Cari Blog Ini

Sabtu, 28 Maret 2020

Seoul, di Gwanghwamun Square


Berjalan dari Gwanghwamun gate (istana Gyeongbokgung) menuju kota, saya melihat ada sebuah avenue yang asyik dan gembira. Avenue ini dikelilingi Gedung-gedung tinggi, dan dinamakan Gwanghwamun Square. Mengamati avenue ini, lalu saya teringat inilah lokasi dari filem action Iris, filem serial drama TV yang popular di Korea, dimana aksi kejar-kejaran yang mendebarkan, dan perkelahian terjadi. Kim Hyeon-jun (Lee Byung-hun) dan Kim Sun-hwa (Kim So-yeon) berada di Gwanghwamun Square untuk mencari bom yang ditanam oleh teroris disini di episode 17.

Avenue yang menuju istana sudah ada sejak Seoul menjadi ibukota Korea. Avenue in lebar buat perjalanan raja dan romobongannya dari istana ke tujuan lainnya. Di abad ke 20 avenue itu masih lebar, dengan 16 jalur mobil, namun di tahun 2009 Pemerintah memutuskan untuk membuat lapangan nasional dengan mengubah 10 jalur menjadi lapangan untuk publik untuk bergembira dan bersosialisasi. Demikianlah terjadinya Gwanghwamun Square.

Di tengah lapangan ini berdirilah patung dari Raja Sejong yang Agung, raja ke-empat dan yang paling dihormati dari dinasti Joeseon dan pencipta Hangeul, alphabet Korea. Kebetulan saya melihat filem The King’s Letters di penerbangan dengan Asiana, sebuah filem sejarah yang menggambarkan Raja Sejong mengambil risiko mempertaruhkan reputasinya untuk menciptakan Hangeul, alphabet Korea bagi rakyatnya. Filem itu cukup menarik untuk ditonton, menimbang topic yang membosankan dan akademis tentang pembentukan bahasa Korea tertulis. Pastilah tidak mudah membuat filem yang menarik dari topic yang demikian.

Lebih jauh, terdapat patung Admiral Yi Shun-shin, komandan angkatan laut yang terkenal akan kejayaannya terhadap angkatan laut Jepang ketika penyerbuan Jepang ke Korea (1592-1598) dan seorang pahlawan bagi rakyat Korea. Di depan patung itu terdapat miniature kapal kura-kura yang dibuat sang Admiral, dan disetiap pojok ada gendang yang dipakai untuk meningkatkan moral para prajurit menuju medan perang.

Pada bulan Oktober itu, ‘Hi Seoul Festival’ sedang berlangsung di Gwanghwamun Square. Festival itu adalah festival besar tahunan bagi pertunjukan kesenian untuk mempromosikan kebersatuan international dengan memungkinkan orang-orang berkomunikasi melalui music dan pertunjukan non-verbal, melampaui batas-batas bahasa, ras dan usia. Ratusan pertunjukan dari kelompok-kelompok dari seluruh dunia dipanggungkan selama seminggu festival ini.

Namun, festival ini bukan hanya perayaan. Berhubung tragedy kapal Sewol baru terjadi beberapa bulan sebelumnya, ada kenangan bagi korban-korban tenggelamnya kapal itu dipertunjukan disana. Ada poster-poster yang menggambarkan kesedihan orang tua, kawan dan saudara-saudara para korban, beberapa poster menunjukan kemarahan atas cara pemerintah menangani tragedi ini.

Dari ke 476 penumpang dan awak kapal, 304 meninggal di kecelakaan itu, yang terbanyak adalah para pelajar sekitar 250 orang dari SMA Danwon, kota Ansan. Tenggelamnya kapal MV Sewol menimbulkan reaksi sosial dan politik yang meluas di Korea Selatan. Banyak orang mengkritik kapten dan sebagian besar awak kapalnya. Juga dikritik operator kapal ferry itu dan pemerintah yang mengawasi operasi kapal itu, termasuk pemerintahan presiden Park Geun-hye akan tindakannya untuk mengendalikan bencana itu.

TAMAT
Sumber: Wikipedia






Tidak ada komentar:

Posting Komentar