Cari Blog Ini

Minggu, 03 Oktober 2021

Wawancara dengan Martin

 

Photo: Wikimedia

Saya dengan senang hati mengunjungi gubuknya Martin, yang sering disebut sebagai “die Hütte", di Todtnauberg, di pinggir Black Forest, di  Jerman bagian Selatan. Dia menganggap pengasingan yang disediakan oleh hutan ini sebagai lingkungan terbaik untuk mendalami pemikiran filosofisnya, dan inilah tempat dia menulis bukunya yang paling terkenal ‘Being and Time” (Keberadaan dan Waktu). 

Gubuk ini kecil saja, 6 meter kali tujuh, dengan langit-langit yang menggantung rendah mencakupi tiga ruangan: dapur, yang juga ruang tempat tinggal, kamar tidur dan ruangan kerja. Tersebar dengan jarak yang lebar di sepanjang dasar lembah yang sempit dan di lereng yang sama curamnya di seberangnya, terdapat rumah-rumah petani dengan atap besar menggantung. Di tempat yang lebih tinggi lereng padang rumput mengarah ke hutan dengan pohon cemara yang gelap, tua dan menjulang… Ini adalah dunia kerjanya.

 Hari itu ia mendaki gunung, lalu turun dengan ski, dia adalah pendaki gunung yang rutin dan pemain ski yang ulung. Saya menyalaminya di muka pintu gubuk profesor yang pendek dan gempal ini dengan mata warna gelap yang tajam, mukanya memerah karna matahari. Kami duduk di dekat maja kopi, siap untuk mendiskusikan ‘Being and Time’.

 

Aku berkata:

“Menurut Platon, kebenaran ditentukan oleh bagaimana hal ini berhubungan dengan dunia dan apakah hal ini secara akurat sesuai dengan dunia itu, keyakinan yang benar dan pernyataan yang benar sesuai dengan fakta. Apa kebenaran menurut anda?”

 

 Martin, berbicara perlahan dan terarah:

“Bagi Platon, dan mereka yang mengikuti, kebenaran berarti ketepatan faktual, korespondensi antara pengetahuan, penilaian, dan objek. Pandangan kebenaran ini menyiratkan bahwa pengalaman kebenaran terstruktur dalam kaitannya dengan hubungan antara subjek dan objek. Ada perbedaan esensial antara memandang kebenaran ketepatan faktual, dan kebenaran sebagai ke-takterselubungan, Aletheia. Kebenaran sebagai ketepatan faktual telah mengabaikan pengalaman kebenaran sebagai celah yang membiarkan ke-takterselubungan muncul. Dalam ke-takterselubungan, kebenaran tidak saja, kebenaran tidak hanya terletak dalam penilaian, tetapi dalam mengadanya manusia itu sendiri.  Untuk mengambil hal-hal nyata dari yang terselubung menjadi yang takterselubung, Aletheia, membutuhkan 'cahaya' tertentu. Cahaya ini adalah hal mengada (Dasein) itu sendiri, mengada di dunia. Karena sikap terbuka Dasein, yang melibatkan keterlibatan dengan dunia secara keseluruhan, ia mampu menyingkapkan keterselubungan, membuka dunianya sendiri.”

 

 Aku berkata:

 “Anda diberitakan mengamati lukisan Sepasang Sepatudari Van Gogh di suatu pameran lukisan di Amsterdam dan anda terkesan dengan lukisan itu. Ceritakan bagaimana kesan anda akan lukisan itu.”


Photo: Wikimedia

Martin, tersenyum:

“Selama kita hanya membayangkan sepasang sepatu secara umum, atau hanya melihat sepasang sepatu kosong  yang tidak terpakai sebagai sepatu yang hanya tampil dalam lukisan, kita tidak akan pernah menemukan apa sebenarnya keberadaan dari perlengkapan itu sebenarnya. Dari lukisan Van Gogh kita bahkan tidak tahu di mana posisi sepatu ini. Tidak ada apa pun di sekitar sepatu petani ini atau di mana sepatu mungkin berada - hanya ruang yang tidak tertentu. Bahkan tidak ada gumpalan tanah dari ladang atau jalanan ladang yang menempel pada sepatu itu, yang setidaknya akan mengisyaratkan penggunaannya. Sepasang sepatu petani dan tidak lebih dari itu. Namun… 

Dari bukaan gelap bagian dalam sepatu yang sudah usang, tapak pekerja yang kelelahkan itu menatap ke muka. Dalam kekakuan dan keusangan sepatu yang memberatkan itu, ada ketekunan yang terkumpul dari perjalanan petani wanita yang lamban melalui alur-alur ladang yang tersebar luas dan senantiasa seragam disapu angin kencang. Di kulit sepatu terdapat kelembapan dan kesuburan tanah. Di bawah sol sepatu meluncur kesepian alur-alur ladang di saat malam tiba. Dalam sepasang sepatu bergetar panggilan sunyi bumi,  hadiah terselubungnya biji-biji gandum yang matang dan penolakan diri yang tak terjelaskan dalam kegetiran hampa ladang yang dingin.”

 

Aku berkata:

“Pandangan anda tentang lukisan sepatu tua yang usang ini sangat menarik, hal ini menyingkapkan wujud sepatu dan dunia petani wanita itu kepada kami. Lukisan itu memberi tahu kita apa sebenarnya sepatu itu, dan itu tidak terlepas dari entitas-entitas di dunia, termasuk yang menyingkapkan keterselubungan entitas itu dan juga diri sendiri, Dasein. Menurut buku anda “Being and Time” hal ini adalah Dasein otentik, Being-in-the world , Keberadaan di dunia, yang otentik, sebagai pemahaman Dasein tentang kebenaran.

 

Martin:

“Ke-takterselubungan dapat terjadi secara otentik, tanpa serangkaian sifat yang diwariskan. Entitas pada awalnya berwujud tetapi tetap terselubung dalam hal yang paling otentik dirinya. Keotentikan sebaliknya, terdiri dari pembelajaran Dasein untuk “mengungkap dunia dengan caranya sendiri… menyingkapkan dunia adalah… selalu dicapai sebagai pembersihan dari keterselubungan dan ketidakjelasan, sebagai pemutus penyamaran yang dengannya Dasein menghadang jalannya sendiri.”

 

Saya berkata:

“Anda selanjutnya menjelaskan bahwa Dasein otentik berarti menjadi dirinya sendiri, bukan orang lain, Dasein yang tidak tunduk pada pernyataan massa, publik, yang anda sebut sebagai 'das Man', atau 'mereka'. Dasein otentik tidak memilih untuk mengikuti selera, minat, mode, budaya pop yang dijadikan barang konsumsi. Dasein otentik dengan demikian menentang Dasein publik yang tidak autentik, yang merupakan Dasein ketika tunduk pada kendali ‘bukan-diri-sendiri’, publik, 'mereka', das Man. Dasein otentik memilih kemungkinannya sendiri dan bertindak berdasarkan kemungkinan itu, menutup kuping terhadap suara das Man dan dengannya pemahaman publik tentang dunia.”

 

Martin:

“Ya, Dasein adalah otentik dirinya sendiri hanya sejauh, sebagai Keberadaan yang peduli, Keberadaan yang mendampingi,  Keberadaan bersama dan Keberadaan bersama yang prihatin, ia memproyeksikan dirinya pada potensi-untuk-Keberadaan-nya yang paling pribadi, dan bukannya terhadap kemungkinan das Man. Menjadi otentik membutuhkan proses penegasan diri dan pembebasan diri dari godaan pemahaman yang tidak otentik. Dalam keadaan normal, secara hidup sehari-hari di dunia, Dasein di bawah dominasi pemahaman yang tidak autentik. Dasein memiliki kecenderungan untuk tenggelam dalam kegundahan dan kemungkinan yang ditampilkan dunia sebagai berharga. 

Das Man menghibur Dasein dengan menyembunyikan kebenaran darinya, tindakan yang Dasein terlibat. Hasilnya, Dasein tersebut dalam kesehariannya dibebaskan dari beban oleh das Man. Tidak hanya itu; dengan membebaskannya dari beban Keberadaannya, das Man terus melibatkan Dasein dengan jika Dasein memiliki kecenderungan untuk mudah menyerap segala sesuatu dan membuatnya mudah. Dan karena das Man terus-menerus melibatkan Dasein tersebut dengan membebaskan beban dari Keberadaannya, das Man mempertahankan dan meningkatkan dominasinya yang merongrong.  Ketidak -otentikan adalah cara hidup yang ‘menenangkan’.

 

Aku berkata:

“Apa yang anda maksud dengan Ketidak-otentikan sebagai cara hidup yang ‘menenangkan’?

 

Martin:

“Dalam menggunakan sarana transportasi umum dan menggunakan layanan informasi seperti koran, setiap  Orang Lain adalah seperti yang berikut. . . . Kita menikmati dan menyenangkan diri kita sendiri sebagaimana Mereka, de Man, menikmatinya; kita membaca, melihat, dan menilai tentang sastra dan seni sebagaimana yang Mereka lihat dan nilai; dan juga kita menyusut kembali dari 'massa besar' saat mereka menyusut kembali; kami menemukan apa yang 'mengejutkan' ketika menurut Mereka mengejutkan.”

 

Saya berkata:

“Dalam 'The Question Concerning Technology' anda memandang teknologi secara negatif. Teknologi, terlepas dari kontribusinya bagi umat manusia di era modern ini, anda gambarkan sebagai ancaman utama bagi Dasein yang otentik.”

 

Martin:

“Kehadiran teknologi mengancam pengungkapan, mengancamnya dengan kemungkinan bahwa semua pengungkapan akan dikonsumsi secara sistematis dan bahwa segala sesuatu akan memunculkan diri hanya dalam ke-takterselubungan sumber daya yang tersedia. Aktivitas manusia tidak pernah bisa langsung melawan bahaya ini. Prestasi manusia sendiri tidak akan pernah bisa menghapuskannya. Tetapi refleksi manusia dapat merenungkan fakta bahwa semua kekuatan penyelamat harus memiliki esensi yang lebih tinggi daripada yang terancam punah, meskipun pada saat yang sama menyerupainya.”

 

Saya berkata:

“Dalam hal apa teknologi berbahaya bagi keberadaan manusia?”

 

Martin:

“Zaman modern kita saat ini adalah zaman teknologi yang memanifestasikan cara tertentu dalam memahami dan menafsirkan dunia, permesinan, seperti halnya das Man memanifestasikan pemahaman publik tentang dunia. 

Permesinan, sebagai mode pemahaman teknologi, adalah suatu "goyangan keberadaan”. Permesinan memperluas goyangannya sebagai kekuatan yang mengancam. Dengan memperoleh kekuasaan, kekuatan yang mengancam ini berkembang sebagai kemampuan penaklukan yang segera dapat meledak dan selalu dapat berubah kemampuan untuk menaklukkan. ... Sejauh di zaman permesinan yang diberdayakan dengan kekuatan mengancam yang tak terbatas, manusia juga mencengkeram dirinya sebagai hewan makhluk hidup, satu-satunya hal yang tersisa bagi manusia itu sendiri. . . adalah penampakan pernyataan diri di hadapan makhluk-makhluk. 

Tetapi 'zaman teknologi' jauh lebih dari sekadar kendali atau perbudakan manusia oleh teknologi. Pemahaman yang dominan tentang realitas di zaman teknologi sebagian besar dicakup oleh istilah 'keterberhitungan,' yang berarti bahwa segala sesuatu yang nyata dipahami dalam istilah satuan tertentu, dapat dihitung, dapat diatur, dari apa yang dapat diproduksi atau digunakan untuk produksi. 

Permesinan memelihara lebih dahulu perhitungan yang sepenuhnya dapat diawasi demi menaklukkan memberdayakan makhluk menuju aturan yang dapat dijelajahi. Permesinan memelihara lebih dulu pemahaman tertentu tentang makhluk-makhluk sehingga mereka dapat dijelajahi karena dapat dihitung. Penjelajahan ke makhluk-makhluk ditentukan oleh perhitungan; untuk memahami arti makhluk-makhluk , seseorang harus dapat memahaminya dengan cara yang dapat dihitung. Realitas diatur, dipesan, sesuatu dihitung dan digabungkan dari bagian-bagian.

 Apa yang dapat berada, menurut zaman teknologi, harus dapat dihitung; dunia dipahami sebagai yang dapat dihitung, target dan tujuan dipahami dalam hal perhitungan dan produktivitas, yaitu, sebagai entitas tertentu yang terdiri dari kekuatan potensial yang dapat dikendalikan demi tujuan.

 

Saya berkata:

“Dengan berbicara begitu, seandainya ada yang bisa dilakukan, apakah yang bisa dilakukan seseorang?

  

Martin:

“Di mana pun manusia membuka mata dan telinganya, membuka hatinya, dan menyerahkan dirinya untuk merenung dan berjuang, membentuk dan bekerja, memohon dan berterima kasih, dia menemukan dirinya di mana-mana sudah dibawa ke dalam yang takterselubung.

 Sikap yang tepat manusia adalah memperlambat, menarik napas, dan mengamati dunia sekitar. Manusia selalu berada di dunia yang penuh dengan makna yang datang dari luar dirinya, dan langkah terpenting untuk menyadarinya, dengan menjauh dari kesibukan modern dan membiarkan dunia itu sendiri menampilkan dirinya apa adanya, tanpa mencoba untuk menguasainya. ”

 

Saya berkata:

“Dalam ‘The Origin of the Work of Art’ anda mengatakan bahwa hakikat seni adalah puisi dan hakikat puisi, sebagai gantinya, adalah pendirian kebenaran. Sebuah karya seni memiliki kemampuan untuk mendirikan dunia. Dunia adalah keterbukaan yang membuka diri dari jalan-jalan lebar keputusan sederhana dan penting dalam takdir manusia bersejarah. Seni menciptakan makna dengan membiarkan kebenaran muncul, yang dengannya Keberadaan menjadi dapat dipahami. Makna sebuah karya seni tidak dapat dipisahkan dari percakapan yang digagas dan dikehendaki senimannya.  

Bisakah Anda menjelaskan hal ini. ”

 

Martin:

“Puisi, sebagai penampakan yang mencerahkan, yang terungkap dari keterselubungan dan menunju ke depan ke dalam gambaran sosok itu, adalah keterbukaan yang dijadikan oleh puisi, dan memang sedemikian rupa sehingga hanya sekarang, di tengah-tengah makhluk-makhluk, keterbukaan membawa makhluk-makhluk menuju terang dan nyaring.

 Saya ingin mengutip puisi 'Autumn' (Musim Gugur) dari Friedrich Hölderlin:

 

Kilau alam lebih mengungkapkan,

Dimana dengan banyak kegembiraan hari akan berakhir,

Ini adalah tahun yang melengkapi dirinya dengan kemegahan,

Dimana buah datang bersama dengan pancaran sinar.

 

Dengan demikian, bola bumi dihiasi, dan jarang terjadi keributan

Suara lewat ladang terbuka, matahari menghangat

Pada hari musim gugur yang lembut, ladang terbentang

Sebagai pemandangan yang sangat luas, angin sepoi-sepoi bertiup

 

Melalui dahan dan cabang, bergemerisik dengan senang hati,

Ketika sudah menuju kekosongan yang ladang-ladang memberi jalan.

Makna utuh dari gambaran yang cerah ini tetap hidup

Sebagai gambaran, kemegahan keemasan melayang di mana-mana

 

Puisi Hölderlin ini mampu menyadarkan kita yang 'mencengangkan' dan ke keajaiban yang 'luar biasa' dalam 'yang biasa'. Kita memikirkan gambaran dataran yang megah. Namun dataran belum menjadi alam itu sendiri, 'ada' (sein) bukanlah 'Keberadaan' (Dasein) itu sendiri. Alam memungkinkan memancarkan semua yang dimiliki daratan. Dalam tampilan daratan, yang dianugerahkan oleh alam, kilauan alam lebih mengungkapkan, katakanlah, esensi ilahi. “

 

TAMAT:

Ini adalah wawancara imajiner mengenang Martin Heidegger.

 

Sumber-sumber:

 

Derek R. O’Connell- Heidegger’s Authenticity

https://core.ac.uk/download/pdf/158301888.pdf

 

MJ Geertsema - Heidegger’s onto-poetology: the poetic projection of Being

https://www.e-publicacoes.uerj.br › download

 

https://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger








Roma, di Fontana di Trevi

 

Kemana saja kita pergi, monumen-monumen megah biasanya terdapat di lapangan luas yang terkenal untuk menonjolkan keberadaan yang megah dan keutamaan monumen itu. Kita bisa dengan mudah menavigasi keberadaan monumen karena lokasinya pastilah umum diketahui dan kita bisa melihat lokasi itu dari kejauhan.  Tapi monumen yang akan kita kunjungi ini berbeda, monumen ini terjebak di lapangan sempit yang dikelilingi bangunan-bangunan, restoran-restoran dan toko-toko di tengah kota. Banyak jalanan menuju ke tempat ini, jalan-jalan kecil yang melalui bangunan-bangunan kuno, restoran-restoran dan toko-toko. Di kelilingi bangunan-bangunan, ketika kita berjalan kita tidak bisa melihat apa yang di muka dari kejauhan. Sehingga, datang dari via del Lavatore, ketika belok di tikungan, monumen ini tiba-tiba muncul di depan mata kita dengan keagungannya, dengan suara air terjun yang khas. Patung-patung dari tokoh-tokoh mitologi Yunani kuno mencolok dari kolam air mancur, menampilkan drama di air yang hijau.  Orang-orang berkerumun di pinggir kolam, dan mencoba mengartikan apa yang ingin diceritakan oleh penampilan ini.

Monumen ini adalah Fontana di Trevi, kolam air mancur megah yang menampilkan Oceanus, Dewa Lautan, personifikasi ilahi dari lautan, berdiri di atas kereta karang untuk menjinakkan air. Kereta karang itu ditarik oleh kuda-kuda bersayap yang dikendalikan oleh dua Triton, salah satu Triton berkutat dengan seekor kuda yang liar, sedang Triton yang lain mengendalikan kuda yang jinak.  Tema “Taming of the Waters” (Penjinakan Air-Air) digambarkan dengan gaya baroque yang agung di punggung Palazzo Poli. Dirancang oleh arsitek Itali Nicola Salvi di tahun 1732 dan diselesaikan oleh by Giuseppe Panini di tahun 1762  sesudah kematian Nicola Salvi, dan didekorasi oleh seniman-seniman dari sekolah Bernini. Tampak depan dan karang-karangnya dibangun menggunakan Travertine, batuan alamiah yang elegan yang dibentuk oleh mata air panas dekat Tivoli.

Di masa Roma kuno, air disembah sebagai zat ilahi dan keberadaan air dalam jumlah besar adalah simbol kemewahan dan karena itu suatu ekspresi kekuasaan. Air Fontana di Trevi disalurkan oleh Aqua Virgo duct, sebuah aqueduct (saluran air) yang semulanya dibangun oleh Marcus Agrippa di tahun 19 BC. Aqueduct berfungsi sebagai penyalur air bersih dari sumber air di dataran tinggi sekitar 13 km jauhnya melalui saluran-saluran di atas arkade-arkade dan di bawah tanah.  Hanya mengandalkan gravitasi aqueduct menyalurkan air cukup untuk hampir semua masyarakat, namun adequate hanya memiliki gradasi kemiringan yang kecil untuk menyalurkannya. Rancangan dan konstruksi untuk membangun aqueduct yang menyalurkan air dengan volume besar dengan jarak yang jauh dan medan yang berbeda-beda menunjukkan kekayaan masyarakat yang membangunnya. Dalam konteks ini, tema “Taming of the Waters” menggambarkan dengan dramatis sang Dewa Lautan Yunani Oceanus yang menjinakkan air-air seperti halnya aqueduct Roma kuno mengatur perjalanan air dan kemampuan masyarakatnya yang mengagumkan untuk mengarahkan dan menguasai air.

Ke sebelas aqueduct di masa Roma kuno mencukpi penyaluran air ke kota untuk lebih dari satu juta penduduk, namun Aqua Virgo duct yang berakhir di Fontana di Trevi merupakan satu-satunya aqueduct yang masih dipakai di masa kini karena sebagian besar salurannya berada di bawah tanah. Saat ini, sebagian besar airnya didaur ulang untuk memelihara lingkungan hidup, namun sumber airnya masih dari Aqua Virgo duct masa dulu.

Di dalam kerumunan pengunjung kita bisa melihat beberapa orang melemparkan koin ke dalam air mancur melalui bahunya. Kebiasaan ini berasal dari ribuan tahun sebelum Masehi, di mana barang-barang berharga dilemparkan ke sumber air untuk menyenangkan dewa-dewa air. Dimasa modern ini, kita masih melakukannya dengan harapan untuk bisa kembali ke Roma. Sekitar 3,000 Euro dilempar ke dalam kolam air mancur ini setiap hari, uangnya dikumpulkan setiap malam dan disumbangkan ke amal yang menolong orang-orang yang kekurangan.

Fontana di Trevi benar-benar kolam air mancur yang dramatis yang menorehkan kenangan indah tentang Roma, sehingga ketika kita meninggalkan Roma saat ini dengan berkata “Arrivederci Roma”, Selamat Tinggal, kita berharap mendengar “Bentornato a Roma”, Selamat Datang Kembali ke Roma”, lain kali………….

 

TAMAT

Sumber:

http://engineeringrome.org/roman-water-displays-as-a-sign-of-status/

https://www.hisour.com/famous-fountains-discover-flow-water-rome-italian-youth-committee-unesco-16424/