Saya dan kolega-kolega menggunakan hari bebas kami setelah suatu rapat dinas di Paris
untuk pergi ke distrik Le Marais. Keluar dari stasiun metro Hotel de Ville, kami
terperangah dengan gedung besar Hotel de Ville langsung dihadapan stasiun
metro. Saya bertanya-tanya akan berapa mahalnya tinggal di Hotel semegah ini.
Namun sebenarnya bangunan ini bukanlah hotel, bangunan ini adalah kantor Kota
Madya. Setelah saya google beberapa kali, saya menemukan bahwa kata ‘hotel’
dalam Bahasa Perancis bisa berarti rumah, bangunan, kediaman, jadi tidak selalu
berarti hotel sebagai tempat menyewa kamar untuk tempat tinggal para turis.
Kini, selain berfungsinya sebagai administrasi kota, Hotel de Ville juga adalah
tempat untuk kesenian dan kebudayaan. Ada banyak pameran-pameran menarik di
dalam gedung maupun di halaman di depan gedung ini.
Hotel de Ville,
kantor Walikota terbesar di Eropa. Terletak di pinggiran sungai Seine dan di
tepi distrik Le Marais. Jalan-jalan disana menuju ke daerah yang modis,
dipenuhi toko-toko
yang cantik,
cafes dan galeri seni. Masa kini, Le Marais adalah salah satu distrik terbaik
di paris, campuran arsitektur abad pertengahan, toko-toko trendy, tempat-tempat
kebudayaan dan gaya hidup yang unik. Sebuah distrik dengan jalan-jalan yang
sempit di sebelah kanan sungai Seine, dimana anda dapat menikmati tempat
bersejarah ini, gedung-gedung yang indah dan kuliner Perancis.
Delapan ratus tahun
yang lalu, Le Marais adalah sebuah rawa. Kata ‘marais’ dalam bahasa Perancis
secara harafiah berarti ‘rawa’, sehingga
tempat ini dinamai Le Marais karena kondisi tanah di pinggiran
sungai Seine itu seperti rawa. Untuk memberi lahan agrikultur yang baru, daerah
ini dirubah menjadi pertamanan komersil. Dalam waktu yang Panjang, daerah ini jatuh
bangun dari perhatian umum karena perubahan kesuburan tanah dan kesukaran
membangun di tanah rawa seperti ini.
Di abad ke 16, raja
Henry IV mengeringkan daerah Le Marais dan tempat ini menjadi lokasi favorit
untuk membangun mansion-mansion yang bergengsi, yang ditinggali sebagian besar
aristokrat Perancis. Masa ke-emasan Le Marais berlangsung hingga abad ke 17,
menjadikannya sebuah pusat kesenian dan kebudayaan. Para aristokrat membangun
mansion-mansion (dalam bahasa Perancis: ‘hotel particulier’) seperti Hotel de Sens, Hotel de Sully, Hotel de
Beauvais, Hotel Carnavalet, Hotel de Guenegaud dan Hotel de Soubise.
Mansion-mansion itu didekorasi dengan sangat indah, dengan perabotan bermutu
tinggi dan perhiasan mewah lainnya dari jaman ke-emasan ini.
Seiring dengan jatuh
bangunnya dinasti Bourbon, depersi ekonomi, revolusi Perancis, restorasi kota
Perancis, Le Marais juga jauh bangun. Menanjak di abad ke 16, dirusak ketika
revolusi dan peperangan, dipelihara oleh Andre Malraux di tahun 1962, dan
diperbaharui oleh badan Kotamadya di tahun 1969.
Berjalan-jalan memalui
Le Marais kali ini kami dapat menghargai keindahan daerah ini karena daerah ini
menjadi daerah perbelanjaan yang populer, dan didiami komunitas Yahudi yang
utama di Paris. Daerah ini juga menjadi daerah yang modis, kebanyakan
mansion-mansion dirubah menjadi museum, perpustakaan dan sekolah, yang
dikelilingi toko-toko pakaian terbaik, tempat makan dan galeri seni moderen.
Bangkok adalah salah satu tempat dimana pada
saat siang berganti malam perlahan-lahan, anda tetap bisa melihat banyak hal
asal anda tidak lelah. Tempat-tempat yang indah, istana-istana dan kuil-kuil,
paling baik dikunjungi di siang hari, namun pada malam hari, wajah Bangkok
sangat berbeda. Pesta, pasar malam, klub malam, panganan dan pertunjukan unik
mulai hidup menggoda para pengunjung untuk menikmati malam di kota ini.
Berbelanja di jalanan pada siang hari sangat
menggairahkan walaupun sinar matahari panas terik di kota ini, namun ketika
hari menjadi sejuk di sore hari, pasar malam mulai buka seperti mekarnya
kembang malam menawarkan begitu banyak jauh lebih banyak dari pada pasar di
siang hari, pakaian, sepatu, kerajinan tangan, barang-barang bermerek tiruan,
perhiasan, pakaian pantai, cendera mata dan tentu saja jajanan dan minuman. Di
Lorong-lorong sempit yang diterang-benderangi lampu neon portable, anda bisa
melihat barisan kedai-kedai yang berjejer di jalanan pasar malam itu.
Barang-barang warna warni dipajang dengan menawan di kedai-kedai itu, dan
penjaja yang bersemangat meninggikan
suara menawarkan dagangannya. Ketika membeli, jangan lupa menawar, biasanya
anda bisa mendapatkan suatu barang antara 25% hingga 50% lebih murah dari
penawaran pertama kali dari penjual. Jadi jangan ragu-ragu menawar dan membawa
pulang cendera mata untuk kenang-kenangan dari sini.
Banyak pasar malam yang paling sibuk terletak
di sepanjang daerah lampu merah yang populer, misalnya pasar malam Silom. Pasar
malam ini terletak di tengah distrik Patpong, daerah lampu merah terkenal yang pernah
dijadikan lokasi adegan filem Deer Hunter dan filem James Bond Goldfinger. Patpong
adalah dua jalan kecil yang sejajar diantara jalan Silom dan Surawongse, yang ditempati
strip bars remang-remang yang menawarkan adult shows dan pole dancing. Ketika
sore berganti malam bar-bar tersebut mulai hidup dengan dimulainya musik gegap
gempita. Anda bisa melihat melalui pintu terbuka gadis-gadis mulai
berputar-putar di tiang-tiang panggung dan menari, di bawah redupnya lampu neon
ungu. Suara-suara teriakan penjaja barang di jalan digantikan oleh
bisikan-bisikan tukang catut menawarkan segala hal mulai dari “ping pong show” hingga “pijat”.
Tidak diragukan lagi bahwa wajah Patpong
memberi kontribusi akan nama “Kota Berdosa’ (“Sin City”) dari Bangkok.
Pelacuran dapat terjadi di banyak tempat di Bangkok, panti pijat, restoran,
sauna, go-go bar, karaoke atau bar lainnya. Nama-nama bar-bar di sini sangat
menyolok, seperti Pussy Collection, Super Pussy, Pink Pussy… sulit untuk tak
terlihat. Tampaknya tak ada lagi kehidupan malam yang semula di Patpong yang
“sembunyi-sembunyi” atau “di bawah tanah”.
Go-go bars yang melatar-belakangi pasar malam itu bahkan sudah menjadi
atraksi bagi para turis.
Lalu, apa yang terjadi dengan wajah Bangkok
yang namanya berarti “Kota Para Malaikat” (“City of Angels”), dimana para bikhu
dengan jubah oranye berkeliaran di jalanan di pagi subuh dengan mangkok di
tangan, dimana ibu-ibu sejak lebih dari 2,500 tahun memasak makanan untuk
diberikan kepada para bikhu, dimana ada ribuan kuil-kuil di dalam kota, dan
dimana ada altar di setiap pojok kota itu guna menenangkan roh-roh halus?
Apakah Buddhisme Thailand mentolelir pelacuran
yang tersebar luas itu dengan tidak memperbaiki sikap terhadap wanita yang
dianggap lebih rendah dan bahkan berbahaya bagi lelaki, atau apakah agama ini
memberi kontribusi terhadap pandangan bahwa wanita pada dasarnya tidak murni
dan karnanya tidak pantas untuk mendapat pencerahan, dan dengan demikian
terkurung di dalam posisi yang merendahkan diri mulai dari pekerja seks hingga
biarawati sebagai jalan untuk mendapatkan berkah spriritual bagi dirinya dan
keluarga?
Walaupun Buddhisme memegang peranan penting
dalam membentuk hukum, kerangka kebudayaan dan kehidupan sosial di kerajaan
Thailand, saya kira banyak factor-faktor yang memberi kontribusi atas meluasnya
pelacuran, katakanlah Perang Dunia 2, Perang Vietnam, kemiskinan di wilayah ini
dimana pekerja seks mendapatkan penghasilan 10 kali lebih banyak dari updah
minimum, dan tak usah menyebutkan korupsi, lemahnya penegakan hukum, dan Mafia yang
juga terlibat dalam partai-partai politik.
Walaupun pelacuran di sini demikian meluas,
sebenarnya hukum Thailand melarang pelacuran. Tapi karaoke, go-go bar dan panti
pijat bisa didaftarkan seperti biasa, sebagai bisnis legal. Polisi biasanya
memperlakukan pelacuran di tempat-tempat tersebut sebagai transaksi di antara
pelacur dengan pelanggannya, yang dalam transaksi ini pemilik bisnis itu tidak
terlibat. Jadi, dalam prakteknya hal ini di tolelir, kadang kala karena
pejabat-pejabat lokal memiliki kepentingan finansial dalam usaha pelacuran ini.
Beberapa pejabat-pejabat Thailand bisa menutup mata terhadap industri USD 6
miliard ini, yang melibatkan sekitar 2 juta wanita-wanita di Thailand.
Apalagi yang bisa dikatakan tentang istana
Grand Palace di Bangkok, sebegitu banyaknya hal-hal yang dapat dilihat dan
difoto, patung manusia serupa hewan, dinding-dinding dan atap yang cemerlang
keemasan, taman-taman, lukisan-lukisan, tiang-tiang menjulang, stupa keemasan,
barisan Garuda yang tak berujung, dan tak lupa menyebut Emerald Buddha yang
sangat dihormati. Tidak mengherankan bahwa Grand Palace menjadi pusat seni
budaya Thailand selama berabad-abad dan dianggap sebagai acuan bagi segala
jenis kesenian Thailand. Istana ini dianggap sebagai cermin dari identitas
Thailand.
Ketika Raja Rama I memerintahkan pemindahan
ibukota ke distrik Phra Nakhon di tahun 1782, dia mendirikan Grand Palace
sebagai pusat kerajaan yang baru. Dia mengambil inspirasi dari istana di
Ayutthaya, ibukota Siam yang lama, yang dihancurkan tentara Burma di tahun
1767.Istana Grand Palace diletakkan
dengan strategis di tepi sungai Chao Phraya untuk meniru istana di Ayutthaya.
Tata ruang Grand Palace, yang merangkum area seluas 213,677 m2, juga meniru
istana lama di Ayutthaya dengan lapangan-lapangan, tembok-tembok, gerbang dan
benteng yang terpisah. Berbagai zona di kompleks istana ini mencakupi the Outer
Court, the Central Court, dan the Inner Court dan juga Kuil Emerald Buddha.
Untuk mendapatkan material yang diperlukan untuk membangun Grand palace, Raja
Rama I memerintahkan rakyatnya untuk pergi ke Ayutthaya yang sudah hancur,
untuk mencabut dan memngambil batu bata dan batuan-batuan lainnya yang dengan
susah payah dikirim dengan kapal kearah hulu sungai untuk membangun istana yang
baru itu.
Bagian dari kompleks Grand Palace, kuil Wat
Phra Kaeo (Kuil Emerald Buddha) adalah kuil yang paling sakral di Thailand dan
rumah bagi Emerald Buddha. Chaophraya Chakri, yang kemudian menjadi Raja Rama
I, mengambil Emerald Buddha dari Vientiane ketika ia menaklukkan kota ini di tahun 1778.
Dia membangun kuil dan mengabadikan Emerald Buddha disitu sebagai simbol
kembalinya kebangsaan Siam.
Kisah sejarah dan mitos patung ini menciptakan
kepercayaan yang penting mengenai Emerald Buddha. Dipercayai bahwa patung ini
melindungi sebuah kerajaan, kota mereka atau ibukota. Jika seorang raja turun
tahta dengan paksa atau dikalahkan di suatu peperangan, Emerald Buddha akan
dirampas dan diletakkan di ibu kota pemenang peperangan. Patung ini dianggap
memiliki kekuatan spiritual dan dijadikan ikon yang sangat penting bagi rakyat
Thailand.
Tapi saya tercengang melihat Emerald Buddha
yang legendaris ini tampak begitu kecil, tingginya 66 cm, yang bertengger di
ketinggian pada sebuah panggung setinggi 9 meter yang hampir mencapai
langit-langit kuil itu. Emerald Buddha, yang diukir dari sebuah batu tunggal
jade berwarna hijau keabu-abuan, ditinggikan dari kepala pengunjung sebagai
tanda penghormatan. Anda juga musti duduk dengan kaki yang mengarah ke belakang
sebagai tanda penghormatan.
Bagi saya yang paling mengesankan dari Kuil
Emerald Buddha adalah tembok-tembok luarnya yang penuh dekorasi. Tembok-tembok
itu dihiasi
dengan lukisan-lukisan dinding dalam pemerintahan Raja Rama I yang menampilkan
adegan-adegan dari Ramakien, yang merupakan versi Thailand untuk epic Hindu,
Ramayana. Di dalam Ramakien, nama-nama, kebudayaan, alat-alat perang dan bahkan
topografinya dihubungkan dengan kerajaan Thailand. Rama yang merupakan
inkarnasi dari dewa Hindu Wisnu, di dalam Ramakien dia adalah inkarnasi dari
Buddha. Kerajaannya Ayodhya di dalam epic Ramayana digantikan dengan Ayutthaya,
ibu kota purba dari Thailand.
Sepanjang
jalanan di Bangkok, kita bisa melihat bahwa kota ini adalah surge konsumerisme.
Papan-papan iklan ada dimana-mana, besar dan terang benderang, mengiklankan
bisnis-bisnis dari Samsung hingga Toyota. Bahkan bangunan-bangunan tinggi
ditempeli dengan papan-papan iklan raksasa. Dalam satu hal iklan-iklan itu
tampak mengagumkan.
Juga di
stasiun kereta metro, anda tak bisa menjadi bosan menunggu kereta layang karena
ada banyak layar-layar iklan warna warni dengan wajah cantik para artis
menawarkan kosmetik, jus buah, dan, tentu saja, berbagai pakaian. Kelihatannya
para ‘influencers’ ini seperti mengikuti kita kemana saja seperti para pedagang
asongan di jalanan menawarkan barang dagangan mereka, dan mengejar anda kala
anda tidak memberi perhatian kepada mereka, mulai ketika anda menunggu kereta
hingga anda sampai ke tujuan. Dan, iya, bahkan di dalam kereta ada banyak layar
televise menampilkan iklan-iklan. Para artis di situ merupakan penjaja dagangan
virtual, dengan senyum lebar dan gigi putih, menari dan melompat-lompat dengan
dinamis yang mengikuti anda kemana saja, kontras dengan para pedagang asongan
jalanan dengan pakaian kusut, muka terbakar matahari, yang menawarkan barang
dengan wajah iba seakan mengemis.
Ketika
kereta layang tiba di stasiun persimpangan Siam, baiklah kita lupakan para
pedagang asongan itu, karena kita tiba di shopping mall Siam Paragon, suri
teladan (paragon) segala shopping mall. Menempati salah satu lokasi
persimpangan yang paling sibuk di kota ini, shopping mall ini mengambil
keuntungan akan lokasinya yang unggul dengan menjadi jalur penting bagi
distrik-distrik di sekitarnya. Menurut Arcadis, perusahaan yang merancang
bangunan ini, disainnya mencerminkan tingkat kemewahan yang dibayangkan team
Arcadis dengan sebuah atrium kaca yang dramatis yang berfungsi sebagai gerbang
utama ke mall ini. Mungkin prestasi terbesar arsiteknya – dan tantangannya –
adalah bagaimana mereka mengolah segi-segi sirkulasi dan tata letak shopping
mall ini.
Di dalam,
tempat ini merupakan taman-impian bagi butik-butik kelas atas yang berjejer di
lobby, mulai dari Louis Vuitton, Hermes, Chanel, diikuti oleh Fendi, Bottega
Venetta. Jendela-jendela toko didekorasi menarik dengan fashion- fashion
mutakhir dari butik tersebut, pakaian-pakaian, tas-tas, sepatu-sepatu dll. Yang
dijajakan sesuai musim, saat itu temanya adalah ‘Tahun Baru Anjing’. Jadi,
anjing-anjing hiasan dipajang bermain dengan tas, sepatu, dompet di dalam kaca
jendela toko itu. Kita bisa bilang bahwa jendela-jendela toko di situ tampak
dibuat cukup kreatif dengan sendirinya, jendela-jendela itu menghasut selera
konsumtif kita. Kita bisa lihat beberapa turis dari Tiongkok mengantri dengan
taatnya di muka pintu Louis Vuitton.
Mewah adalah
istilah meremehkan bagi shopping mall ini, karena mall ini tidak hanya diisi
oleh butik-butik kelas atas, tapi juga diisi oleh showroom bagi mobil-mobil
yang sangat mahal dan ekslusif, Rolls Royce, Aston Martin, Bentley, Lamborghini,
Maserati, Ducati dan Porsche. Mobil-mobil itu tampak sangat sempurna, namun di
dalam showroom kaca tampak seperti mobil mainan berskala besar dalam kotak
kaca. Dan para pramuniaga nampak bosan sendiri karena tidak orang yang masuk ke
dalam showroom itu.
Tapi itu
belum semua….., ada Ocean Aquarium di basement, multiplex cinemas dengan 15
layar besar, Thai Art Gallery, KidZania untuk anak-anak belajar dan bermain,
toko buku Jepang Kinokuniya, Paragon department store, sebuah super market dan tidak lupa
menyebutkan restoran-restoran kelas atas. Bahkan ada sebuah Opera Theatre di
lantai 5!
Ketika
menuruni escalator saya bisa mendengar di latar belakang lagu dari REM ‘Shiny
Happy People’:
‘Whoa, here
we go…
Everyone
around, love them, love them.
Put it in
your hands, take it, take it.
There's no
time to cry, happy, happy…’
‘Ayo, inilah
dia….
Semua orang
disekitar kita, cintailah mereka, cintailah mereka.
Taruhlah di
dalam tanganmu, ambillah, ambillah.
Tak ada
waktu untuk menangis, berbahagia, berbahagia….’
Baru-baru ini saya
mengikuti drama TV Jepang “Aibou” (Partners) sebuah drama detektif serial di internet. Dramanya cukup menarik,
seperti halnya banyak filem detektif Jepang drama serial ini memiliki alur
cerita yang kompleks, sebegitu kompleksnya hingga sulit ditelan. Nampaknya
penulis drama itu membuat jalur ceritanya kompleks agar makin misterius, membuatnya makin
sulit menebak ‘siapakah yang melakukannya’. Selain itu, kisahnya kadang
mencerminkan kebudayaan dan tradisi Jepang yang unik, seperti sikap yang menjunjung
tinggi kesempurnaan dalam perbuatan, kejujuran, kebanggaan akan profesi,
kehormatan dan pengorbanan bagi masyarakat, yang terpilin dengan tindakan kejahatan
dalam drama ini.
Namun, ketika saya sampai
di episode 9 dan 10 dari Season 11 drama ini, saya terkesiap menontonnya,
karena ceritanya didasari tradisi yang sangat aneh dan mengherankan. Saya tak
bisa membayangkan seseorang melakukan tindakan ini di dunia nyata. Namun,
mengenal bahwa drama serial ini sering memasukkan tradisi Jepang dalam ceritanya,
tindakan ini pastilah nyata, bukan fiksi.
Tindakan kejahatannya
terjadi di sebuah daerah pegunungan yang terpencil yang diselimuti hutan yang
lebat, sebuah tempat yang terasa sangat teduh dan damai hingga sulit
membayangkan sebuah kejahatan bisa terjadi di sini. Kejahatan itu terjadi
terdorong oleh sebuah praktek dari abad ke 11 yang disebut Sokushinbutsu,
sebuah tindakan memumikan diri oleh seorang biksu agar menjadi “seorang Buddha
dalam badan ini”. Di dalam praktek Sokushinbutsu sang biksu dengan sengaja
mematikan diri agar melestarikan badannya menjadi mummi, dengan kehendak
mencari nirwana.
Saya sangat penasaran
untuk mengetahui apakah yang melandasi tradisi religious ini, bagaimana sampai
bisa terjadi begini? Jadi saya menghubungi Haruki, seorang biksu yang saya
kenal, yang berdiam di Kuil Churenji di
Dewa Sanzan, distrik Yamagata. Saya mengambil perjalanan 4 jam dengan
Shinkansen dan kereta api express dari Tokyo ke stasiun terdekat di Tsuruoka. Perjalanannya
melalui daerah yang paling teduh di Jepang, melihat daerah pedalaman,
pegunungan, ditandai dengan kuil-kuil yang tersembunyi di hutan lebat. Setelah
sampai di Tsuroka saya mengambil bus ke Kuil Churenji untuk menemui Haruki,
namun karena kuil itu tidak terbuka bagi publik hari itu, kami pergi ke sebuah
warung teh di dekat situ untuk bercakap-cakap.
Aku membuka percakapan:
“Tempat yang sangat teduh di
distrik Yamagata ini dikatakan sebagai salah satu tempat yang paling indah untuk
berjalan-jalan di Jepang. Saya beruntung bisa melihat keindahan tempat ini yang
dikelilingi pegunungan diselimuti pohon-pohon cedar yang tinggi-tinggi membentuk
hutan yang lebat, yang membuat kita merasa pohon-pohon itu menjangkau ke atas
untuk memberi penampungan dan perlindungan terhadap badai. Pegunungan yang menjulang
tinggi dianggap musuh dan daerah angker bagi manusia untuk menjelajahinya, sementara
hutan memberi kita rasa damai yang luar biasa.
Jadi, saya kira kita bisa
mengerti bahwa di jaman dulu agama Shinto kuno (Koshinto) menyembah alam, yang
dikenal sebagai animisme di dunia Barat. Keindahan dan keteduhan tempat ini
sangatlah luar biasa hingga mereka menganggap setiap elemen alam ini adalah
ilahi. Gunung, lautan dan sungai semuanya adalah roh ilahi atau dewa (‘kami’
dalam Bahasa Jepang), sebagaimana halnya matahari, bulan dan Bintang Utara.
Angin dan halilintar juga adalah ‘kami’. Singkatnya Koshinto berpegangan bahwa
tidak ada di dunia atau di kosmos yang tidak memiliki energi ilahi; ‘kami’
berada di mana saja.
Gunung Yudono di mana Kuil
Churenji berada, juga dianggapsebagai
salah satu gunung yang dikeramatkan diantara 3 gunung-gunung Dewa Sanza.
Bisakah anda memberi sedikit gambaran.”
Haruki:
“Gunung-gunung memiliki
peranan penting di dalam agama di Jepang sejak jaman dulu kala. Gunung yang
tinggi dianggap angker dan berbahaya, namun mereka disembah sebagai sumber dari
sungai yang memberi kehidupan yang menyuburkan sawah dan desa-desa di bawah.
Menjulang ke langit dan seringkali tertutup oleh awan, gunung-gunung seperti
itu dianggap sebagai surga dan diperlalukan dengan kekaguman dan hormat. Tanpa
harus menjadi Shinto, semua manusia dapat memiliki kesan seperti ini tentang
gunung-gunung.
Gunung Yudono adalah salah
satu pusat dari penyembahan gunung di Dewa sanzan (“tiga gunung Dewa”) di distrik
Yamagata. Ketiga gunung itu adalah Haguro-san, Gas-san dan Yudono-san;
Haguro-san mewakili kelahiran, Gas-san mewakili kematian dan Yudono-san
mewakili kelahiran kembali, gunung-gunung itu biasanya dikunjungi sesuai urutan
itu.
Dewa Sanzan adalah pusat
dari Shugendo, suatu agama berdasarkan penyembahan gunung, campuran antara
Buddhis dan tradisi Shinto. Para penganut Shugendo, melakukan tindakan
pengorbanan diri sebagai jalan untuk mentransedensikan dunia jasmaniah.”
Aku berkata:
“ Lalu bagaimana jadinya penyembahan gunung menjadi pusat dari Sokushinbutsu,
sebuah praktek memummikan diri seorang biksu?”
Haruki:
“Sokushinbutsu adalah
salah satu praktek bertapa yang berat dari Shugendo, biksu-biksu berusaha
memelihara badan mereka menjadi mummi melalui diet yang ekstrem dan meditasi.
Para biksu percaya bahwa pencerahan dapat dicapai di dunia kini, dan mereka
percaya bahwa dengan meninggalkan suatu jejak Buddha di dunia ini dalam wujud
Sokushinbutsu, mereka dapat memberi keselamatan kepada penduduk di sini, bahkan
setelah kematian sang biksu.”
Aku berkata:
“Bagaimana mereka
melakukan mummifikasi diri itu?”
Haruki:
“Ritus mummifikasi diri
ini sangat panjang dan sangat menyakitkan. Hal ini bukanlah pengorbanan yang
sederhana dan biksu itu menghabiskan hidupnya setelah proses panjang penistaan
yang tahap akhirnya berlangsung sekitar 1000 hari. Makanan para biksu terbatas
pada apa yang bisa ditemukan di gunung, sepert kacang-kacangan, tunas tanaman,
buah berrie, kulit pohon dan jarum pinus. Bentuk makanan ini disebut
mokujikigyo, yang secara harafiah berarti “latihan memakan pohon”. Ketika sang
biksu tidak mencari makanan ia menghabiskan waktunya bertapa di gunung. Makanan
ini dimaksudkan untuk menguatkan mental, dan dari segi biologis diet yang berat
dimaksudkan untuk menghilangkan lemak, otot dan kelembaban. Efek yang diharakan
adalah mencegah pembusukan jasad setelah kematian. Sang biksu juga meminum the
beracun dari kulit pohon (toxicodendron verniculum)yang diharapkan akan mempercepat kematian dan
membuat badan menjadi lebih tidak ramah terhadap bakteri dan parasite yang akan
membusukkan jasad setelah kematian. Kulit pohon itu memiliki kadar racun yang
sama tingginya seperti di tanaman poison ivy.
Setelah itu, sang biksu
akan berhenti makan semuanya, minum sedit air asin selama 100 hari. Pada akhir
periode ini, sang biksu dianggap imannya siap untuk masuk ke ‘nyujo’ atau diam
dalam meditasi.Ketika sang biksu merasa
ajalnya mendekat, murid-muridnya akan menurunkannya ke dalam kotak pinus di bawah
lubang sedalam 3 meter berdinding batuan, liang kubur yang ukurannya hanya
cukup untuk sang biksu duduk dalam posisi lotus, posisi bertapa. Ruangan yang
kosong diisi dengan arang untuk menyerap kelembaban.
Setelah liang kubur itu
ditutup, dua pipa bambu akan ditanamkan dari atas untuk menyalurkanair minum dan menyalurkan udara untuk
ventilasi. Lonceng- lonceng diikat ke ujung bambu itu untuk sang biksu memberi
isyarat bahwa ia masih hidup. Ketika bunyi lonceng tidak lagi terdengar, pipa
bambu tersebut akan dicabut dan lubangnya ditutup.
Selama tiga tahun dan tiga
bulan, jenazah
sang biksu didiamkan di lubang bawah tanah itu. Kemudian pada akhirnya, jenazahnya
akan diangkat ke atas. Kalau tidak ditemukan pembusukan, jasad itu ditetapkan
sebagai Sokushinbutsu yang sebenarnya dan disemayamkan di altar di kuil.”
Aku berkata:
“Apakah proses ini tidak
dianggap sebagai bunuh diri?”
Haruki:
“Walapun pada permukaannya
tampak seperti bunuh diri, penganut Buddhis menganggapnya sebagai “peninggalan
badan”. Setelah memadamkan hawa nafsu dalam dirinya, sang biksu dapat masuk ke
nirwana tanpa halangan melalui proses kematian. Kematian itu adalah pengorbanan
dirinya didorong oleh rasa cinta kasih untuk kebaikan semua mahluk hidup,
misalnya ketika pandemik ganas mewabah. Namun bagaimanapun praktek ini dilarang
oleh Restorasi Meiji, ketika Shinto dipisahkan dari Buddhisme dan ditetapkan
sebagai agama resmi Jepang.”
Aku berkata:
“Bagaimana praktek
Sokushinbutsu berawal?”
Haruki:
“Praktek ini muncul di
Tiongkok diabad ke 4 dan di Jepang di awal abad ke 9. Menurut legenda Jepang,
biksu Kukai,yang juga dikenal sebagai
Kobo Daishi setelah kematiannya, memasuki meditasi yang mendalam, atau ‘samadi’
di akhir hidupnya sampai kematiannya, di gunung Koya di Selatan Osaka. Biksu
Kukai adalah pendiri Shingon, sekte marjinal Buddhisme. Tujuh puluh tahun
setelah kematiannya seorang petinggi biksu berdasarkan perintah kerajaan pergi
ke atas gunung Koya untuk membuka kuburannya dan menemukan bahwa tubuhnya masih
utuh. Menurut legenda Kukai saat itu belumlah mati melainkan masuk ke dalam
meditasi kekal dan masih hidup di gunung Koya, menunggu penampakan Maitreya,
Buddha masa depan.”
Aku berkata:
“Lalu dimanakah tubuh Kobo
Daishi disimpan? Apakah terbuka bagi publik?”
Haruki:
“Mausoleum dari Kobo
Daishi terletak di gunung Koya dan adalah tempat yang paling suci di gunung
itu. Pintu mausoleum tidak pernah dibuka kecuali setiap 50 tahun oleh uskup
agung gunung Koya untuk memotong kuku dan rambutnya dan menukar pakaiannya yang
kemudian dipakai untuk membuat amulet bagi pengikutnya. Kobo Daishi dianggap
sedang bertapa di mausoleumnya, tapi jasadnya sama sekali tidak diperlihatkan.
Jasadnya haruslah dianggap sebagai peninggalan yang mewakili “Esensi Buddha”
yang murni yang menjadi peninggalan suci serupa stupa.”
Aku berkata:
“Tapi di kuil Churenji
pengunjung dapat melihat jasad Tetsumonkai, walaupun dilarang pengambil foto.”
Haruki:
“Ya, jasad terkenal
Tetsumonkai dipertunjukkan di kuil ini duduk di altar khusus. Telapak tangannya menghadap ke
atas, ia diperagakan untuk bermeditasi terus menerus, sesuai dengan kehendaknya
ketika ia memasuki ajal 2 abad yang lalu. Jasadnya dengan tengkorak yang seakan
menyeringai diberi jubah oranye, syal berwarna ungu dan kecoklatan dan topi
keemasan, bak seorang petinggi biksu. Ia memberi bukti akan seseorang yang
berhasil dalam usahanya menjadi mummi yang dihormati.”
Aku berkata:
“Siapakah Tetsumonkai
itu?”
Haruki:
“Tetsumonkai adalah yang
paling terkenal di antara Sokushinbutsu. Dilahirkan sebagai Sunada Tetsu di
tahun 1759, dia adalah pegawai sungai yang menggali sumur-sumur dan mengirim
kayu dengan sampan, dan dikenal dengan temperamennya yang bagai badai. Suatu
hari, menurut salah satu legenda, ia menikam kaki salah seorang petugas yang
mengawasi konstruksi sungai karena ia naik pitam akan keangkuhannya. Cerita
lainnya menggambarkan ia membunuh seorang samurai ketika berkelahi
memperebutkan seorang pelacur favorit. Bagaimanapun, Tetsu melarikan diri dari
pengejaran dan bergabung dengan sekolah biarawan di Churenji di umur 20 tahunan
akhir menuju kehidupan prihatin dan kemudian ia diberi nama Tetsumonkai.
Selama hidupnya sebagai
biksu, catatan menunjukkan bahwa Tetsumonkai banyak melakukan perjalanan dan dihormati
sebagai orang suci yang dikaitkan dengan berbagai legenda. Suatu saat ketika
mengunjungi Edo, ia menyaksikan mewabahnya penyakit mata yang menimbulkan
penderitaan luar biasa. Ia lalu mencolok matanya sendiri dan mencabutnya dan
mempersembahkannya ke sungai Sumida sebagai doa bagi penyembuhan. Riset
selanjutnya menunjukkan bahwa memang mata kirinya tidak ada di mummi nya, yang
dengan suatu hal mengkonfirmasikan cerita tersebut.
Karya misionaris
Tetsumonkai berpusat di daerah Shonai, namun monument-monumennya menunjukkan bahwa karyanya
menyebar dari daerah kanto hingga Hokkaido. Dia dikenang mengumpulkan 10,000
pekerja voluntir untuk membangun jalan baru melalui sebuah gunung yang
menghubungkan pelabuhan Kamo ke Tsuroka, untuk perdagangan. Ia meninggalkan
dampak abadi bagi banyak orang saat itu. Hingga kini, ada festival-festival
berdasaran ajaran Tetsumonkai.
Namun, mungkin legenda
yang paling menarik adalah kisah lain yang berkaitan dengan mutilasi diri. Pada
suatu saat, dikatakan bahwa Tetsumonkai dikunjungi seorang pelacur, mungkin
pelacur yang sama yang ia perebutkan dengan sang samurai. Wanita itu berusaha
meyakinkan Tetsumonkai untuk kempali ke kota bersamanya, tapi ia menolak. Untuk
membuktikan keinsafannya dan dedikasi akan hidup dalam pengorbanan, dia
menghilang dan lalu kembali dengan bungkusan kecil buat wanita itu. Di dalam
nya adalah testikelnya yang penuh darah. Dia telah memotongnya.
Diceritakan bahwa
testikelnya kemudian dianggap para pelacur di sebuah border local sebagai tanda
keberungan, dan akhirnya dikirim ke kuil Nangakuji di Tsuruoka, dan kemudian
dilestarikan sebagai relik. Seakan
menambah bobot kebenaran legenda itu, memang ditemukan bahwa mummi Tetsumonkai
tidak mempunyai testikel.
Aku
berkata:
“Apakah
benar kuil itu menyimpan testikel dari Tetsumonkai?”
Haruki:
“Benar,
tapi tidak dipertunjukkan ke public. Golongan darah Tetsumonkai adalah grup B,
demikian pula golongan darah yang ditemukan di testikel yang ditemukan di
Nangakuji, menurut riset ilmiah masa lalu. Para akademisi saat itu menyimpulkan
bahwa sangat besar kemungkinan bahwa testikel yang dikeringkan itu milik
seorang yang bertahan akan siksa fisik yang ekstrim karena pelatihan meditasi
sebelum dikuburkan pada usia 71.”
Aku
berkata:
“Apakah
mummi Sokushinbutsu sama dengan mummi di Mesir?”
Haruki:
“Tubuh
para Firaun dibalsem di jaman dulu Mesir. Organ tubuh bagian dalam semuanya
dikeluarkan dan diganti dengan tanaman yang berkhasiat. Tubuhnya jadinya
hanyalah pembungkus daging kering dan tulang.
Sebaliknya,
mummi Sokushinbutsu melestarikan organ tubuh bagian dalam karena proses
pemummian berjalan ketika ia masih hidup dan organ tubuh bagian dalam dianggap
pusat energi vital. Tubuh beberapa mummi di gunung Yudono, untuk
melestarikannya dengan sempurna, kadang-kadang juga dilapisi dengan pernis
kering. Sehingga pentingnya pemujaan akan Sokushinbutsu menyiratkan bahwa mummi
itu bukan sekedar “sisa tubuh”, atau “cangkang kosong”, mummi tersebut
dianimasikan, penuh vitalitas; yang berada di bumi dan juga di kelimpahan
irwana.”
Haruki:
“Mummi
Sokusinbutsu memberi jendela yang menarik ke dalam kebudayaan Jepang kuno
melalui praktek-praktek belas kasih, kesulitan hidup, pengorbanan dan semangat
religiositas yang intens untuk mendapatkan sukma Buddha dalam daging. Konsep
Barat akan kematian fisik adalah suatu proses pemutusan kehidupan yang terjadi
dengan cepat dan parah, sedangkan konsep Timur memandang kematian sebagai suatu
proses yang bertahap.
Pemujaan
Sokushinbutsu
memelihara orang-orang suci hidup dan memberikan perspektif yang unik akan
perjuangan manusia menggapai Nirwana, sebelum dan sesudah kematian.”
THE END Wawancara ini adalah wawancara imajiner mengenai Sokushinbutsu
Banyak candi-candi dan monumen
terkenal di Bangkok terletak di tepi
sungai Chao Phraya yang mengalir melalui kota ini dan jalan terbaik untuk
mengunjungi tempat-tempat ini adalah dengan kapal atau sampan bermotor.
Kapal-kapal ini menawarkan alternatif yang menyegarkan terhadap lalulintas Bangkok yang terkenal
kemacetannya.
Wat Arun, atau Temple of
Dawn (Candi Matahari Terbit), adalah sebuah candi Buddhis (wat) yang paling
terkenal di sepanjang tepi sungai Chao Phraya. Semula saya mengacaukan nama
Temple of Dawn dengan ‘Temple of
Doom’ filemnya Indiana Jones. Sebenarnya candi ini dinamai
Temple of Dawn karena cahaya matahari yang muncul pertama kali di pagi hari
akan mencerminkan candi itu di permukaan sungai Chao Phraya yang memberikan panorama
yang indah seperti di filem. Juga,
nama Temple of Dawn diambil dari nama dewa Hindu Aruna,
penggiring Surya, matahari. ‘Arun’ dalam Bahasa Sansekerta berarti sinar dari
matahari terbit, jadi Arun sering kali dipersonafikasi sebagai sinar matahari
terbit dan menjadi simbol dari Fajar.
Ketika perperangan dengan
tentara Burma
dan Tiongkok di tahun 1760-an Kerajaan Ayutthaya hancur berantakan. Salah satu
jenderal Siam yang berperang, Phya
Taksin, memandang reruntuhan candi Wat Makok di saat
matahari terbit dari sungai Chao Phraya dan bersumpah akan membangun kembali
candi itu setelah perang berakhir.
Jenderal Phya Taksin memimpin
pembebasan Siam dari pendudukan Burma di tahun 1767, dan kemudian menyatukan
Siam ketika ia jatuh ketangan beberapa komandan perang. Sebagai raja Siam, dia lalu menetapkan
kota Thonburi sebagai ibu kota baru di dekat candi Wat Makok, karena kota
Ayutthaya sudah hancur lebur dirusak oleh penyerbu. Dia membangun kembali Wat
Makok dan menamakannya Wat Jaeng, Temple of Dawn. Candi ini sangat dihormati,
dan untuk suatu saat menyimpan relik Buddhisyang paling agung, Emerald Buddha.
Phya
Taksin kemudian ditumbangkan dan dibunuh di dalam sebuah
pemberontakan oleh seorang sahabat lama Maha Ksatriyaseuk yang kemudian
dinobatkan sebagai Raja Pama I, pendiri kerajaan Rattanakosin dan dinasti
Chakri, yang sejak saat itu berkuasa di Thailand.
Rama II memperbaiki candi
Wat Jaeng yang telah ditinggalkan sejak Phya Taksin ditumbangkan. Dia menjalankan sebuah
proyek pembangunan yang ambisius yang meninggikan pagoda utama dan merancang
kembali penampilan candi itu.Dia juga
menamakannya Wat Arun, mempertahankan tema Fajar tapi menghubungkannya dengan
India, asal muasal Buddisme. Pembangunan yang dimulai oleh Rama II diselesaikan
oleh Rama III di sekitar tahun 1857. Ini adalah candi yang kita lihat saat ini,
menjulang ke atas langit Bangkok sebagai salah satu bangunan yang paling ikonik
di Thailand.
Mempertahankan gaya
arsitektur Thai saat itu, Wat Arun penuh dengan ornamen. Pagoda yang besar di
tengah, disebut Prang, sebuah pagoda berbentukstupa, diilhami oleh tradisi arsitektur Khmer. Prang utama itu tingginya
sekitar 80 meter, diliputi dengan kulit kerang lautdan porselen berwarna. Prang ini dianggap
sebagai Prang yang paling tinggi di Thailand dan dikelilingi oleh empat Prang
kecil. Setiap sudut candi ini memiliki patung-patung dewa pelindung di ke empat
arah mata-angin. Pengelompokan ke lima Prang ini mewakili Gunung Meru, gunung
utama di dalam kosmologi Buddhis, berdasarkan
kosmologi Hindu sebagai tempat tinggal para dewa dan pusat dunia fisik dan
spiritual.
Saya sudah beberapa kali berkunjung ke Bangkok, dan ini
adalah kedua-kalinya saya berkunjung ke kuil Wat Pho. Walaupun kedua-kali,
kunjungan ini menyegarkan kenangan masa lalu tentang kuil yang mengesankan ini.
Cuaca panas dan lembab musim panas tidak menghalangi para turis untuk
berdatangan ke kuil itu di pagi itu.
Setelah melalui patung rakasasa Penjaga dari Tiongkok,
gerbang Tha Tian,saya langsung menuju
ke Kuil Reclining Buddha ( Sang Buddha Berbaring).Seperti halnya kuil-kuil yang lain, kita
harus membuka sepatu untuk masuk, dan semua pengunjung harus mengenakan pakaian
yang sopan, artinya pundak tidak terbuka atau rok mini di atas lutut. Lalu, begitu
masuk pintu masuk hal pertama yang kami temui adalah sisi kepala Sang Buddha
yang ditopang dengan lengan kanannya. Ukuran kepalanya sangat menakjubkan, dan tubuh
yang diperpanjang berbaring di sofa membuat patung ini makin mencengangkan.
Tinggi patung itu 15 meter dan panjangnya 46 meter, diselimuti daun emas yang
bersinar dengan anggun di ruangan yang agak gelap, membuat keberadaan patung
itu mendominasi seluruh ruangan itu. Kami tidak pasti berapa berat patung
raksasa itu, namun seluruh patung itu dibuat dari batu bata di tengahnya, yang
dibentuk dengan semen sebelum disepuh emas.
Mata patung itu yang berbentuk seperti ikan terbuat dari
mutiara-mutiara besar, terlihat seperti sedang merenung. Mahkota di kepala,
atau Ushnisha, melambangkan Pencerahan sang Buddha, dan titik kecil di antara
alis matanya , atau Urna, melambangkan mata ketiga, yang kemudian melambangkan pandangan
akan dunia ilahi. Telinganya yang memanjang melambangkan penolakan dengan sadar
akan dunia material guna mendapatkan pencerahan spiritual.
Setelah berjalan besama begitu banyaknya turis sepanjang 46
meter tubuhnya yang berbaring kami sampai ke kakinya, yang juga berskala
raksasa, tingginya 3 meter dan panjangnya 4.5 meter! Tapak kakinya juga
bertatahkan mutiara–mutiara besar, diukir dengan ukiran-ukiran yang menunjukkan
simbol-simbol Sang Buddha. Di tapak kakinya, ada 108 tanda-tanda keberuntungan
seperti bunga, penari, gajah putih, harimau, dan hiasan altar yang melambangkan
Sang Buddha. Di tengah kedua kakinya ada sebuah lingkaran yang melambangkan
chakra atau ‘pusat energi’. Banyak pengunjung hanyut dalam keindahan patung
emas Buddha ini dan simbolisme yang dilambangkannya.
Meskipun Sang Buddha Berbaring tampak seperti seseorang yang
lagi bersantai di sofa, hal ini sebenarnya mewakili saat-saat terakhir Sang
Buddha di dunia ketika sedang sakit. Hal ini mewakili saat ia akan masuk ke
parinirvana, nirvana setelah kematian. Ia berbaring di sisi kanannya dengan
wajah yang penuh kebahagiaan bersandar di sebuah bantal ketika ia menopang
kepalanya dengan tangan.
Guna memperingati perjalanannya ke akhirat, murid-muridnya
membangun sebuah patung dengan posisi begitu. Sekarang patung itu adalah patung
emas agung yang berada di dalam Wat Pho. Puluhan tahun kemudian, banyak versi
patung Sang Buddha Berbaring dibuat di seluruh Asia Tenggara.
Bangkok di pagi hari mungkin lebih mencerminkan Bangkok yang
sebenarnya, dan bukannya kesan turistik yang dimilikinya di siang dan malam
hari. Hal itu tidaklah mengherankan, sebagian besar turis mencari tempat-tempat
yang menarik di siang hari dan hiburan di malam hari. Tak banyak turis yang mau
bangun pagi sekali untuk melihat penduduk Bangkok berbenah dan bergegas pergi
ke tempat kerja, untuk menghindari kemacetan di jalan.
Lebih sedikit lagi turis yang bangun sebelum jam 6 pagi
untuk melihat para biksu turun ke jalanan untuk menerima sedekah makanan untuk
hari itu. Saya kebetulan bangun pagi di suatu hari dan pergi dengan kamera saya
untuk melihat jalanan di pagi hari dan mengunjungi kuil Wat That Thong di pusat
kota Bangkok, daerah Ekkamai, yang tidak termasuk di dalam itinerary kebanyakan
turis.
Di jalanan dan di kuil Wat That Thong, saya melihat banyak
biksu dengan jubah oranye berjalan-jalan dengan sebuah mangkok besar di tangan.
Berdasarkan tradisi Buddhis Theravada, para biksu bangun pagi jam 4, lalu
berdoa ke Buddha dan bermeditasi, lalu sarapan pagi yang ringan. Kemudian
mereka turun kejalanan untuk mendapatkan sedekah makanan di daerah itu, kembali
ke biara dan makan bersama sebelum tengah hari.
Para ibu telah terbiasa memasak makanan buat para biksu dan
memberi sedekah sejak awal terbitnya Buddhisme lebih dari 2,500 tahun yang
lalu. Khususnya, pemberian makan sedekah ini adalah tradisi Buddhis Theravada,
yang merupakan mayoritas di Thailand, Kamboja, Myanmar, Sri Lanka dan Laos.
Dengan memberi makan kepada biksu setiap hari, para umatnya akan memperdalam
imannya, dan dengan berbuat demikian akan berguna untuk bagi santapan rohani
mereka.
Jadi, pada hari itu saya berkenan untuk memberi sedekah
makanan buat biksu-biksu, tapi kita harus ingat bahwa sebagian besar
biksu-biksu itu adalah vegetarian. Makanannya sebaiknya sederhana saja, karena
para biksu pada umumnya harus memakan makanan apa saja yang diberikan kepada
mereka. Tapi makanan ini bukanlah ‘sedekah’ dalam pandangan dunia Barat. Hal ini
lebih merupakan hubungan simbolis akan realitas spiritual dan untuk menunjukan
kerendahan hati dan penghormatan di tengah masyarakat yang sekular. Memang,
yang terbaik adalah makanan dari dapur kita, karena tujuannya bukanlah sekedar
memberi makan kepada para biksu tapi juga untuk menunjukkan ketanpa-pamrihan
pemberi dan komitmen terhadap kepercayaan. Hal ini adalah tugas duniawi para
awam, guna memelihara hubungan langsung dengan sang Buddha.
Musik populer Korea atau K-Pop sudah menjadi fenomena global
yang menampilkan campuran melodi-melodi yang menarik, koreografi yang luwes dan
efek-efek panggung. Suksesnya K-pop juga ditunjang oleh penyanyi-penyanyi yang
menawan yang belajar dan berlatih selama bertahun-tahun di studio yang sangat
meletihkan guna menyanyi dan berdansa dengan sinkronisasi yang sempurna.
Lagu-lagunya biasanya berisi salah satu atau campuran dari music pop, rock, hip
hop, R&B dan music elektronik.
Di bulan Oktober, ‘Hi Seoul Festival berlangsung di
Gwanghwamun Square. Festival ini adalah pertunjukan kesenian yang besar untuk
mempromosikan kesatuan internasional dengan memungkinkan orang-orang
berkomunikasi melalui music dan pertunjukan-pertunjukan non verbal, melampaui
batas-batas bahasa, ras dan usia. Ratusan pertunjukan-pertunjukan diperagakan
oleh team-team dari seluruh dunia selama festival seminggu ini.
Salah satu pertunjukannya adalah tentulah Pop band. Musik
pop Korea sudah berada di Korea untuk beberapa waktu, tapi baru sekitar 10
tahun belakangan ini K-pop memasuki dunia musik mainstream. Muda-mudi Korea
menyukai K-Pop bands dan berbangga bahwa K-pop mulai dihargai di taraf
internasional.
Aku datang langsung dari airport Incheon menuju kantor pusat
yang baru dari SM Entertainment di daerah Cheongdam-dong di Seoul untuk
berjumpa dengan aktris dan penyanyi yang sangat populer, Sulli. Sebenarnya aku tercengang
mendapatkan tugas mewawancarai bintang ini, berhubung publikasi kami biasanya
tidak mencakup artikel-artikel tabloid seperti ini. Tapi, hei, jaman berganti
dan kita musti beradaptasi dengan jaman dong.
Bagaimanapun, akan sangat menggairahkan untuk bisa bertemu
dengan para selebritis di episenter industry K-Pop, penggerak “Hallyu” atau
“Gelombang Korea”. Kalau untung aku bisa menjenguk BoA, TVXQ, Super Junior,
SNSD,Shinee, f(x), EXO, Girls’
Generation, dll. Ikuti saja suara jeritan para fans dan aku akan dapat
menemukannya.
Sulli nampak sebagai seorang gadis yang berperilaku
sederhana, terlalu sederhana bagi persona panggungnya. Berpakaian seperti
seorang gadis-gadis Korea biasanya, kuning dengan sulaman bunga yang
melekatke roknya, seakan ia akan pergi
ke pesta perkawinan. Senyumannya manis, yang ia tutupi dengan tangan kalau
tertawa, seperti gadis ABG pemalu yang betemu dengan cowok keren. Sangat
berbeda dengan caranya berpakaian dan bergoyang di panggung, di dalam video
klip ataupun sebagai pecandu narkoba yang diperankannya di filem terbarunya.
Kulitnya seputih susu, seperti gadis-gadis Korea pada
umumnya, rambutnya dicat pirang kemerahjambuan, seperti selebritis Korea
lainnya. Matanya keliatan rada sembab seperti yang bisa kita lihat di banyak
foto-fotonya dan di Instagram, kelopak mata bawahnya yang sembab itu agak
kehitaman, mungkin karena dipoles kosmetik, aku tidak pasti.
Bagaimanapun, sangat menyenangkan untuk bertemu dengannya,
dia sangat bersahabat dan santai, tidak ada tingkah ‘diva’ dalam kelakuannya.
Juga tidak tampak seperti Sulli gadis yang kontroversial yang menggemparkan sosial
media dengan penampilannya dan pernyataan-pernyataannya, melainkan dia
berbicara dengan lemah lembut dan sering tersenyum dan tertawa.
Kemudian, setelah tegur sapa, aku langsung menelusuri check
list yang kupersiapkan, dengan tidak membuang waktu:
“Sulli, anda memulai karir anda sebagai trainee di umur sangat
muda belia 11 tahun di tahun 2004, dan lalu memerankan Putri Seonhwa dari Silla
di filem drama Ballad of Seodong. Selanjutnya, sebagai aktris muda anda bermain
di dalam filem drama seperti ‘Vacation’, ‘Punch Lady’, ‘Babo’. Kemudian anda
berdebut dengan group gadis penyanyi f(x), sementara itu anda meneruskan karir
akting anda danmencapai puncaknya di
drama televisi serial ‘To the Beautiful You’. Di dalam drama serial ini anda
mendapat penghargaan New Star Award di tahun 2012 untuk peran anda sebagai
gadis yang menyamar sebagai laki-laki agar bisa bertemu idola atletik, yang
diperankan Choi Minho dari Shinee. Apa yang saya bisa katakan, karir yang
sangat mengkagumkan, Sulli, anda pastinya mendapat beban yang sangat berat
untuk meraih semua itu saat usia muda.”
Sulli:
“Saya kira karena saya aktif semenjak masih muda belia, tak
banyak orang yang menganggap saya sebagai anak belia. Ada banyak saat-saat yang
menakutkan. Jika mereka menyuruh saya sesuatu, saya turuti saja, saya bahkan
tidak mengetahui mengapa saya harus begitu. Pada suatu saat, saya mulai
berpikir, ‘Mengapa saya harus melakukan ini?’ Saya tidak merasa hal ini sesuai
bagi saya. Saya berada dalam banyak tekanan. Saya sering merasa ketakutan.”
Aku berkata:
“Anda meninggalkan group gadis penyanyi f(x) di tahun 2014,
diberitakan karena kelelahan mental dan fisik dan agar anda bisa focus di karir
akting anda. Apa yang sebenarnya terjadi…?”
Sulli:
“Waktu itu saya berjuang melawan intimidasi internet, dan
berjuang melawan gangguan kepanikan, fobia sosial selama seluruh kehidupan
saya….. Saya mengalami gangguan kepanikan sejak usia belia. Ada saat saat
ketika orang-orang terdekat saya…. Teman-teman dekat saya meninggalkan saya.
Orang-orang melukai saya, jadi segalanya runtuh. Saya tidak merasa sebagai
seorang yang memiliki seorangpun yang berpihak di sisi saya atau seorang yang
mengerti keadaan saya.Jadi karena itu
saya rubuh. Saya ketakutan dan tak pasti akan masa depan saya, jadi saya rasa saya
berusaha melindungi diri saya sejauh mungkin. Saya berusaha melindungi diri
saya, jadi ada rasa mendesak. Tidak ada orang yang mendengar saya ketika saya
menjalani masa sulit. Saya merasa saya dibiarkan sendiri di dunia.”
Aku berkata:
“Ada juga gossip yang mengatakan bahwa anda menarik diri
dari dunia entertainmen karena tekanan gossip mengenai hubungan anda dengan
Choiza dari Dynamic Duo. Kalian berdua kemudian mengkonfirmasikan hubungan
kalian. Perbedaan usia 14 tahun antara anda yang ketika itu 20 tahun dan juga
kesan akan Choiza yang kasar dan berandal menhancurkan image pop idol anda yang
imut-imut – yang menimbulkan kemarahan para fans anda. Apakah Choiza adalah
tipe ideal anda?”
Sulli:
“Tipe ideal saya adalah seorang yang bisa diandalkan, yang
tidak bertingkah manis selalu dan mendengar apa saja yang saya katakan. Akan
baik jika ia selalu berada di tempat yang sama.Dan ia harus berambut lurus, pakaiannya rapi, seksi, dan seorang
bermartabat dan berpikiran terbuka.”
Aku berkata:
“Dan Choiza berkata di sebuah wawancara bahwa tipe idealnya
bukanlah wanita yang cantik atau muda. Dia tidak pernah tertarik kepada wanita
yang cantik dan muda, namun dia berpacaran dengan intim dengan anda, Sulli.
Anda berdua banyak persamaan. Dia juga berkata bahwa dia mengambil inspirasi
dari hubungannya dengan anda. Dia bilang, adalah benar bahwa beberapa kenangan
terpatri di lagu-lagunya. Salah satu lagu yang ditulisnya saat berhubungan
dengan anda adalah ‘Eat, Do It, Sleep’ menerima banyak kritikan dari pemirsa
Korea karena liriknya yang seksual dan sugestif, dan banyak orang menganggap
bahwa lagu itu tentang anda.”
Sulli:
“Waktu itu saya biasanya mengunggah gambar-gambar dari
kencan-kencan kami. Namun ketika saya mengunggah salah satu gambar ciuman kami,
para haters menyerbu Instagram saya, berkata ‘Apakah anda harus mengunggah
gambar ini?’, ‘Cepatlah kawin. Keliatannya kamu harus begitu.’
Tapi saya mengacuhkan apa yang mereka bilang. Saya sedang
jatuh cinta dan saya ingin menunjukkannya. Mengapa saya tidak boleh menampilkan
foto kami berciuman di Instagram?”
Aku berkata:
“Anda banyak disemprot hujatan untuk unggahan-unggahan anda
di Instagram, yang dianggap banyak orang terlalu seronok. Di dalam beberapa
foto anda, anda mengenakan pakaian dalam yang tipis, no bra, yang menonjolkan
puting anda. Komentar-komentar apa yang anda terima dari para netizens tentang
foto-foto ini?”
Sulli:
“ Bunyinya seperti, ‘Apakah kecantikan Sulli itu asli?’,
‘Kecantikan yang tercela’, ‘Aku tak bisa berhenti melihat walaupun aku berusaha
untuk tidak melihat’, ‘Dia adalah figur publik. Apakah dia tidak bisa sedikit
menahan diri?’ , ‘Kamu sangat ingin bertelanjang, hah?’, ‘Siapa sih yang
berbuat begini? Siapa yang mengambil foto begini dan mempostingkannya?’, dan
banyak lagi….”
Aku berkata:
“Di dalam Reality TV show Night of Hate Comments, di mana
selebritis Korea berkumpul untuk membahas hujatan-hujatan di dunia maya dengan
cara membacakan dan mendiskusikan komentar-komentar yang menghujat, anda bisa berbicara
dengan tertawa ringan mengatakan bahwa anda duduk di show itu tanpa menggunakan
bra. Mengapa anda memilih pakaia tanpa bra?”
Sulli:
“Itu adalah kebebasan individual. Bra tidak baik bagi
kesehatan, karena ada kawatnya, bra tidak baik buat organ pencernaan, dan saya
ada masalah dengan pencernaan makan. Karena lebih leluasa untuk tidak
memakainya, saya tidak memakai bra. Saya rasa dengan begini rasanya lebih bebas
dan cantik.Saya juga menganggap bra
sebagai asesori. Bra cocok untuk beberapa jenis pakaian dan kalau ada pakaian
yang kelihatan tidak bagus kalau pakai bra, maka saya tidak memakainya.Ketika pertama kali saya posting foto no bra
saya, muncul banyak percakapan tentang hal itu. Saya ketakutan dan ingin
bersembunyi, namun saya tidak bersembunyi karena saya ingin merubah pandangan
masyarakat tentang hal itu. Dalam hati saya juga ingin berkata ‘Ini bukan
masalah besar’. Saya mendengar bahwa kini semakin banyak orang pergi keluar
tanpa mengenakan bra.”
Aku berkata:
“Apakah anda mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan terhadap
orang-orang yang menulis komentar-komentar yang menghujat anda?”
Suli:
“Ada, saya mengadukan seseorang ke pengadilan pidana. Tapi,
saya kemudian mengetahui bahwa orang itu akan masuk ke perguruan tinggi
terkenal dan usianya sama dengan saya. Kalau saya tidak bertindak lunak
terhadap seseorang yang akan masuk perguruan tinggi yang bagus itu, orang itu nantinya
akan menjadi bekas narapidana. Orang itu akan mendapatkan masalah ketika
mencari pekerjaan. Saya menerima surat yang panjang dari pemberi komentar menghujat
itu. Katanya dia menyesal dan tidak menyadari bahwa hal ini menjadi hal yang
besar, dan ingin melampiaskan stressnya pada saya. Saya merasa segan
menjebloskan sesorang seusia saya yang nantinya menjadi bekas narapidana dan saya
memutuskan untuk bersikap lunak kepadanya.Tapi, kalau saya harus mengajukan pengaduan lagi, saya tidak akan
bersikap lunak …… (tertawa, menutupinya dengan tangan).”
Aku berkata:
“Kontroversi lainnya yang anda timbulkan adalah tentang
komentar ada mengenai pembatalan undang-undang anti aborsi di Korea Selatan.
Pada tanggal 11 April 2019 pemerintah menganggap undang-undang anti aborsi yang
telah berumur 66 tahun sebagai tidak konstitusional. Undang-undang anti aborsi
ini membikin perbuatan aborsi sebagai kejahatan kiriminal dan dapat dihukum sampai
2 tahun penjara.”
Sulli:
“Pada hari itu, saya mempostingkan sebuah foto bunga-bunga
di Instagram dan mengatakan,‘Perundangan
aborsi sebagai kejahatan telah dibatalkan. Ini adalah hari yang patut
dihormati. Berilah pilihan kepada semua wanita.”
Aku berkata:
“Mempertimbangkan bahwa isu aborsi itu selalu kontroversial,
ada baiknya bagi para selebritis untuk mungkin lebih menahan diri dalam
menunjukan perasaan anda. Walaupun isu ini bukanlah isu yang asing bagi dunia
Barat, kepercayaan Korea yang konservatif dan kebudayaannya menyebabkan anda dicaci-maki
oleh publik.”
Sulli:
“Maaf, saya tidak ingin memberi
komentar lebih lanjut tentang pendirian saya mengenai masalah ini.”
Aku berkata:
“Ada orang-orang yang mencurigai anda menggunakan obat bius
setelah melihat foto-foto Instagram anda, dimana pupil mata anda meredup.
Apakah betul?”
Sulli:
“Ada orang-orang yang mengunggah foto-foto untuk membandingkan
pupil mata saya dengan foto-foto orang-orang yang benar-benar pencandu obat
bius. Saya bermain di filem berjudul ‘Real’ dan ada adegan yang menunjukkan
penggunaaan obat bius disitu. Saya banyak melakukan riset waktu itu dan menonton
5 filem-filem tentang obat bius dalam satu hari. Lalu, teman saya bilang:’
Apakah kamu Heath Ledger atau sebangsa itu?’ Saya bilang ‘Apakah saya tidak
boleh berakting secara metodologis juga? Saya mempelajari ini agar saya bisa
berakting dengan baik.’ Saya bisa ambil sehelai rambut saya sekarang untuk
ditest apakah saya menggunakan obat bius.”
Aku berkata:
“Benar, pemeriksaan sel rambut adalah satu-satunya test
narkoba yang bisa memeriksa pemakaian narkoba 90 hari sebelumnya. Tapi anda
telah mencat rambut anda dan alismata…”
Sully:
“Kalau begitu saya ambil bulu kaki saya…. (tertawa,
menutupinya dengan tangan). Saya tidak melakukan sesuatu yang illegal, saya
bertindak bebas di dalam pagar-pagar hukum.”
Aku berkata:
“Anda menyebut filem ‘Real’, yang anda bintangi dengan aktor
papan atas Kim Soo Hyun di tahun 2017, tapi filem itu sebenarnya gagal di box
office. Menurut anda mengapa menjadi seperti itu?”
Sulli:
“ Plotnya yang rumit dan liku-likunya sulit dimengerti dan
segala usahanya untuk mempesona para penonton gagal. Dalam kata-kata Kim Soo
Hyun, filem itu sebenarnya bukanlah jenis filem yang orang-orang akan langsung
menyukainya, jadi butuh waktu untuk menyerapinya. Tapi ulasan-ulasan para
kritikus sangat melecehkan hingga membuat Kim Soo Hyun berlinang air mata waktu
berpidato pada event promosi filem itu. Tapi air matanya tidak lama, dia dengan
cepat menguasai dirinya dan menyelesaikan pidatonya.”
Aku berkata:
“Sebetulnya, adegan kematian anda di bak mandi karena
overdosis dalam pelukan Kim Soo Hyun cukup menyentuh dan berkesan.
Adegan-adegan yang anda mainkan di filem ini tidaklah banyak tapi mendapat
komentar-komentar yang baik dari penggemar-penggemar anda. Jadi walaupun ‘Real’
banyak mendapat komentar negatif, anda berhasil memerankan suatu peranan yang
tidak konvensional dan penuh risiko, yang telah membuka berbagai pintu-pintu
bagi karir akting anda.
Tapi, entah bagaimana adegan yang menjadi viral adalah
adegan permainan seks anda dengan Kim Soo Hyun yang eksplisit, buah dada anda
yang bugil nampak disana, apakah adegan ini benar-benar perlu untuk cerita
filem itu?”
Sulli:
“Ya, adegan-adegan seks yang explisit itu perlu bagi cerita
filem itu. Saya pikir adegan itu tidaklah mudah. Adegan itu sangat menantang
saya, dari segi akting dan dari segi lain. Adegan itu sukar dan saya membuat
saya sangat khawatir, tapi hal itu menyenangkan. Saya rasa saya punya banyak
ambisi dalam berakting. Hal itu berkembang ketika saya bermain di filem ini.
Saya merasa meraih suatu prestasi ketika bermain di filem itu.”
Aku berkata:
“Setelah anda meninggalkan group
gadis penyanyi f(x) di tahun 2014 untuk beristirahat, karena keadaan anda yang lelah
mental dan fisik dari komentar-komentar menghujat terus menerus dan
gossip-gossip palsu, di tahun 2017 anda memperbaharui kontrak anda dengan SM
Entertainment untuk beberapa filem-filem dan program lainnya. Lalu di tahun
2019 anda kembali ke dunia K-Pop idol, berdebut solo dengan single album Music
Video berjudul ‘Goblin’. Anda membantu menulis lirik dari tiga lagu-lagu
disini.
Lagu ‘Goblin’ bercerita tentang
monolog internal seorang wanita, yang anda perankan, bercakap-cakap dengan tiga
kepribadian, yang satu baik, yang satu lainnya buruk dan yang ketiga adalah diri
anda sendiri yang normal. Mereka bercakap-cakap agar mereka dapat diterima oleh
wanita itu karena dia memiliki gangguan mental menghadapi realitas. Dengan
segala kontroversi yang menyangkut anda belakangan ini, orang-orang dengan
mudah menganggap bahwa lagu ini memang berbicara tentang anda dan pengalaman
anda.”
Sulli:
“Ketiga kepribadian itu bukanlah monster atau goblin, dan
wanita itu bahkan menghibur mereka dengan berkata ‘janganlah takut, saya hanya
ingin bilang: hai.’ (bersenandung lagu
itu)…. Janganlah terlalu kejam pada saya, saya bukanlah orang jahat (mencoba
tersenyum di dalam kesenduannya). Janganlah salah mengerti.
Tahukah anda, nama saya Sulli, Sul berarti salju, dan Li
berarti bunga dari pohon Callery pear yang berasal dari China dan Vietnam,
bunganya putih kecil-kecil dengan 5 daun bunga, jadi saya mungkin akan ber-reinkarnasi
menjadi bunga yang walaupun kecil, memiliki vitalitas penuh.”
Aku berkata:
“Terima kasih Sulli buat wawancara yang menarik ini, tapi
saya ada permintaan terakhir, bolehkah….ehm…. saya memeluk anda…?”
Sulli bilang “Tentu saja” dengan senyum manis dan meraih
untuk memeluk. Wanginya seperti aroma mawar
dari parfum ‘Romance’ dari Ralph Lauren……
TAMAT
Ini adalah wawancara imajiner untuk mengenang Sulli.