Sekitar
8 km sebelah barat Lhasa, kita dapat menemukan vihara Drepung yang terletak di
lereng Gunung Gephel. Di sekitar vihara ini kita akan melihat banyak rumah dan
bangunan berdinding dan beratap putih bertebaran di sepanjang bukit. Karena itu
vihara ini juga disebut vihara “tumpukan padi”.
Dalam perjalanan menuju vihara kita dapat
melihat lukisan batu besar di atas bukit yang seperti menggambarkan seorang
dewa. Ini adalah lukisan Tsong Kha Pa, pendiri
aliran pemikiran Gelug. Dalam tradisi ini, risalah klasik India dipelajari
dengan sangat rinci dengan menggunakan metode dialektis.
Vihara
Drepung didirikan pada tahun 1416 oleh Jamyang Choge Tashi Palden, salah satu
murid utama Tsong Kha Pa dan juga dikenal sebagai Dalai
Lama kedua. Drepung adalah vihara terbesar di dunia, dan menampung sekitar
7.700 biksu di masa kejayaannya. Secara historis, Drepung pernah menjadi pusat
kekuasaan politik dan agama di Tibet, sebelum Istana Potala dibangun, sebagian
disebabkan karena Drepung adalah pusat utama sekolah Gelug. Pada tahun 1530,
Dalai Lama kedua membangun istananya di sini, yang dikenal sebagai Istana
Ganden, yang digunakan sampai Istana Potala dibangun.
Kompleks
vihara Drepung adalah besar, dan jika kita ingin mengunjungi semua bangunan
utama, akan memakan waktu seharian. Sebagian besar pengunjung memilih bangunan
yang paling penting, seperti Aula Pertemuan Utama, Istana Ganden dan beberapa
kapel di dekatnya.
Aula Pertemuan Utama (Tsogchen) adalah struktur terbesar di
kompleks dan paling mengesankan. Aula Pertemuan Utama ini adalah bangunan 3 lantai
dengan teras besar yang menghadap ke kota Lhasa dan lembah. Patung utama di
sana adalah Buddha Maitreya (Masa Depan) setinggi 3 lantai. Selain itu, ada
patung Shakyamuni Buddha (Siddhārtha Gautama), Tsong Kha Pa, Dalai Lama ke-13 dan para pelindung
di kapel- kapel.
Baris
tengah Aula Pertemuan Utama berisi stupa suci untuk Dalai
Lama ke-3; bagian utara berisi stupa suci untuk Dalai Lama ke-4; dan yang
selatan berisi stupa suci untuk Chilai Gyamco.
Dalam perjalanan menuju Vatican, kami melihat
sebuah bangunan bulat besar yang menyerupai kue tart coklat, di tepi sungai
Tiber. Bangunan ini adalah Castel Sant’Angelo, yang juga dijuluki ‘Kue
Perkawinan’ oleh penduduk lokal karena bentuknya yang menyerupai kue. Sekarang
bangunan ini berfungsi sebagai museum dan memiliki sejarah panjang yang bermula
dari jaman Roma kuno. Mula-mula bangunan ini adalah kuburan dari Kaisar Hadrian
di tahun 138, lalu menjadi benteng pertahanan di tahun 401, dan lalu berfungsi
juga sebagai penjara selama berabad-abad. Di antara narapidananya ada pematung Benvenuto
Cellini yang dituduh atas kejahatan sodomi; filsuf Giordano Bruno, yang dihukum
mati karna murtad terhadap gereja; Giuseppe Balsamo, dikenal sebagai dukun
palsu; Beatrice Cenci, wanita terhormat yang dihukum mati atas tuduhan membunuh
ayahnya yang kasar. Penjara ini juga menjadi panggung drama untuk lakon ketiga
dari opera Tosca karya Giacomo Puccini. Dalam lakon tragis ini, Tosca, yang
hancur hati atas kematian kekasihnya, melompat dari dinding penjara menuju
kematian untuk menghindari penangkapan oleh musuhnya.
Di puncak bangunan ini kita bisa melihat
patung malaikat yang menggenggam pedang tapi bukan dengan posisi menantang,
melainkan malaikat ini digambarkan menurunkan pedangnya untuk disarungkan
kembali. Mengapa demikian? Menurut legenda, di akhir abad ke 6, ada pandemi
yang sangat dahsyat yang melanda daerah ini, ribuan orang sakit dan mayat-mayat
bertumpuk di jalanan. Penyakit ini merambat ke Utara sampai ke Denmark dan ke
Barat ke Irlandia, lalu ke Afrika, Timur Tengah dan Asia Kecil.
Paus Gregory lalu memimpin prosesi melalui
kota ini, berdoa ke Tuhan untuk menyelamatkan orang-orang yang masih
hidup.Menatap ke kuburan tua Kaisar
Hadrian, yang sudah lama jatuh tak terpakai dan runtuh, Paus Gregory mendapat
penglihatan akan sebentuk bersinar di atas kuburan besar itu. Ia adalah
Malaikat Michael, dengan sayapnya yang melebar, bersinar terang memegang pedang
berdarah yang lalu diturunkan memasukkannya ke dalam sarungnya kembali. Paus
melihat penampakan ini sebagai tanda akan berakhirnya pandemi yang meraja lela
selama 50 tahun. Dan memanglah setelah penampakan ini, pandemi berakhir,
sehingga bangunan itu dinamai Castel Sant Angelo – Istana Malaikat Kudus.
Patung tembaga Malaikat Michael yang berdiri sekarang di puncak bangunan ini
diciptakan di tahun 1748 oleh Peter Anton von Verschaffelt, pematung Flemish,
untuk menggantikan patung marmer yang sudah rusak dimakan waktu.
Photo: Wikimedia
Castel Sant’Angelo lambat laun berubah menjadi
benteng dan di tahun 1277 diambil alih oleh Tahta Suci. Paus-Paus menggunakan tempat ini sebagai
pelarian di dalam struktur benteng ini dalam keadaan bahaya. Keadaan di dalam
benteng ini mungkin kurang nyaman, sehingga Paus Paulus III menghias banyak ruangan di
sini dengan fresko-fresko yang indah, sebagian besar dikerjakan oleh Perino del Vaga. Ruangan
yang paling indah tentunya adalah Sala Paolina, yang dinding dan
langit-langitnya dihias dengan mewah. Di awal abad ke 14, tepat ini menjadi
kediaman musim panas bagi Paus. Di tahun 1901 bangunan ini diubah menjadi
sebuah museum nasional, dengan nama Museo Nazionale di Castel Sant’Angelo.
Berjalan kaki sekitar 1 km dari Fontana di
Trevi, kita akan menjumpai Spanish Steps (Tangga Spanyol). Berjalan kaki hanya
sekitar 15 menit, namun di tempat ini, kita bisa menjumpai banyak
bangunan-bangunan menarik di setiap sudut, jadi perjalanan bisa lebih lama
kalau anda juga ingin melihat-lihat.
Tangga besar Spanish Steps ini berawal dari
Piazza di Spagna (Lapangan Spanyol) naik menuju ke gereja Trinità dei Monti.
Dengan 135 anak tangga, dibangun di tahun 1725 dan dirancang oleh Alessandro
Specki dan Francesco De Santis, adalah tempat favorit bagi turis untuk duduk,
rileks dan menikmati pemandangan Piazza di Spagna di bawah. Piazza di Spagna
sendiri adalah lokasi kedutaan Spanyol untuk Vatican di abad ke 17. Jadi nama
Spanyol di teruskan menjadi nama lapangan dan tangga ini juga.
Ketika saya menaiki Spanish Steps di sebuah
siang di musim semi, dalam sementara waktu saya teringat lagu “Credo” dari
kelompok rock Refugee:
Aku
percaya akan jeda yang teratur
Seperti sebuah liburan
di Roma
Dan aku kerap
berhenti untuk udara
Ketika aku menaiki Tangga
Spanyol
Memang saya kerap berhenti untuk udara, dan
mendekati puncak tangga itu saya juga berhenti dan melihat ke bawah ke Piazza
di Spagna. Lapangan ini adalah sebuah tempat penting yang menghubungkan ke
tempat-tempat bersejarah di kota ini dan tempat nongkrong terkenal bagi
penduduk lokal maupun asing. Banyak jalan-jalan Roma yang paling ikonik
bercabang dari lapangan ini, seperti Via del Condotti, Via del Babuino, Via
della Propaganda dan Via Sistina.
Di tengah lapangan itu terdapat Fontana della
Barcaccia, air mancur yang menampilkan sebuah kapal yang setengah tenggelam.
Patung batu ini dirancang oleh Pietro Bernini, ayah dari Gian Lorenzo Bernini.
Nama Fontana della Barcaccia berarti “Air Mancur Kapal Tua” karena bentuknya
seperti kapal tenggelam berdasarkan sebuah legenda rakyat. Menurut legenda ini,
ketika sungai Tiber meluap di tahun 1598, banjir membawa sebuah kapal kecil ke
Piazza di Spagna. Ketika air surut, kapal itu terdampar di tengah lapangan ini,
dan menjadi inspirasi bagi kreasi Bernini.
Saya dengan senang hati mengunjungi gubuknya Martin, yang sering
disebut sebagai “die Hütte", di Todtnauberg, di pinggir Black Forest,
diJerman bagian Selatan. Dia menganggap
pengasingan yang disediakan oleh hutan ini sebagai lingkungan terbaik untuk
mendalami pemikiran filosofisnya, dan inilah tempat dia menulis bukunya yang
paling terkenal ‘Being and Time” (Keberadaan
dan Waktu).
Gubuk ini kecil saja, 6 meter kali tujuh, dengan
langit-langit
yang menggantung rendah mencakupi tiga ruangan: dapur, yang juga ruang tempat
tinggal, kamar tidur dan ruangan kerja. Tersebar dengan jarak yang lebar di sepanjang dasar
lembah yang sempit dan di lereng yang sama curamnya di seberangnya, terdapat
rumah-rumah petani dengan atap besar menggantung. Di tempat yang lebih tinggi
lereng padang rumput mengarah ke hutan dengan pohon cemara yang gelap, tua dan
menjulang… Ini adalah dunia kerjanya.
Hari itu ia mendaki gunung, lalu turun dengan
ski, dia adalah pendaki gunung yang rutin dan pemain ski yang ulung. Saya
menyalaminya di muka pintu gubuk profesor yang pendek dan gempal ini dengan mata warna gelap yang
tajam, mukanya memerah karna matahari. Kami duduk di dekat maja kopi, siap
untuk mendiskusikan ‘Being and Time’.
Aku berkata:
“Menurut Platon, kebenaran ditentukan oleh
bagaimana hal ini berhubungan dengan dunia dan apakah hal ini secara akurat
sesuai dengan dunia itu, keyakinan yang benar dan pernyataan yang benar sesuai
dengan fakta. Apa kebenaran menurut anda?”
Martin, berbicara perlahan dan terarah:
“Bagi Platon, dan mereka yang mengikuti,
kebenaran berarti ketepatan faktual, korespondensi antara pengetahuan,
penilaian, dan objek. Pandangan kebenaran ini menyiratkan bahwa pengalaman
kebenaran terstruktur dalam kaitannya dengan hubungan antara subjek dan objek.
Ada perbedaan esensial antara memandang kebenaran ketepatan faktual, dan kebenaran
sebagai ke-takterselubungan, Aletheia. Kebenaran sebagai ketepatan faktual
telah mengabaikan pengalaman kebenaran sebagai celah yang membiarkan
ke-takterselubungan muncul. Dalam ke-takterselubungan, kebenaran tidak saja,
kebenaran tidak hanya terletak dalam penilaian, tetapi dalam mengadanya manusia
itu sendiri.Untuk mengambil hal-hal
nyata dari yang terselubung menjadi yang takterselubung, Aletheia, membutuhkan
'cahaya' tertentu. Cahaya ini adalah hal mengada (Dasein) itu sendiri, mengada
di dunia. Karena sikap terbuka Dasein, yang melibatkan keterlibatan dengan
dunia secara keseluruhan, ia mampu menyingkapkan keterselubungan, membuka
dunianya sendiri.”
Aku berkata:
“Anda diberitakan mengamati lukisan ‘Sepasang Sepatu’ dari Van Gogh di suatu
pameran lukisan di Amsterdam dan anda terkesan dengan lukisan itu. Ceritakan
bagaimana kesan anda akan lukisan itu.”
Photo: Wikimedia
Martin, tersenyum:
“Selama kita hanya membayangkan sepasang
sepatu secara umum, atau hanya melihat sepasang sepatu kosongyang tidak terpakai sebagai sepatu yang hanya
tampil dalam lukisan, kita tidak akan pernah menemukan apa sebenarnya
keberadaan dari perlengkapan itu sebenarnya. Dari lukisan Van Gogh kita bahkan
tidak tahu di mana posisi sepatu ini. Tidak ada apa pun di sekitar sepatu
petani ini atau di mana sepatu mungkin berada - hanya ruang yang tidak
tertentu. Bahkan tidak ada gumpalan tanah dari ladang atau jalanan ladang yang
menempel pada sepatu itu, yang setidaknya akan mengisyaratkan penggunaannya.
Sepasang sepatu petani dan tidak lebih dari itu. Namun…
Dari bukaan gelap bagian dalam sepatu yang
sudah usang, tapak pekerja yang kelelahkan itu menatap ke muka. Dalam kekakuan
dan keusangan sepatu yang memberatkan itu, ada ketekunan yang terkumpul dari
perjalanan petani wanita yang lamban melalui alur-alur ladang yang tersebar
luas dan senantiasa seragam disapu angin kencang. Di kulit sepatu terdapat
kelembapan dan kesuburan tanah. Di bawah sol sepatu meluncur kesepian alur-alur
ladang di saat malam tiba. Dalam sepasang sepatu bergetar panggilan sunyi
bumi,hadiah terselubungnya biji-biji
gandum yang matang dan penolakan diri yang tak terjelaskan dalam kegetiran hampa
ladang yang dingin.”
Aku berkata:
“Pandangan anda tentang lukisan sepatu tua
yang usang ini sangat menarik, hal ini menyingkapkan wujud sepatu dan dunia
petani wanita itu kepada kami. Lukisan itu memberi tahu kita apa sebenarnya
sepatu itu, dan itu tidak terlepas dari entitas-entitas di dunia, termasuk yang
menyingkapkan keterselubungan entitas itu dan juga diri sendiri, Dasein.
Menurut buku anda “Being and Time” hal ini adalah Dasein otentik, Being-in-the
world , Keberadaan di dunia, yang otentik, sebagai pemahaman Dasein tentang
kebenaran.
Martin:
“Ke-takterselubungan dapat terjadi secara
otentik, tanpa serangkaian sifat yang diwariskan. Entitas pada awalnya berwujud
tetapi tetap terselubung dalam hal yang paling otentik dirinya. Keotentikan
sebaliknya, terdiri dari pembelajaran Dasein untuk “mengungkap dunia dengan
caranya sendiri… menyingkapkan dunia adalah… selalu dicapai sebagai pembersihan
dari keterselubungan dan ketidakjelasan, sebagai pemutus penyamaran yang
dengannya Dasein menghadang jalannya sendiri.”
Saya berkata:
“Anda selanjutnya menjelaskan bahwa Dasein
otentik berarti menjadi dirinya sendiri, bukan orang lain, Dasein yang tidak
tunduk pada pernyataan massa, publik, yang anda sebut sebagai 'das Man', atau
'mereka'. Dasein otentik tidak memilih untuk mengikuti selera, minat, mode,
budaya pop yang dijadikan barang konsumsi. Dasein otentik dengan demikian menentang
Dasein publik yang tidak autentik, yang merupakan Dasein ketika tunduk pada
kendali ‘bukan-diri-sendiri’, publik, 'mereka', das Man. Dasein otentik memilih
kemungkinannya sendiri dan bertindak berdasarkan kemungkinan itu, menutup
kuping terhadap suara das Man dan dengannya pemahaman publik tentang dunia.”
Martin:
“Ya, Dasein adalah otentik dirinya sendiri
hanya sejauh, sebagai Keberadaan yang peduli, Keberadaan yang mendampingi,Keberadaan bersama dan Keberadaan bersama
yang prihatin, ia memproyeksikan dirinya pada potensi-untuk-Keberadaan-nya yang
paling pribadi, dan bukannya terhadap kemungkinan das Man. Menjadi otentik
membutuhkan proses penegasan diri dan pembebasan diri dari godaan pemahaman
yang tidak otentik. Dalam keadaan normal, secara hidup sehari-hari di dunia,
Dasein di bawah dominasi pemahaman yang tidak
autentik. Dasein memiliki kecenderungan untuk tenggelam dalam kegundahan dan
kemungkinan yang ditampilkan dunia sebagai berharga.
Das Man menghibur Dasein dengan menyembunyikan
kebenaran darinya, tindakan yang Dasein terlibat. Hasilnya, Dasein tersebut
dalam kesehariannya dibebaskan dari beban oleh das Man. Tidak hanya itu; dengan
membebaskannya dari beban Keberadaannya, das Man terus melibatkan Dasein dengan
jika Dasein memiliki kecenderungan untuk mudah menyerap segala sesuatu dan
membuatnya mudah. Dan karena das Man terus-menerus melibatkan Dasein tersebut
dengan membebaskan beban dari Keberadaannya, das Man mempertahankan dan
meningkatkan dominasinya yang merongrong.Ketidak -otentikan adalah cara hidup yang ‘menenangkan’.
Aku berkata:
“Apa yang anda maksud dengan Ketidak-otentikan
sebagai cara hidup yang ‘menenangkan’?
Martin:
“Dalam menggunakan sarana transportasi umum
dan menggunakan layanan informasi seperti koran, setiap
Orang Lain adalah seperti yang berikut. . . . Kita menikmati dan
menyenangkan diri kita sendiri sebagaimana Mereka, de Man, menikmatinya; kita
membaca, melihat, dan menilai tentang sastra dan seni sebagaimana yang Mereka
lihat dan nilai; dan juga kita menyusut kembali dari 'massa besar' saat mereka
menyusut kembali; kami menemukan apa yang 'mengejutkan' ketika menurut Mereka
mengejutkan.”
Saya berkata:
“Dalam 'The Question Concerning Technology'
anda memandang teknologi secara negatif. Teknologi, terlepas dari kontribusinya
bagi umat manusia di era modern ini, anda gambarkan sebagai ancaman utama bagi
Dasein yang otentik.”
Martin:
“Kehadiran teknologi mengancam pengungkapan,
mengancamnya dengan kemungkinan bahwa semua pengungkapan akan dikonsumsi secara
sistematis dan bahwa segala sesuatu akan memunculkan diri hanya dalam
ke-takterselubungan sumber daya yang tersedia. Aktivitas manusia tidak pernah
bisa langsung melawan bahaya ini. Prestasi manusia sendiri tidak akan pernah
bisa menghapuskannya. Tetapi refleksi manusia dapat merenungkan fakta bahwa
semua kekuatan penyelamat harus memiliki esensi yang lebih tinggi daripada yang
terancam punah, meskipun pada saat yang sama menyerupainya.”
Saya berkata:
“Dalam hal apa teknologi berbahaya bagi
keberadaan manusia?”
Martin:
“Zaman modern kita saat ini adalah zaman
teknologi yang memanifestasikan cara tertentu dalam memahami dan menafsirkan
dunia, permesinan, seperti halnya das Man memanifestasikan pemahaman publik
tentang dunia.
Permesinan, sebagai mode pemahaman teknologi,
adalah suatu "goyangan keberadaan”. Permesinan memperluas goyangannya
sebagai kekuatan yang mengancam. Dengan memperoleh kekuasaan, kekuatan yang
mengancam ini berkembang sebagai kemampuan penaklukan yang segera dapat meledak
dan selalu dapat berubah kemampuan untuk menaklukkan. ... Sejauh di zaman permesinan
yang diberdayakan dengan kekuatan mengancam yang tak terbatas, manusia juga mencengkeram
dirinya sebagai hewan makhluk hidup, satu-satunya hal yang tersisa bagi manusia
itu sendiri. . . adalah penampakan pernyataan diri di hadapan makhluk-makhluk.
Tetapi 'zaman teknologi' jauh lebih dari
sekadar kendali atau perbudakan manusia oleh teknologi. Pemahaman yang dominan
tentang realitas di zaman teknologi sebagian besar dicakup oleh istilah
'keterberhitungan,' yang berarti bahwa segala sesuatu yang nyata dipahami dalam
istilah satuan tertentu, dapat dihitung, dapat diatur, dari apa yang dapat
diproduksi atau digunakan untuk produksi.
Permesinan memelihara lebih dahulu perhitungan
yang sepenuhnya dapat diawasi demi menaklukkan memberdayakan makhluk menuju aturan yang dapat
dijelajahi. Permesinan memelihara lebih dulu pemahaman tertentu tentang makhluk-makhluk
sehingga mereka dapat dijelajahi karena dapat dihitung. Penjelajahan ke makhluk-makhluk
ditentukan oleh perhitungan; untuk memahami arti makhluk-makhluk , seseorang
harus dapat memahaminya dengan cara yang dapat dihitung. Realitas diatur,
dipesan, sesuatu dihitung dan digabungkan dari bagian-bagian.
Apa yang dapat berada, menurut zaman
teknologi, harus dapat dihitung; dunia dipahami sebagai yang dapat dihitung,
target dan tujuan dipahami dalam hal perhitungan dan produktivitas, yaitu,
sebagai entitas tertentu yang terdiri dari kekuatan potensial yang dapat dikendalikan
demi tujuan.
Saya berkata:
“Dengan berbicara begitu, seandainya ada yang
bisa dilakukan, apakah yang bisa dilakukan seseorang?
Martin:
“Di mana pun manusia membuka mata dan
telinganya, membuka hatinya, dan menyerahkan dirinya untuk merenung dan
berjuang, membentuk dan bekerja, memohon dan berterima kasih, dia menemukan
dirinya di mana-mana sudah dibawa ke dalam yang takterselubung.
Sikap yang tepat manusia adalah memperlambat,
menarik napas, dan mengamati dunia sekitar. Manusia selalu berada di dunia yang
penuh dengan makna yang datang dari luar dirinya, dan langkah terpenting untuk
menyadarinya, dengan menjauh dari kesibukan modern dan membiarkan dunia itu
sendiri menampilkan dirinya apa adanya, tanpa mencoba untuk menguasainya. ”
Saya berkata:
“Dalam ‘The Origin of the Work of Art’ anda
mengatakan bahwa hakikat seni adalah puisi dan hakikat puisi, sebagai gantinya,
adalah pendirian kebenaran. Sebuah karya seni memiliki kemampuan untuk mendirikan
dunia. Dunia adalah keterbukaan yang membuka diri dari jalan-jalan lebar
keputusan sederhana dan penting dalam takdir manusia bersejarah. Seni
menciptakan makna dengan membiarkan kebenaran muncul, yang dengannya Keberadaan
menjadi dapat dipahami. Makna sebuah karya seni tidak dapat dipisahkan dari
percakapan yang digagas dan dikehendaki senimannya.
Bisakah Anda menjelaskan hal ini. ”
Martin:
“Puisi, sebagai penampakan yang mencerahkan,
yang terungkap dari keterselubungan dan menunju ke depan ke dalam gambaran
sosok itu, adalah keterbukaan yang dijadikan oleh puisi, dan memang sedemikian
rupa sehingga hanya sekarang, di tengah-tengah makhluk-makhluk, keterbukaan
membawa makhluk-makhluk menuju terang dan nyaring.
Saya
ingin mengutip puisi 'Autumn' (Musim Gugur) dari Friedrich Hölderlin:
Kilau alam lebih mengungkapkan,
Dimana dengan banyak kegembiraan hari akan
berakhir,
Ini adalah tahun yang melengkapi dirinya
dengan kemegahan,
Dimana buah datang bersama dengan pancaran
sinar.
Dengan demikian, bola bumi dihiasi, dan jarang
terjadi keributan
Suara lewat ladang terbuka, matahari menghangat
Pada hari musim gugur yang lembut, ladang terbentang
Sebagai pemandangan yang sangat luas, angin
sepoi-sepoi bertiup
Melalui dahan dan cabang, bergemerisik dengan senang
hati,
Ketika sudah menuju kekosongan yang ladang-ladang
memberi jalan.
Makna utuh dari gambaran yang cerah ini tetap
hidup
Sebagai gambaran, kemegahan keemasan melayang
di mana-mana
Puisi Hölderlin ini mampu menyadarkan kita
yang 'mencengangkan' dan ke keajaiban yang 'luar biasa' dalam 'yang biasa'. Kita
memikirkan gambaran dataran yang megah. Namun dataran belum menjadi alam itu
sendiri, 'ada' (sein) bukanlah 'Keberadaan' (Dasein) itu sendiri. Alam
memungkinkan memancarkan semua yang dimiliki daratan. Dalam tampilan daratan,
yang dianugerahkan oleh alam, kilauan alam lebih mengungkapkan, katakanlah,
esensi ilahi. “
TAMAT:
Ini adalah wawancara
imajiner mengenang Martin Heidegger.
Sumber-sumber:
Derek R. O’Connell-
Heidegger’s Authenticity
https://core.ac.uk/download/pdf/158301888.pdf
MJ Geertsema -
Heidegger’s onto-poetology: the poetic projection of Being
Kemana saja kita pergi, monumen-monumen megah
biasanya terdapat di lapangan luas yang terkenal untuk menonjolkan keberadaan
yang megah dan keutamaan monumen itu. Kita bisa dengan mudah menavigasi
keberadaan monumen karena lokasinya pastilah umum diketahui dan kita bisa
melihat lokasi itu dari kejauhan. Tapi
monumen yang akan kita kunjungi ini berbeda, monumen ini terjebak di lapangan
sempit yang dikelilingi bangunan-bangunan, restoran-restoran dan toko-toko di
tengah kota. Banyak jalanan menuju ke tempat ini, jalan-jalan kecil yang
melalui bangunan-bangunan kuno, restoran-restoran dan toko-toko. Di kelilingi
bangunan-bangunan, ketika kita berjalan kita tidak bisa melihat apa yang di
muka dari kejauhan. Sehingga, datang dari via del Lavatore, ketika belok di
tikungan, monumen ini tiba-tiba muncul di depan mata kita dengan keagungannya,
dengan suara air terjun yang khas. Patung-patung dari tokoh-tokoh mitologi
Yunani kuno mencolok dari kolam air mancur, menampilkan drama di air yang
hijau. Orang-orang berkerumun di pinggir kolam, dan
mencoba mengartikan apa yang ingin diceritakan oleh penampilan ini.
Monumen ini adalah Fontana di Trevi, kolam air
mancur megah yang menampilkan Oceanus, Dewa Lautan, personifikasi ilahi dari
lautan, berdiri
di atas kereta karang untuk menjinakkan air. Kereta karang itu ditarik oleh kuda-kuda bersayap yang dikendalikan
oleh dua Triton, salah satu Triton berkutat dengan seekor kuda yang liar,
sedang Triton yang lain mengendalikan kuda yang jinak. Tema “Taming of the Waters” (Penjinakan
Air-Air) digambarkan dengan gaya baroque yang agung di punggung Palazzo Poli. Dirancang
oleh arsitek Itali Nicola Salvi di tahun 1732 dan diselesaikan oleh by Giuseppe
Panini di tahun 1762 sesudah kematian
Nicola Salvi, dan didekorasi oleh seniman-seniman dari sekolah Bernini. Tampak
depan dan karang-karangnya dibangun menggunakan Travertine, batuan alamiah yang
elegan yang dibentuk oleh mata air panas dekat Tivoli.
Di masa Roma kuno, air disembah sebagai zat
ilahi dan keberadaan air dalam jumlah besar adalah simbol kemewahan dan karena
itu suatu ekspresi kekuasaan. Air Fontana di Trevi disalurkan oleh Aqua Virgo
duct, sebuah aqueduct (saluran air) yang semulanya dibangun oleh Marcus Agrippa
di tahun 19 BC. Aqueduct berfungsi sebagai penyalur air bersih dari sumber air
di dataran tinggi sekitar 13 km jauhnya melalui saluran-saluran di atas
arkade-arkade dan di bawah tanah. Hanya
mengandalkan gravitasi aqueduct menyalurkan air cukup untuk hampir semua
masyarakat, namun adequate hanya memiliki gradasi kemiringan yang kecil untuk
menyalurkannya. Rancangan dan konstruksi untuk membangun aqueduct yang
menyalurkan air dengan volume besar dengan jarak yang jauh dan medan yang
berbeda-beda menunjukkan kekayaan masyarakat yang membangunnya. Dalam konteks
ini, tema “Taming of the Waters” menggambarkan dengan dramatis sang Dewa Lautan
Yunani Oceanus yang menjinakkan air-air seperti halnya aqueduct Roma kuno mengatur
perjalanan
air dan kemampuan masyarakatnya yang mengagumkan untuk mengarahkan dan menguasai air.
Ke sebelas aqueduct di masa Roma kuno mencukpi
penyaluran air ke kota untuk lebih dari satu juta penduduk, namun Aqua Virgo
duct yang berakhir di Fontana di Trevi merupakan satu-satunya aqueduct yang
masih dipakai di masa kini karena sebagian besar salurannya berada di bawah
tanah. Saat ini, sebagian besar airnya didaur ulang untuk memelihara lingkungan
hidup, namun sumber airnya masih dari Aqua Virgo duct masa dulu.
Di dalam kerumunan pengunjung kita bisa
melihat beberapa orang melemparkan koin ke dalam air mancur melalui bahunya.
Kebiasaan ini berasal dari ribuan tahun sebelum Masehi, dimana barang-barang
berharga dilemparkan ke sumber air untuk menyenangkan dewa-dewa air. Dimasa
modern ini, kita masih melakukannya dengan harapan untuk bisa kembali ke Roma.
Sekitar 3,000 Euro dilempar ke dalam kolam air mancur ini setiap hari, uangnya
dikumpulkan setiap malam dan disumbangkan ke amal yang menolong orang-orang
yang kekurangan.
Fontana di Trevi benar-benar kolam air mancur
yang dramatis yang menorehkan kenangan indah tentang Roma, sehingga ketika kita
meninggalkan Roma saat ini dengan berkata “Arrivederci Roma”, Selamat Tinggal,
kita berharap mendengar “Bentornato a Roma”, Selamat Datang Kembali ke Roma”,
lain kali………….
Saya harus mengakui
bahwa saya menyukai Pelabuhan Udara, untuk menikmati suasananya, mengamati
aristekturnya, melihat orang-orang dan para awak pesawat berjalan bagai di
panggung, dekorasinya, toilet yang luas dan bersih, dan tak lupa toko-toko
suvenir menarik yang tak bisa didapatkan di kota.
Jadi saya suka
keluar dari hotel agak awal, untuk memberi cukup waktu seandainya ada
kemacetan, atau salah naik bus atau kereta, atau salah masuk terminal, dan
selain itu saya suka datang awal ke pelabuhan udara. Datang awal memberi kita
cukup waktu untuk check-in, mempertimbangkan kadang-kadang antrian sangat
Panjang, lalu pergi ke bagian tax refund yang jauh letaknya, lalu menuju ke
security yang Panjang, dan pemeriksaan pasport. Tergantung negaranya, security
check bisa lamban dan menyebalkan, begitu juga pemeriksaan pasport. Jadi berilah
cukup waktu.
Perjalanan dari kota
Tokyo ke Narita adalah sekitar 60 km, kalau kita mengambil kereta api express
non-stop, akan memakan waktu sekitar satu jam, perjalanan dari pintuke pintu antara
90 sampai 120 menit. Banyak stasiun kerete api di Tokyo yang besar-besar,
memiliki tata ruang yang membingungkan, petunjuk jalan tidak jelas dan sebagian
besar tidak bisa berbahasa Inggeris, jadi sulit sekali menemukan kereta api
anda kalau anda tak mengenali stasiun itu. Jadi, pelajarilah lebih dulu tata
ruang stasiun itu dari websitenya, dan lebih baik lagi mendatangi tempat itu
untuk mempelajarinya sebelum perjalanan anda.
Seperti halnya
penulis perjalanan lainnya, saya sering harus terbang sendirian, saya biasanya
datang ke bandara lebih dari dua jam sebelum jadwal penerbangannya. Dengan
demikian saya punya banyak waktu untuk jalan-jalan di koridor bandara, menengok
disain menakjubkan toko-toko bermerek, mendengar pengumuman bandara dengan
suara renyah, melihat berbagai pesawat udara mendarat dan lepas landas. Di
Narita tempat pengamatan Terminal 1 dan 2, kita bisa melihat dengan jelas
pesawat udara mendarat dan lepas landas, dan dari jendela koridor kita bisa
melihat pesawat udara yang parkir dan yang berjalan.
Bandara adalah juga
tempat yang menyenangkan untuk menonton orang-orang, saya pikir semua orang gemar
melakukannya, untuk melihat kegirangan di wajah sebagian besar penumpang, penumpang
kalem yang tampaknya
sering bepergian, penumpang dengan wajah gelisah karena tergesa-gesa, penumpang
bulan madu, tapi ada juga wajah-wajah muram. Di Narita kebanyakan penumpangnya dari kelas
menengah atas yang trendi, yang manula berpakaian yang diseterika necis lengkap
dengan topi, yang muda lebih hip-hop dan ceria. Saya mengamati sepasang
kekasih, yang wanita seperti di awal umur 30an mengenakan busana yang sangat
mirip busana butik, sepatu, tas dan rambut yang dicat, sedangkan lelakinya di awal
umur 20an mengenakan baju kotak-kotak merah hitam yang dilonggarkan dan celana
baggy. Mereka tampak sedang sangat jatuh cinta.
Kalau anda belum
sempat makan sebelum perjalanan ke Narita, bandara ini memiliki banyak restoran
dari kelas sedang ke kelas bagus, bermacam makanan Jepang, tempura, yakiniku,
tonkatsu, sushi, ramen, dan soba, tapi juga makanan Barat, Tiongkok dan
vegetarian. Tak seperti bandara lain, makanan di sini juga tidak terlalu lebih
mahal dari di kota Tokyo. Kalau anda tergesa-gesa cobalah mi ramen, anda akan
merasa cukup kenyang dan punya lebih banyak waktu untuk keloyongan. Di salah
satu toko ramen saya melihat seorang gadis dengan tas punggung Teddy Bear,
makan ramennya dengan pikiran melayang, tampaknya ia meninggalkan seseorang di
Tokyo.
Kalau anda masih
punya waktu, cobalah panganan spesial Jepang, panganan kering, keripik, the,
selai, dan sebagainya. Ada berbagai macam keripik beras dengan berbagai rasa,
seperti bawang, miso dan rumput laut. Ada juga coklat wafer dengan rasa the hijau,
wasabi, buah plum, sake, melon, anggur, peach. Tapi lekaslah pilih panganan anda,
pesawat sudah menunggu!
Karena Tokyo adalah kota yang begitu besar dan
bandara Narita terletak sekitar 60 km dari kota Tokyo, kita harus menempuh
perjalanan sekitar satu jam dari stasiun kereta-api Tokyo ke bandara
Narita. Ada banyak cara untuk mencapai
bandara Narita dari Tokyo, kita bisa memilih kereta api, bus atau taxi. Saya
memilih perjalanan dengan kereta-api ekspres, bukanlah yang paling murah, tapi
yang paling nyaman dan tepat lama perjalanannya. Kalau kita naik bus atau taxi,
kita tidak tahu aka nada macet di jalanan, dan kita bisa terjebak berjam-jam di
jalan.
Dengan tiket sekitar 3,000 yen satu arah dan
4,000 yen pulang pergi, kereta Narita Express menawarkan tempat duduk yang
nyaman dengan ruang kaki yang lebar, toilet yang besar. Juga gerbongnya sangat
bersih dan suasananya tenang seperti halnya dengan hampir semua kereta api di
Jepang. Kita hanya bisa mendengar suara berderak yang monoton dari rel kereta
api yang menyejukan dan menenangkan.
Kereta api berangkat setiap 30 menit dan
selalu tepat waktu, jadi kita bisa mengandalkan rencana perjalanan berdasarkan
jadwal kereta api ini. Namun, karena tata ruang stasiun kereta api Tokyo agak
ruwet, kita harus mengenal tata ruangnya untuk mencegah salah naik kereta api
atau menghabiskan waktu mencari-cari platform yang benar. Kita bisa mencari di
internet atau menyelidiki sendiri sebelum keberangkatan.
Perjalanan dari Tokyo ke bandara Narita
melalui kota-kota kecil, menarik untuk melihat pemandangan Tokyo yang melewati
jendela, bangunan beton berangsur-angsur menghilang ketika daerah pedesaan
Chiba muncul. Lamunan perjalanan berakhir ketika kita mendengar pengumuman
bahwa kereta api mendekati bandara.
Kita harus bersiap-siap untuk turun kalau
pesawat kita berlokasi di Terminal 2, dan mengambil koper-koper kita. Kereta
api hanya akan berhenti sebentar di sini karena akan meneruskan perjalanan ke
Terminal 1. Jadi lebih baik tidak mengunci koper-koper anda di rak penyimpanan
bagasi, karena kalau anda lupa kode kuncinya anda harus terus ke Terminal
akhir, yakni Terminal 1, untuk meminta petugas membuka kuncinya. Tentunya anda
harus meyakinkan petugas bahwa koper itu milik anda. Hal ini dapat benar-benar
mengacaukan rencana perjalanan anda.
Saya melihat seorang wanita Jepang wajahnya
jadi pucat dan terenggah-enggah karena ia lupa kode kuncinya, dengan
kebingungan bertanya dalam bahasa Jepang bagaimana membuka kuncinya. Putrinya
yang mudah juga kelihatan kehabisan akal. Mudah-mudahan pesawat mereka tidak
mengatakan ‘sayonara’ kepada mereka ketika lepas landas.
Memasuki pelataran Kuil Meiji dari stasiun Harajuku
kita akan menemukan gerbang torii dari kayu yang menandakan permulaan Kuil
Meiji ini. Seperti halnya kuil Shinto lainnya, kunjungan ke tempat ini seperti
ziarah yang secara bertahap mengubah dunia fana menuju dunia sakral. Gerbang
Torii berfungsi sebagai pintu masuk yang memisahkan dunia fana manusia dari
kediaman sakral roh illahi (Kami). Kita melihat orang-orang membungkuk ketika
mereka melewati bawah gerbang torii, menunjukkan rasa hormat ketika memasuki
daerah sakral ini.
Lalu kita mengikuti jalan kerikil yang
berkelok-kelok menghampiri kuil, yang disebut sando. Jalan ini dilindungi oleh
pohon-pohon besar, seperti di dalam hutan yang lebat dan tenang. Kita tidak
merasa seakan di tengah Tokyo, di distrik Shibuya, salah satu daerah komersil
yang paling sibuk. Di hutan yang tenang
ini kita hanya bisa mendengar kicauan burung dan bunyi langkah para pengunjung
di jalan kerikil.
Kuil ini didedikasikan buat roh ilahi (Kami)
Kaisar Meiji dan Permaisuri Shohen. Kaisar Mejiji meletakkan dasar bagi
modernisasi Jepang, yang dikenal sebagai Restorasi Meiji, mengakhiri pengaruh
shogun Tokugawa. Di bawah kepemimpinannya Jepang mengadopsi ide-ide dan
berproduksi secara Barat untuk mengindustrilialisasi negeri ini. Jepang membuka negerinya kepada dunia dan
muncul dari masyarakat yang tertutup menjadi salah satu masyarakat yang paling modern
di dunia, dalam waktu kurang dari 40 tahun. Setelah sang kaisar mangkat di
tahun 1912, parlemen memutuskan untuk membangun tempat peringatan baginya di
daerah dekat taman Yoyogi, tempat kuil ini, karena sang kaisar dan istrinya
suka berjalan melalui taman-taman di sini.
Foto: Wikimedia
Dalam kepercayaan Shinto, sesuatu yang ilahi
dianggap sebagai Kami (roh ilahi), yang dapat ditemukan di mitologi, di dalam
alam, dan di dalam manusia. Orang-orang Jepang mengagumi dan bersyukur kepada
Kami dan mengabadikan mereka di kuil-kuil. Seperti hal demikian kuil Meiji
didedikasikan untuk menghormati Kami dari Kaisar Meiji dan permaisurinya. Kita
dapat merasakan seluruh tempat ini sebagai tempat tinggal yang mengagumkan bagi
para Kami, mencerminkan betapa hormatnya orang-orang Jepang dan betapa
bersyukurnya mereka kepada sang kaisar dan permaisurinya.
Jalan berkerikil menghantar kita melihat
sejumlah gentong-gentong sake dan anggur yang ditumpukkan di kedua sisi jalan.
Lebih dari 200 gentong-gentong sake ditampilkan sebagai persembahan kepada sang
kaisar, yang disumbangkan oleh pabrik-pabrik sake di seluruh negeri. Berhubung
sang kaisar menyukai anggur Perancis, gentong-gentong anggur diimport dari
Perancis dan ditampilkan bersama gentong-gentong sake.
Foto: Pribadi
Dengan melewati gerbang Ootori (gerbang torii
kedua), kita sampai di Temizusha (sumur air) di depan jalan masuk ke tempat
suci utama, untuk membasuh tangan dan mencuci mulut. Disediakan sendok-sendok
kayu besar di sumur air ini untuk mencuci tangan dan mulut. Ini adalah ritual
untuk mensucikan diri kita sebelum memasuki tempat suci utama.
Sebelum memasuki tempat suci utama kita juga
bisa pergi ke Juyosho, Kios Amulet, untuk membeli amulet (jimat) atau menulis
harapan kita di sebuah ema, sebuah tablet kayu. Orang-orang menuliskan segala
hal mulai dari keberuntungan, lulus ujian, mendapat anak, cinta dan patah hati,
pengampunan dan rasa berterima kasih. Ada juga omamori (jimat pelindung) untuk
keselamatan perjalanan, kesehatan, atau sukses di sekolah. Omamori biasanya
disangkutkan atau ditaruh di dalam tas, dompet atau saku, dan disimpan di situ
sampai tercapai kehendaknya.
Foto: Pribadi
Lalu kita sampai di Minami Shimon, gerbang
utama ke dalam kompleks kuil utama. Gerbang ini adalah bangunan dua tingkat,
terbuat dai cemara Jepang hinoki, dan atap tembaga. Kita bisa melihat pola-pola
berbentuk hati kecil-kecil terukir di jaringan kayu sebagai ornamen. Ketika
melewati gerbang ini, kita mesti melangkahi balok kayu di bawah gerbang, jangan
menginjaknya, dan menundukkan kepala untuk menunjukkan rase hormat ketika
melewati gerbang ini.
Foto: Pribadi
Di sebelah Timur dari kompleks kuil utama
terdapat Kaguraden, bangunan tempat penganut Shinto berdoa dan mengikuti ritual
khusus (Kigansai). Di dalam ritual khusus ini, sebuah kagura, atau musik sakral
dan tarian, Yamato-Mai, dipertunjukkan sebagai persembahan bagi Kami. Tarian
sakral ini berdasarkan puisi yang ditulis oleh Kaisar Meiji yang mengatakan
kita janganlah lupa memberi penghormatan kepada Kami, karena keberadaan kita
bergantung pada Kami.
Di sebelah Kaguraden, terletak bangunan yang
paling sakral, dinamai honden, dimana Kami diabadikan. Bangunan kuil utama dibangun
menurut gaya nagare zukuri, yang umum ditemukan pada arsitektur kuil Shinto.
Dengan gaya ini, atap muka kuil ini menjorok ke depan untuk melindungi anak
tangga menaiki bangunan ini. Bangunan honden mencakup aula untuk berdoa
(noritoden), ruang dalam kuil (naihaiden), dan ruang luar kuil (gehaiden).
Gehaiden terletak di muka kuil utama diperuntukkan bagi para pengunjung untuk
berdoa.
Foto: Abrahami- Wikimedia
Dalam perjalanan keluar kita melewati taman
bunga Iris, taman yang indah yang dirancang oleh sang kaisar untuk isterinya.
Di musim panas, banyak jenis bunga Iris, favorit sang permaisuri, bermekaran
dalam warna violet, biru dan putih. Berjalan lanjut, terdapat sumber air
Kiyomasa. Dinamai sesuai dengan nama komandan militer penggali sumber air itu
sekitar 400 tahun yang lalu. Sumber air ini sering dikunjungi sang kaisar dan
permaisuri ketika mereka hidup.
Ketika
saya mengunjungi Huangshan di provinsi Anhui, pengantar saya menunjukkan tempat
di mana Bapak Deng sering duduk dimasa lenggangnya untuk menikmati pemandangan
pegunungan yang menakjubkan, terapung di atas awan-awan. Tempat ini tampaknya
tempat favorit Bapak Deng dan dia memilih daerah pegunungan ini untuk
menyampaikan ‘Pidato Huang Shan’ untuk mempromosikan tempat ini sebagai tempat
utama untuk merevitalisasi kan industri pariwisata, dan untuk menyampaikan arah
pariwisata Tiongkok dimasa depan. Beberapa tahun kemudian, pasar pariwisata
Tiongkok ditransformasikan menjadi salah satu pasar pariwisata yang paling
disimak dunia, jumlah lawatan domestik mencapai 6 milyar di tahun 2019, yang
menunjukkan kenaikan eksponensial dibandingkan jumlah lawatan di Tiongkok
sepuluh tahun sebelumnya.
Dikenal
sebagai “Bapak Reformasi” Tiongkok, Bapak Deng di tahun 1978 mengumumkan
kebijaksanaan baru, “Kebijaksanaan Pintu Terbuka”, untuk membuka pintu bagi
semua bisnis asing yang ingin mengelola bisnis di Tiongkok. Kebijaksanaan
“reformasi dan keterbukaan” (gaige kaifang) memberi landasan bagi transisi yang
sukses dari ekonomi terencana menuju ekonomi pasar, yang mencapai tingkat
pertumbuhan tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tingkat pertumbuhan
rata-rata tahunan 9,7 persen menarik ratusan juta orang Tiongkok keluar dari
kemiskinan. Kebijaksanaan reform dan keterbukaan juga menggiring menuju
perubahan mendasar dari norma-norma Mao Zedong, mengganti kolektivisme dengan kesesuaian
dengan kinerja individual dan keberagaman.
Cukup
sudahlah berbicara tentang dia, saya sangat ingin mewawancarainya dan membuat
permohonan kepada kantor CPC (Communist Party of China) di Beijing. Mengetahui
ketatnya birokrasi kantor di sini saya tak begitu berharap segera mendapat
persetujuan dan bahkan mungkin tidak akan pernah disetujui, saya hanya mencoba
keberuntungan saya. Saya tahu tidak banyak wartawan asing yang mendapat
kesempatan mewawancarainya secara pribadi, Mike Wallace, Oriana Fallaci, Ezra
Vogel misalnya, siapa lagi?
Lalu
setelah 4 bulan, saya menemukan amplop merah di kotak pos apartemen saya, surat
itu adalah dari kantor CPC menyatakan kebersediaan bertemu Bapak Deng bulan
depan. Wow benarkah ini? Saya berhasil! Ini adalah wawancara pertama saya
dengan toko politik, dan dari Tiongkok!
Jadi
di hari Sabtu, di kantor CPC di Chang’an Avenue di Beijing, saya berjumpa
seorang kecil mengenakan jubah Mao abu-abu, kaos kaki putih dan sepatu
Neiliansheng hitam. Saya tidak mengira bahwa dia adalah Bapak Deng, dia tampak
sangat rendah hati bagi seorang pemimpin besar. Pastinya, dia tidak seperti
yang suatu saat diucapkan Henry Kissinger, “orang kecil yang jahat”.
Saya
berkata:
“Selamat
siang Bapak Deng, anda dikenal sebagai pemimpin de facto Tiongkok, dalam hal
walapun anda bukan ketua CPC dan bukan pula Presiden Tiongkok, namun anda
adalah pembuat kebijaksanaan utama dan pembaru Tiongkok selama puluhan tahun
yang membawa pembangunan besar-besaran Tiongkok. Anda adalah anggota Standing
Committee of the Political Bureau dan ketua CCP’s Central Military Commission,
namun nampaknya anda menghindar untuk menjadi pemimpin tertinggi Tiongkok.”
Bapak
Deng:
“Begini,
kita musti ingat bahwa Ketua Mao sebagian besar hidupnya, ia membuat kebaikan
bagi Tiongkok. Banyak kali ia menyatukan Tiongkok, dan menyelamatkan partai dan
negara dari berbagai krisis. Pemikiran Mao Zedong memimpin kita menuju
kemenangan dalam revolusi dan hal ini akan terus menjadi milik yang berharga
negeri kami, dan kami akan terus mengingatnya sebagai pendiri partai dan negeri
kami.
Karena
kepemimpinannya ia diperlakukan seperti seorang kaisar yang mengingatkan akan
masa kerajaan negeri ini di masa lalu. Rakyatnya membentuk kultus individu Mao
Zedong, yang dipelopori oleh pendukung-pendukung fanatik, media masa,
propaganda dan buku-buku yang mengangkat statusnya menjadi pemimpin pemberani
yang bercela. Seluruh rakyat mengikuti cara berpakaiannya yang sederhana,
menghafal ucapan-ucapannya dari Buku Merah kecil dan hidup dibawah pandangan
potret-potretnya yang menyolok.
Ia
lalu menjadi otoriter dan memimpin negeri ini secara patriarkal, aturan
satu-orang, yang merupakan ciri-ciri feodal. Ia lalu enggan mendengar pendapat
pejabat lainnya, tidak mendengar pendapat-pendapat yang berbeda. Kita tidak
bisa bilang bahwa semua kritikan itu benar, namun ia juga tidak siap
mendengarkan pendapat-pendapat yang benar yang bukan saja dari saya tapi juga
anggota partai lainnya. Pada saat itu, ia makin menjauh dari keterkaitan dengan
realitas. Misalnya, ia tidak secara konsisten melaksanakan demokrasi terpusat
dan garis massa, dan ia gagal melembagakan hal-hal itu selama hidupnya. Demokrasi
terpusat terganggu dan demikian pula kepemimpinan kolektif.
Saya
menentang gagasan kepemimpinan seumur hidup, kultus individu, dan kepemimpinan
satu-orang dan hendak menghindari munculnya orang kuat seperti Mao. Saya
mendukung ideologi pragmatisme dan menekankan di atas segalanya perlunya
reformasi mendasar terhadap partai, terutama dengan menghidupkan kembali
musyawarah dalam tubuh partai dan proses pengambilan keputusan, yang dikenal
sebagai kepemimpinan kolektif.”
Saya
berkata:
“Dunia
mengamati kemajuan pesat yang dicapai Tiongkok dalam pembangunan ekonomi di
puluhan tahun yang lalu, tapi banyak pemikir Barat berpendapat bahwa reformasi
Tiongkok dan kebijaksanaan buka pintu hanya mencapai keberhasilan besar dalam
modernisasi ekonomi, dengan tanpa kemajuan yang berarti dalam demokratisasi politik.
Beberapa di antara mereka bahkan lebih jauh menyatakan bahwa penyebab
keberhasilan modernisasi ekonomi Tiongkok tepatnya adalah karena Tiongkok tidak
memiliki reformasi demokrasi sejalan dengan reformasi ekonomi.”
Bapak
Deng:
“Dalam
abad ini Tiongkok adalah tanah bagi raja-raja perang, serangan tentara-tentara,
banjir, bencana kelaparan dan revolusi. Sepuluh jutaan orang mati karena
kekejaman, atau celakanya karena kelaparan.
Saya
bilang kepada Presiden Bush di tahun 1989 bahwa jika seluruh satu milyar rakyat
kami menjalani pemilu dengan banyak partai, kami tentulah akan mengalami perang
sipil besar-besaran. Hal yang lebih utama dari semua persoalan di Tiongkok
adalah stabilitas, jadi untuk mencegah kekacauan dan kekejaman kami menentang
pluralisme politik.
Namun,
seperti yang saya utarakan kepada Oriana Fallaci dari Washington Post, saya
bisa bilang bahwa setelah digulingkannya Kelompok Geng Empat kami sangat
menekankan pemajuan demokrasi sosialis. Tanpa menanggalkan, tentunya,
kediktatoran proletariat. Demokrasi dan kediktatoran proletariat adalah dua
aspek dari satu antitesa, dan saya sebaiknya menambahkan bahwa demokrasi proletar jauh lebih baik dari
demokrasi kapitalis.”
Saya
berkata:
“Saya
menerka bahwa maksud anda dengan demokrasi proletar adalah konsep utama
demokrasi yang dijunjung elite Tiongkok yang mencoba menggabungkan demokrasi
dengan otoritas, kediktatoran dan sentralisme.”
Bapak Deng:
“Esensi
dan inti demokrasi sosialis adalah rakyat adalah tuan dari negeri ini, dan
adalah sistem dengan kerja sama banyak pihak dan konsultasi politik di bawah
kepemimpinan CCP. Kami menjalankan demokrasi terpusat, yang merupakan integrasi
berdasarkan demokrasi, dengan demokrasi di bawah arahan sentrailsme. Demokrasi
terpusat adalah bagian integral dari sistem sosialis. Di bawah sistem ini,
kepentingan pribadi harus tunduk kepada kepentingan kolektif, kepentingan dari
bagian keseluruhan, dan kebutuhan jangka panjang yang mendesak.”
Saya
berkata:
“John
Naisbitt, peneliti Amerika yang tersohor tentang ilmu-ilmu masa depan,
meramalkan bahwa ‘demokrasi vertikal’ baru, yang menggabungkan partisipasi
massa dari bawah ke atas dengan perintah pusat dari atas ke bawah, muncul di
Tiongkok, dan nampaknya akan menjadi alternatif dari ‘demokrasi horisontal’
gaya Barat. Kita dapat mengamati bahwa ‘demokrasi vertikal’ ini bekerja dengan
baik untuk mencapai pembangunan ekonomi dengan cepat di Tiongkok. Dunia kagum
akan reformasi ekonomi yang menyolok di bawah kepemimpinan anda, namun dari
mata pengamat Barat reformasi politik berjalan lamban. Meskipun ada muncul
secara acak beberapa kebebasan bersuara, seperti di perioda ‘Tembok Demokrasi’
di ujung tahun tujuhpuluhan, kebebasan politik hampir tidak berkembang sama
sekali.”
Bapak
Deng:
“Saya
sangat memahami masalah ini. Kalau kami gagal melakukan reformasi politik, kami
tidak akan dapat melestarikan keberhasilan yang kami buat dalam reformasi
ekonomi. Tanpa reformasi politik, reformasi ekonomi tak dapat berhasil…… Jadi
dalam analisa akhir, keberhasilan dari semua reformasi yang lain tergantung
kepada reformasi politik. Kami memperbolehkan reformasi politik, tapi dengan
syarat bahwa tiga elemen demokrasi sosialis Tiongkok dijunjung: pertama,
kebutuhan rakyat di atas pemerintah,
yang merupakan prinsip utama demokrasi; kedua, kepemimpinan CCP dan
sentralisme, yang perlu bagi demokrasi; dan ketiga, koletivisme, yang juga
merupakan prinsip penting untuk memecahkan masalah konflik dari berbagai
kepentingan di dunia nyata.”
Saya
berkata:
“Saya
pikir, sementara ada persetujuan umum bahwa demokrasi secara harafiah berarti
‘pengaturan oleh rakyat’ konsep Partai Komunis tentang ‘rakyat’ berbeda dengan
konsep Barat. Konsep Barat yang liberal mengenai ‘rakyat’ adalah
semua-termasuk, yang mengacu kepada semua anggota masyarakat dan memandang
masyarakat sebagai agregat individu-individu dengan kemajemukan berbagai
kelompok sosial dan kepentingan. Sebagai pembanding, dalam pandangan Partai
Komunis, ‘rakyat’ adalah sebuah konsep kolektivisme. Penekanannya berada pada
pencapaian kepentingan kolektif, dan bukannya berdasarkan, atau bahkan mengakui, kemandirian
individual dan ekspresi kepentingan individual.”
Bapak
Deng:
“
Yang dibutuhkan Tiongkok adalah demokrasi sosialis, karena ini adalah demokrasi
rakyat, dan bukannya demokrasi borjuis, demokrasi individual. Kami menjalankan
demokrasi terpusat, yang merupakan integrasi berdasarkan demokrasi, dengan
demokrasi di bawah arahan sentralisme. Demokrasi sentralisme adalah bagian
integral dari sistem sosialis. Di bawah sistem ini, kebutuhan pribadi harus
tunduk kepada kebutuhan kolektiv, yakni kebutuhan bagian dari keseluruhan.
Tujuan dari demokrasi sosialis, bukanlah untuk mengakui individualisme atau
pluralisme, melainkan untuk mempersatukan rakyat untuk mencapai kebutuhan dan
tujuan bersama.”
Saya
berkata:
“Menurut
media Barat, anda memerintahkan tindakan militer melalui hukum darurat untuk
menindas gerakan demonstrasi yang muncul di Tiananmen Square di tahun 1989,
meskipun beberapa pemimpin menolak tindakan militer itu. Tindakan ini
menimbulkan banjir darah dan dalam 48 jam Tiananmen Square ditertibkan. Menurut
laporan intelijen sekitar 1000 orang mati dan beberapa lusin tentara dan polisi
terbunuh oleh para demonstran. Apakah anda memerintahkan tindakan berdarah ini,
ataukah ini adalah suatu kesalahan militer, Bapak Deng?”
Bapak
Deng:
“Saya
menghargai tentara sebagai ‘benteng pertahanan besi bagi negara’ dan menekankan
bahwa Tiongkok akan melanjutkan kebijaksanaan mendasar bagi reformasi ekonomi
dan keterbukaan kepada dunia luar. Kejadian ini mendorong kami untuk memikirkan
masa depan dan masa lalu dengan kepala dingin. Hal ini akan memungkinkan kami
untuk melaksanakan tujuan kami dengan lebih stabil, lebih baik dan bahkan lebih
cepat dan memperbaiki kesalahan-kesalahan kami lebih cepat.
Kami
tak dapat mentolelir kekacauan. Kami akan menetapkan hukum darurat lagi jika
kekacauan-kekacauan terjadi lagi. Tujuan kami adalah menjaga kestabilan
sehingga kami dapat melanjutkan pembangunan, dan logika kami sederhana saja:
dengan begitu banyak manusia dan begitu sedikit sumber daya, Tiongkok tidak
dapat mencapai apapun tanpa keamanan dan kesatuan politik dan kestabilan
tatanan sosial.
Kami
tidak dapat menangani kekacauan ketika kami sibuk membangun. Kalau hari ini kami
ada demonstrasi besar dan keesokan harinya kami mendengar banyak
pendapat-pendapat diberitakan dan coretan-coretan dinding, kami tidak akan
punya energi lagi untuk menyelesaikan apapun. Karena itulah kami berkeras untuk
membersihkan lapangan itu.”
Aku
berkata:
“Ada
kejadian dramatis ketika tindakan militer di Tiananmen Square yang menarik
perhatian seluruh dunia. Media masa Barat menamakan nya insiden ‘The Tank Man’
(Manusia Tank), seorang lelaki membawa kantong belanjaan di potret dan direkam
video berdiri di depan sejejeran Tank militer meninggalkan Tiananmen Square
melalui Chang’an Avenue. Ketika pengemudi tank mencoba mengalihkan perjalanan ,
‘Manusia Tank’ ini juga bergerak menghadang jalan tank itu. Dia berbuat begitu
terus berdiri menentang di muka tank-tank itu selama beberapa waktu, lalu naik
ke atas tank membuka pintu tank terdepan untuk berbicara dengan tentara di
dalamnya. Setelah kembali ke posisinya di muka tank-tank itu, orang ini ditarik
oleh sekelompok orang. Nasib ‘Manusia Tank’ ini setelah demonstrasi tidak
diketahui, dan bagi dunia ‘Manusia Tank’ itu tetap tanpa wajah dan tanpa nama.
Bolehkah
saya bertanya Bapak Deng, siapakah lelaki yang menghentikan tank-tank itu, dan
bagaimana nasibnya?”
Bapak
Deng duduk tak bergerak di kursinya yang terlalu besar, kakinya hampir tak
menyentuh lantai. Tiba-tiba seorang petugas menghampirinya dan berbisik sesuatu
di telinganya, Bapak Deng mengangguk dan kemudian menyatakan bahwa ia ada rapat lain di
agendanya dan harus pergi sekarang. Dengan demikian wawancara berakhir….
TAMAT
Artikel ini adalah wawancara imajiner mengenang Deng
Xiaoping