-jalan dan pergi belajar; mereka memberi cerita-cerita; dan menerima hadiah dan pukulan dari saya, namun mereka tidak pernah meninggalkan saya. Mereka adalah budak-budak saya; dan juga guru-guru saya dari masa kecil.”

Aku berkata:
“ Namun sampai dewasa anda memperlakukan para pelayan kasim dengan semena-mena. Anda tidak mempercayai mereka dan menganggap mereka semua pencuri. Anda mencek dengan teliti semua pembukuan belanja untuk mencari pemalsuan. Anda juga memotong jatah makanan mereka untuk membuat mereka lebih menderita, yang membuat mereka kelaparan.”

Pu Yi:
“Mereka pada dasarnya adalah pencuri barang-barang berharga di istana, semua mereka, dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah, sama saja.  Sehabis acara perkawinan kami mutiara-mutiara dan batu jade dari mahkota permaisuri saya pada hilang semua. Kunci-kunci dirusak, tempat itu dibongkar dan pada suatu hari di bulan Juni 1923 kebakaran melanda sekitar Palace of Established Happiness. Saya mencurigai kebakaran ini untuk menutupi pencurian besar-besaran.

Saya dengar bahwa selama ini para pelayan kasim menyelundupkan barang=barang berharga dan menjualnya di toko-toko barang antik. Saya memerintahkan audit koleksi barang-barang istana, namun sebelum itu terjadi bagian istana itu terbakar.”

Aku berkata;
“Permaisuri anda, Wan Rong, yang didikan Barat, dikenal sebagai seorang wanita yang suka dansa dansi, main tennis, pakaian Barat,  make-up, musik jazz, main piano, naik kuda, membaca novel asing yang asusila, menulis puisi, dan bergaul dengan teman-temannya.“

Pu Yi:
“ Saya mengakui bahwa saya juga suka memberi barang-barang yang ke Barat-Baratan, terutama permen karet Wrigley, aspirin Bayer, mobil- mobil, gramophone dan filem. Saya menyukai teknologi filem yang baru, dan saya sangat menyukai filem-filem Harold Lloyd, sehingga saya suruh memasang proyektor filem di Forbidden City, walaupun diprotes oleh para pelayan kasim yang tak menyukai teknologi asing di sini.

Wan Rong suka pergi belanja dengan teman-temannya, pergi ke Central Plains, jalan-jalan, pergi minum di Shunde Shihlin Ji,  makan,  dan juga bisa pergi ke Asgard barber shop yang sangat populer, pergi ke teater untuk menonton "Shi Ming" dari Mei Lanfang. Dia masih suka menghambur-hamburkan uang seperti air seperti ia masih permaisuri.”

Aku berkata:
”Namun kata orang, Wan Rong mengeluh bahwa hidupnya sebagai permaisuri sangatlah membosankan karena sesuai peraturan sebagai permaisuri ia dilarang pergi keluar dansa dansi seperti yang disukainya, melainkan mengharuskannya mengisi hari-harinya dengan ritual tradisional yang dia rasakan tak berarti, dan semakin demikian sejak Tiongkok menjadi republik dan gelar permaisurinya hanyalah lambang belaka. Kemudian ia mulai menghisap candu selagi masa pengasingan, benarkah?”

Pu Yi:
“Saya menyarankannya karena saya lihat dia menjadi lebih mudah diatur kalau dia lagi sedang melambung oleh candu. Perkawinan kami semakin retak dan kami makin jarang bertemu, hanya pada saat makan.”

Aku berkata:
“Di autobiography anda “From Emperor to Citizen” anda berkata bahwa suatu saat adik lelaki Wan Rong memperkenalkan Wan Rong ke seorang pejabat militer Jepang. Wan Rong kemudian menjalin kasih dengan lelaki Jepang itu. Kemudian anda mengetahui bahwa ia hamil di tahun 1935, dan akan segera melahirkan, karena hubungannya dengan lelaki Jepang itu. Bagaimana perasaan anda?”

Pu Yi:
“Perasaan saya saat itu sulit dilukiskan. Aku marah, tapi tapi tidak ingin lelaki Jepang itu tahu. Yang saya bisa buat hanya melampiaskan kemarahan kepada Wan Rong secara pribadi.”

Aku berkata:
“Di dalam edisi asli autobiography itu, anda menulis bahwa setelah Wan Rong melahirkan bayi perempuan, anda  bilang kepadanya bahwa adik lelaki anda telah mengadopsi bayi itu dan Wan Rong harus memberi uang tunjangan bulanan untuk perawatannya.  Bagaimana perasaan Wan Rong saat itu?”

Pu Yi:
“ Sampai kematiannya, dia selalu didatangi mimpi yang sama, di mana anaknya hidup bersamanya. Setelah perang berakhir dan perceraian kami, kecanduannya akan opium makin menajdi-jadi dan tubuhnya melemah. Ia meninggal karena penyakit di tahun 1946.”

Aku berkata:
“Lalu bagaimana kabar bayi perempuannya?”

Pu Yi:
“Bayi itu sebenarnya meninggal setelah kelahirannya……. ”


Ini adalah wawancara imajiner untuk mengenang Pu Yi, Kaisar terakhir Tiongkok.
Sumber: Authobiography “From Emperor to Citizen”, South China Morning Post, Wikipedia.






3 komentar:

  1. jarang ada yang tau kalau Pu Yi ketika keluar istana sebenarnya dengan membawa harta yang sangat besar. baik yang secara fisik atau di istana atau yang masih diberikan kepadanya oleh pemerintahan china ketika itu yang mana menggajinya secara kepala negara.

    Pu Yi tinggal di kota di bawah perlindungan Jepang dan hidup mewah di sana. ia menerima banyak Jendral di sana yang berjanji akan mengembalikan kejayaan dinasti Qing. buruknya Pu Yi adalah ia tidak tahu harus mendukung siapa dan malah plin plan dengan mendukung banyak jendral/ warlord yang pahadal saling bersaing dan menjadi rival.

    akibatnya banyak yang tidak mau mendukungnya dan sekedar hanya mengambil uang untuk membayar prajurit lalu kabur. yang mendukungnya pun jadi gerah karena takut ditikam dari belakang oleh sponsor Pu Yi yang tampak tidak loyal terhadap mereka.

    hanya 1 yang betulan mendukung Pu Yi tetapi itupun ketika Ibukota Beijing kembali direbut dan istana terbuka lebar, Pu Yi tidak tampak mau datang kembali. karena itu usaha untuk restorasi dinasti Qing jalan di tempat.

    di saat yang sama Pu Yi juga begitu naif sehingga menerima banyak jendral gadungan yang merupakan tukang tipu, ia juga menerima banyak mantan pembesar Qing yang meminta sumbangan. bisa dibilang kocek Pu Yi sebenarnya sangalah tebal dan dalam.

    jadi sebenarnya Pu Yi sangat mampu untuk membentuk pasukannya sendiri dan memulihkan dinastinya alih-alih bergantung dari karakter yang tidak jelas. tetapi ia sendiri memang plin-plan.

    akhirnya PD2 meletus dan ia justru terbujuk untuk menjadi kaisar di manchukuo bentukan Jepang. hal ini membuatnya menjadi pemberontak bagi pemerintahan china ketika PD2 berakhir.

    Pu Yi melarikan diri ke Uni Soviet dan dierima sebagai tahanan VIP selama beberapa tahun. ia ingin tinggal di Soviet ala penguasa terbuang tetapi terpaksa di ekstradisi ke china. ia kira ia akan langsung ditembak mati ketika tiba di china. tetapi nasib berkata lain.

    Komunis china ketika itu ingin membuat project untuk mengetahui apakah mungkin seorang seperti Pu Yi yang menjadi kaisar sedari kecil bisa di transformasi menjadi seorang komunis tulen yang ideal. nyatanya Pu Yi begitu naif sehingga ia begitu percaya dengan semua teori kebaikan Komunisme.

    ia bertransformasi. dari seroang tyran yang suka menyiksa kasim dan tidak perduli dengan orang lain, Pu Yi di waktu tua begitu peduli dengan sesama. ia dibawa ke berbagai daerah oleh sipirnya dan banyak meminta maaf bahkan menangis melihat korban perang di era akhir Qing. akhirnya ia dibebaskan dan bekerja sebagai tukang sapu.

    ia hidup ngepas tetapi banyak yang melaporkan ia lebih bahagia karena bebas dari berbagai tekanan. ia bahkan menikah dengan seorang suster. ia terkenal ling lung dan sering tersasar, bahkan ia tampak tidak mampu mengerjakan banyak hal dengan benar.

    terbiasa dilayani, ia seringkali lupa menutup pintu atau menyiram toilet setelah menggunakannya.

    Pu Yi sempat diwawancarai untuk sebuah buku dimana ia mengakui banyak hal tentang kebohongan yang ia buat dalam masa-masa konflik.

    di akhir hidupnya Pu Yi kembali ditahan karena efek dari revolusi budaya china, ia meninggal dalam tahanan karena penyakit. setidaknya ia bisa merasakan hidup normal di akhir hidupnya dengan orang yang mau menerimanya apa adanya, tanpa kepalsuan.

    BalasHapus
  2. Anda benar... sesuai dengan yang saya baca. Dia memang manusia biasa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ko muka wanrong mirip saya yah? Saya jadi penasaran dan heran

      Hapus