Cari Blog Ini

Jumat, 06 Maret 2020

Seoul, di Istana Gyeongbokgung



Ketika saya memasuki ruang pertemuan utama dari Istana Gyeongbokgung, saya menatap ke langit-langit dan saya takjub melihat ornamen warna warni, merah, biru dan hijau, yang berbunga-bunga di bagian sudut-sudut atap.  Saya bisa melihat gambaran agung dari naga-naga di langit-langit itu, menunjukan dua ekor naga kuning terbang di langit. Di dalam tradisi Timur, warna kuning diasosiasikan dengan lokasi sentral, jadi kuning adalah warna pusat kekekuasaan.

Sejak jaman dulu naga-naga adalah bagian dari mitologi Timur, dan juga simbol utama bagi kekuasaan dan martabat raja. Naga yang terbang ke angkasa melambangkan yang diharapkan agar seorang yang bijaksana akan naik takhta. Hal ini berasal dari mitologi dimana seekor naga yang sudah lama disembunyikan di laut bangkit dan terbang ke atas menuju langit.  Jadi naga-naga terbang yang digambarkan di langit-langit, dan juga yang di kanopi di atas takhta raja melambangkan posisi sentral raja, dari mana ia memerintah dunia sekitarnya dengan kekuasaan dan martabat.

Berjalan sekeliling situ, saya juga melihat banyak lagi figur hewan-hewan di istana itu, hewan-hewan ini merupakan simbol keberuntungan yang menandakan panjang umur, kedamaian dan kesejahteraan, dan kebahagiaan. Termasuk diantaranya qilin, gajah, rusa, dan bangau terpatri di ruang pertemuan dari Istana Gyeongbokgung. Ada pula hewan-hewan yang diaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat dan menghindarkan ketidakberuntungan. Diantaranya adalah cheollok yang terlihat di jembatan Yeongjegyo di Istana itu, ketika roh-roh jahat atau orang jahat menyeberangi jembatan itu, hewan-hewan mitologis ini menyerang dan mengusir mereka.

Raja Taejo, raja pertama dan pendiri dinasti Joseon, di tahun 1392 memutuskan untuk memindahkan pemerintahan ke Hanyang (Seoul sekarang) di tahun ketiga pemerintahannya, dan memulai pembangunan Istana Gyeongbokgung di tahun 1394. Lokasinya dikelilingi 4 gunung, gunung Bugaksan di sebelah Utara, gunung Namsan di Selatan, gunung Naksan di Timur dan gunung Imwangsan di Barat. Tata letak gunung-gunung ini dipercayai akan member fengshui yang bagus bagi Gyeongbokgung.

Pembangunan dari istana mulai di bulan Desember 1394 dibawah pengawasan Jeong Do-jeon, seorang menteri pemerintahan yang berpengaruh, dan rekannya Sim Deokpu. Jeong Do-jeon yang juga adalah sarjana Confusius yang terkemuka, merancang istana itu mencerminkan filosofi dari Confusianisme. Dia ingin merefleksikan prinsip-prinsip dinasti Joseon berdasarkan idealisme Confusius. Menurut  Confusianisme seseorang haruslah melatih jiwa dan badannya sebelum dia bisa mengajar orang lain dan memerintah dunia.

Karenanya Jong Do-jeon menyarankan bahwa istana itu janganlah menjadi simbol kedaulatan kekuasaan, tapi sebuah tempat dimana raja mengolah jiwanya dan memerintah rakyatnya dengan bantuan pegawai pemerintah yang baik. Dia ingin membangun istana yang bukannya megah atau menawan, tapi rada sederhana dan anggun. Membangun istana yang mewah bukanlah salah satu nilai dari Confusianisme.

Jong Do-jeon also gave name to the palace Gyeongbokgung, which means the ‘Palace of Shining Blessings’. ‘Gyongbok’ is a word borrowed from one of the Confucian scriptures which means ‘to enjoy good fortune and prosper’. The word ‘gung’ means palace, so ‘Gyeongbokgung’ suggested good wishes to the new dynasty.

Jong Do-jeon juga memberi nama istana itu Gyeongbokgung, yang berarti ‘Istana dengan Rahmat bersinar’. ‘Gyongbok’ adalah kata yang diambil dari salah satu kitab Confucius yang berarti ‘nikmati keberuntungan dan makmur.’ Kata ‘gung’ berarti istana, jadi ‘Gyeongbokgung’ menyarankan harapan baik bagi dinasti yang baru.

TAMAT

Sumber: kto.visitkorea.or.kr ; https://artsandculture.google.com/theme/animals-in-the-palaces/xQIy6nRWUZs6JA?hl=en ;







Tidak ada komentar:

Posting Komentar