Cari Blog Ini

Sabtu, 02 Januari 2021

Wawancara dengan Oriana

 

Photo: Wikipedia

Hari itu Oriana keluar dari kamarnya mengenakan setelan celana berwarna violet, menyapa saya dan duduk di kursi di muka jendela, menopangkan salah satu kakinya di paha kaki lainnya. Di tangan kanannya dia mengapit sebatang rokok Virginia Slims dan menghembusnya terus menerus. Walaupun dia kecil, mungkin 1.55 meter dan berat sekitar 45 kg, postur tubuhnya memberi kesan seorang wanita yang penuh percaya diri, meyakinkan dan tegas. Wawancara-wawancaranya dengan tokoh-tokoh terkenal dunia mengkonfirmasi hal ini semua. Ini adalah wanita yang berani bertanya kepada tokoh-tokoh politik pertanyaan-pertanyaan yang brutal di dalam wawancaranya. Ini adalah wanita yang berani membuka cadarnya ketika mewawancarai Khomeini, berani menanyai Nguyen Van Thieu “Sebagaimana korupkah anda?”, dan berani menuduh Yasir Arafat “Anda sama sekali tidak menginginkan perdamaian yang diharapkan semua orang.” 

Bukunya yang paling terkenal “Wawancara dengan Sejarah” mengumpulkan wawancara-wawancara dengan 14 tokoh politik, dengan sampul yang mengutip majalah Rolling Stone “pewawancara politik yang terbesar di masa modern.” Saat saya kuliah saya membaca beberapa wawancara yang membuatnya terkenal, dengan Henry Kissinger, Khomeini, dan saya terpesona. Baru belakangan ini saya menemukan buku ini dan lebih terpesona lagi dengan wawancara-wawancara degan tokoh-tokoh yang kurang populer Shah Iran, King Hussein, Jenderal Giap dan bahkan dengan tokoh yang hampir tak terkenal Alexandros Panagoulis. Sebelum membacanya, saya tidak menyangka betapa menariknya wawancara-wawancara itu, yang memberi pandangan segar dan membuka jendela-jendela terhadap kepribadian tokoh-tokoh politik itu. 

Jadi, saya datang ke apartemennya di Florence melalui jembatan Ponte Vecchio yang terkenal itu dan duduk dengan wanita lincah ini untuk berbincang tentang buku ini. Dia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan suara yang dalam, beraksen Italia, dan dengan banyak pergerakan lengannya. Meskipun terkenal sebagai wanita temperamental, bagi saya nampaknya dia wanita yang penuh perhatian dan baik hati.

 

Lalu saya menembakkan pertanyaan pertama: 

 “Pada umumnya, jurnalisme menekankan obyektivitas dalam penulisan agar memberi gambaran akan masalah dan kejadian-kejadian secara netral dan tidak bias, tanpa mempertimbangkan pandangan dan kepercayaan pribadi sang jurnalis. Sementara anda terkenal secara di seluruh dunia dengan pendekatan anda yang penuh penghayatan dan konfrontatif. Anda menjadi selebriti karena wawancara anda yang interogatif, pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan yang membuat Shah Iran membagikan pandangan religiusnya, membuat Jenderal Giap mengungkapkan rencana permainan militernya untuk mengalahkan Amerika di Vietnam, dan kadang kala membuat Nguyen Van Thieu berair-mata.”

 

Oriana:

“Saya tidak merasa untuk menjadi, atau tidak akan pernah berhasil untuk merasa seperti, sebuah perekam dingin dari apa yang saya lihat dan dengar. Dalam setiap pengalaman profesional, saya meninggalkan seberkas hati dan jiwa saya: dan saya ikut serta dalam hal yang saya lihat dan dengar seakan-akan saya berkepentingan secara pribadi akan hal itu dan merupakan suatu hal yang saya harus menentukan pendirian saya. Jadi saya tidaklah datang ke empat belas orang ini dengan sikap ambil jarak seorang anatomis atau seorang wartawan yang berhati dingin. Saya datang dengan seribu rasa marah, seribu pertanyaan yang mendera mereka juga mendera saya, dan dengan harapan untuk mengerti bagaimana, sebagai seorang berkuasa atau penentangnya, orang-orang itu menentukan masa depan kita.”

 

Aku berkata:

“Di dalam wawancara dengan Shah Iran anda memang menderanya, seperti tinju, anda melemparkan pukulan-pukulan ke dia, dia bertahan dan bahkan membalas dengan uppercut ke anda.”

 

Oriana:

“ Dia adalah seorang yang memiliki karakter yang konflik-konflik yang paling bertentangan bergabung untuk menghadiahkan sakit hati anda dengan misteri. Dia percaya akan mimpi-mimpi kenabian, dalam penglihatan-penglihatan, dalam mistis kekanak-kanakan, dan lalu membahas minyak bumi seakan seorang ahli, yang memang dia ahlinya. Dia memerintah bak monarki absolut, dan lalu bercerita tentang rakyatnya dalam nada seorang yang percaya kepada mereka dan mencintai mereka, dengan memimpin Revolusi Putih yang memberi kesan seakan-akan berusaha untuk memerangi buta huruf dan sistem feodal. Dia menganggap wanita hanya sebagai hiasan-hiasan yang anggun yang tak dapat berpikir seperti lelaki, dan lalu berusaha memberi wanita-wanita kebersamaan sepenuhnya akan hak dan tugas. Memang, di dalam masyarakat dimana wanita masih memakai cadar, dia bahkan memerintahkan gadis-gadis untuk melaksanakan dinas militer.”

 

Aku berkata:

“Apakah anda bertanya apakah dia seorang diktator?

 

Oriana:

“Dia bilang dia tidak akan menyangkalnya, karena dalam satu segi dia adalah diktator. Lalu: ‘Tapi lihatlah, untuk melaksanakan reformasi, seseorang tak bisa menghindar untuk menjadi otoriter. Terutama jika reformasi itu dilaksanakan di sebuah negara seperti Iran, dimana hanya dua puluh lima persen penduduknya dapat membaca dan menulis. Jangan lupa bahwa buta huruf disini sangat drastis – dibutuhkan setidaknya sepuluh tahun untuk membasminya. 

Percayalah kalau tiga perempat penduduk suatu negeri tidak dapat membaca dan menulis, anda hanya bisa menjalankan reformasi dengan sikap yang sangat otoriter- kalau tidak anda tidak kemana-mana. Kalau saya tidak bersikap keras, saya bahkan tidak akan bisa menjalankan reformasi agraria, hal itu akan menemui jalan buntu. Kalau hal itu terjadi, kelompok ekstrim kiri akan melindas kelompok ekstrim kanan dalam beberapa jam, dan bukan hanya Revolusi Putih yang akan terhentikan. Saya harus melakukan apa yang saya lakukan. Misalnya, memerintahkan tentara saya menembak siapa saja yang menentang distribusi tanah.”

 

Aku berkata:

“Anda bilang di buku ini bahwa sikapnya dingin selama wawancara, kaku, bibirnya tertutup bak pintu yang terkunci, matanya dingin bak angin musim dingin, menatap anda dengan kaku dan kejauhan. Namun dia sangat berbeda ketika dia bicara tentang minyak bumi. Dia bersinar, bergetar, fokus, dia menjadi orang lain.”

 

Oriana:

“Dia merasa mengetahui segala hal yang dapat diketahui tentang minyak bumi, segalanya. Dia bilang: “Hal ini memang keahlian saya. Dan saya memberitahu anda sebagai seorang ahli bahwa harga minyak bumi haruslah naik. Tidak ada solusi lain. Tapi itu adalah solusi yang orang Barat membawanya pada diri sendiri. Atau, bisa dibilang, sebuah solusi yang dibawa oleh masyarakat industrial anda yang terlalu beradab. Anda telah menaikkan harga gandum tiga ratus persen, dan sama halnya dengan gula dan semen.  Anda telah menaikkan harga petrochemicals selangit. Anda membeli munyak mentah dari kami dan menjualnya kembali, setelah disuling menjadi petrochemicals, serratus kali harga yang anda bayar. Anda membuat kami membayar berlebihan untuk segalanya, sangat berlebih, dan adalah adil jika dari sekarang anda harus membayar lebih untuk minyak bumi. Katakanlah…. sepuluh kali lipat. 

Saya tidak bisa melupakan dia tiba-tiba mengangkat jari telunjuknya dengan pandangan mata penuh kebencian, untuk mengesankan saya bahwa harga minyak bumi akan naik, naik, sepuluh kali lipat. Saya merasa mual berhadapan dengan pandangannya dan telunjuknya….”

 

Aku berkata:

“Banyak tokoh politik yang anda wawancarai di dalam buku ini memiliki pandangan yang sosialis, Golda Meir, Willy Brandt, Indira Gandhi, Pietro Nenni hingga Helder Camara. Namun sosialisme memiliki banyak warna, dari yang lunak hingga liberal. Apakah anda sosialis Oriana?”

 

Oriana:

“Tidak, saya bukan sosialis. Sosialisme yang diterapkan sekarang tidaklah berhasil. Kapitalisme juga tidak berhasil. Lebih baik saya mengutip apa yang di katakan Indira Gandhi dalam wawancara:

‘Saya tidak melihat dunia sebagai sesuatu yang terbagi antara kanan dan kiri. Walaupun kita menggunakannya, walaupun saya menggunakannya, istilah-istilah ini sudah kehilangan arti. Saya tidak berminat dalam satu label atau yang lainnya ---- Saya hanya berminat untuk mencapai jalan keluar dalam suatu permasalahan, untuk mencapai tujuan saya. Saya mempunyai beberapa tujuan. Tujuannya sama dengan tujuan ayah saya: memberi rakyat standar hidup yang lebih tinggi, membasmi kanker kemiskinan, menghilangkan konsekuensi ketertinggalan ekonomis. Saya ingin berhasil. Dan saya ingin berhasil dengan sebaiknya, tanpa memperdulikan apakah orang akan mengatakan tindakan saya bersikap ke pihak kiri atau kanan. 

Sama halnya ketika kami menasionalisasi bank-bank. Saya tidaklah menyetujui nasionalisasi hanya demi retorik nasionalisasi saja, atau karena saya melihat bahwa nasionalisasi menyembuhkan segala ketidakadilan. Saya menyetujui nasionalisasi jika diperlukan. Kami menyadari bahwa bank-bank belum membawa perbaikan, dananya masih mengalir ke industrialis kaya atau kroni para pemilik bank. Dan kamipun menasionalisasikan bank-bank tersebut tanpa memperdulikan apakah langkah ini sebuah tindakan sosialis ataukah antisosialis, ini hanya sebuah keperluan. Siapapun yang menasisonalisasikan sesuatu hanya untuk dianggap sebagai berpihak ke kiri bagi saya adalah orang dungu. 

Kata sosialisme sekarang memiliki banyak arti dan interpretasi. Orang Russia menamakan mereka sosialis, orang Swedia menamakan mereka sosialis. Dan jangan lupa di Jerman juga ada sosialis nasional. Bagi saya sosialisme berarti keadilan. Artinya berusaha untuk bekerja dalam masyarakat yang lebih egalitarian.”

 

Aku berkata:

“Salah satu wawancara anda yang luar biasa adalah dengan Jenderal Giap, jenderal Vietnam Utara ketika perang Vietnam. Dia terkenal akan kekejamannya, tentara Perancis jatuh ke perangkapnya yang penuh dengan tawon berbisa, sumur jebakannya penuh dengan ular, atau mereka diledakkan oleh bom yang tersembunyi di mayat-mayat yang ditinggalkan di pinggir jalan, dan di tahun 1954 dia mengalahkan Perancis di Dien Bien Phu. Dia juga ditakuti tentara Amerika, dan atas keberaniannya Ho Chi Minh biasanya memanggilnya Kui atau Setan. 

Ketika anda berjumpa dengan dia, apakah anda menemukannya sebagai seseorang yang menakutkan?”

 

Oriana:

“Saya pertama-tama terkejut betapa pendeknya dia, kurang dari 1.5 meter, dengan badan yang gemuk. Mukanya bengkak dan diliputi pembuluh-darah pembuluh-darah kecil biru yang membuatnya kelihatan ungu. Tidak, wajah itu tidaklah sangat menarik. Mungkin karena warna ungu itu, mungkin karena garis-garis yang tak menentu, membuat anda sukar untuk tetap menatapnya, dimana yang anda temukan jarang menarik. Mulut yang besar penuh dengan gigi-gigi kecil, hidung pesek yang membesar karena dua lubang hidung yang besar, keningnya yang berhenti di tengah kepalanya dengan sejumput rambut hitam…”

 

Aku berkata:

“Apakah dia memamerkan strategi perangnya?

 

Oriana:

“Dia bilang tentara Amerika meremehkan semangat orang-orang yang mengetahui bagaimana berperang untuk tujuan yang perlu, untuk menyelamatkan negaranya dari serangan asing. Perang Vietnam tidaklah tergantung angka-angka dan tentara yang dipersenjatai dengan baik, semua hal itu tidaklah menyelesaikan permasalahan. Ketika seluruh rakyat memberontak, tidak ada lagi yang anda dapat perbuat, dan tidak ada kekayaan manapun di dunia yang dapat mengalahkannya. Musuh mereka bukanlah serdadu yang baik, karena mereka tidak yakin akan apa yang mereka lakukan dan karena itu kekurangan semangat bertempur. 

Oh, ini bukanlah peperangan yang anda bisa selesaikan dalam beberapa tahun. Dalam peperangan dengan Amerika Serikat, anda butuh waktu, waktu…. Tentara Amerika akan terkalahkan dengan waktu, dengan menjadi Lelah. Dan untuk membuat mereka Lelah, kami harus terus bertempur, berlangsung…. Untuk waktu yang lama: sepuluh, lima belas, dua puluh, lima puluh tahun. Sampai kami mencapai kemenangan, seperti yang dikatakan presiden kami Ho Chi Minh. Benar! Bahkan dua puluh bahkan lima puluh tahun! Kami tidak tergesa-gesa, kami tidak takut.”

 

Aku berkata:

“Wawancara anda dengan Jenderal Giap mendapat perhatian Henry Kissinger, yang lalu mengundang anda untuk mewawancarainya. Sangat jarang dia memberi wawancara pribadi, biasanya dia bicara di konferensi pers yang diatur oleh pemerintah. Apa yang dia bilang tentang wawancara dengan Giap?”

 

Oriana:

“Dia tidak bicara tentang Jenderal Giap, sebaliknya dia bertanya kepada saya tentang Giap, Thieu dan jenderal-jenderal Vietnam lainnya. Dia bahkan bertanya kepada saya: ‘Menurut anda apa yang akan terjadi di Vietnam dengan genjatan senjata?’ Tentang Vietnam dia tak bisa bercerita banyak, dan saya kagum ketika dia bilang: bahwa apakah perang ini akan berhenti atau berlanjut tidaklah tergantung padanya, dan dia tak memiliki kemewahan untuk mengorbankan segalanya dengan sebuah perkataan yang tak perlu. Dia bilang: ‘Jangan menanyakan saya hal itu. Saya harus berpegang kepada apa yang saya katakana kepada publik sepuluh hari lalu…. Saya tidak bisa, saya tidak bisa menganggap sebuah hipotesa yang saya pikir tak akan terjadi, sebuah hipotesa yang tidak harus terjadi. Apa yang saya bisa katakana adalah bahwa kita berjuang untuk perdamaian, dan kita bagaimanapun akan mendapatkannya, dalam waktu yang sesingkat mungkin setelah pertemuan saya dengan Le Duc Tho lain kali.”

 

Aku berkata:

“Apakah Henry Kissinger bilang bahwa perang Vietnam adalah perang yang tidak ada gunanya?”

 

Oriana:

“Dia bilang dia setuju: ‘Tapi jangan lupa bahwa alasan mengapa kita berperang adalah untuk menjaga agar Vietnam Selatan jangan dicaplok oleh Vietnam Utara, perang ini diperuntukkan agar Selatan tetaplah Selatan. Tentu saja maksud saya bahwa ini satu-satunya alasan…. Ada alasan lain…. Tapi hari ini saya tidaklah dalam posisi untuk menilai apakah perang Vietnam itu perlu atau tidak, apakah perang itu berguna atau tidak berguna. 

Setidaknya, peran saya, peran kita, adalah untuk mengurangi terus menerus keterlibatan Amerika dalam peperangan ini, dan kemudian menghentikannya. Dan harus dihentikan menurut prinsip-prinsip tertentu. 

Akhirnya, sejarah akan berkata siapa yang lebih banyak bertindak: orang-orang yang terus menerus mengkritik dan tidak lain dari itu, atau kita yang berusaha mengurangi peperangan dan mengakhirinya. Benar, keputusannya tergantung sejarah.”

 

Aku berkata: 

“Sekarang, bagian terakhir buku anda adalah wawancara dengan Alexandros Panagoulis, politikus Yunani dan penyair, yang aktif ikut serta melawan junta militer Yunani, yang juga dikenal dengan Regim para Kolonel. Dia menjadi terkenal atas percobaan pembunuhan diktator Georgios Papadopoulos pada 13 August 1968, tapi juga atas siksaan yang diterimanya selama di penjara. 

Membaca wawancara ini, pembaca tak dapat terhindar dari pengamatan bahwa anda sangat mengaguminya, bahkan dengan penuh asmara.”

 

Oriana:

“Malam itu di Athena, dua hari saja setelah amnesti politik umum melepaskan Alexandros Panagoulis dari penjara, saya menjumpainya untuk wawancara dan jatuh cinta kepadanya.” 

 

Aku berkata:

“Panagoulis adalah orang yang nyata: Seorang pahlawan yang dijatuhi hukuman mati atas percobaan pembunuhan seorang diktator. Dia hanya menyesali bahwa dia gagal. Apakah anda melihatnya sebagai seorang pahlawan?”

 

Oriana:

“Dia bilang: ‘Saya bukanlah seorang pahlawan dan saya saya tidak merasa sebagai sebuah simbol….. Saya sangat takut mengecewakan anda semua yang melihat begitu banyak tentang saya! Oh, kalau saja anda bisa berhasil melihat saya hanya seorang manusia!”

 

Aku berkata:

“Dan lalu anda bertanya: ‘Alekos, apa artinya menjadi seorang manusia?”

 

Oriana:

“Dia bilang: ‘Itu berarti untuk memiliki keberanian, untuk memiliki kehormatan. Itu berarti mencintai tanpa membuat cinta suatu jangkar. Itu berarti berjuang dan untuk menang… Dan bagi anda, apakah seorang manusia?’ 

Saya menjawabnya : ‘Saya akan bilang bahwa seorang manusia adalah anda, Alekos.” 

 

Demikianlah berakhirnya wawancara ini. Arrivederci Oriana….

 

TAMAT

 

Ini adalah wawancara imaginer mengenang Oriana Fallaci.

 

Sumber:

Interview with History oleh Oriana Fallaci.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar