Saat berjalan-jalan di malam hari di Kabukicho,
kami melihat sebuah restoran yang sangat unik. Namanya Robot Restaurant, dengan
papan nama besar-besaran di bagian atas
restoran dengan bola-bola lampu yang berkilauan sehingga bisa terlihat dari
jauh. Siapa pun yang mengunjungi daerah ini tidak akan luput memperhatikan
restoran ini. Kami bertanya-tanya restoran macam apa itu, apakah kami akan
dilayani oleh robot atau semacamnya? Sebenarnya, tempat tersebut menawarkan
pertunjukan kabaret bertema Robot yang spektakuler, dan menyebutnya sebagai
restoran sebenarnya agak menyesatkan. Tempat ini adalah lebih menyajikan
pertunjukan daripada restoran. Mereka memang menyajikan makanan di sana, tapi
itu adalah jenis makanan yang disantap sambil menonton pertunjukan. Penataan
ruangannya seperti panggung arena yang dikelilingi tempat duduk penonton, tidak
seperti penataan meja makan pada umumnya di restoran.
Pertunjukannya mencengangkan, nyaring dan penuh
energi sejak awal. Penari, lampu laser, lampu sorot yang mempesona, bercampur
dinosaurus dan robot menari seirama dengan ketukan drum. Benar-benar
spektakuler. Gerakannya tampak tidak dikoreografikan, namun pertunjukannya
sebenarnya merupakan Gerakan-gerakan yang direncanakan dengan cermat dan
memerlukan persiapan berminggu-minggu. Para penari harus menguasai segalanya
mulai dari menari hingga bermain drum, pole dancing, dan mengendarai robot
untuk pertunjukannya. Begitulah yang dikatakan salah satu penari kepada kami
setelah pertunjukan.
Meskipun tampaknya tidak ada alur cerita dalam
pertunjukan berdurasi 90 menit tersebut, tampaknya ini adalah pertarungan
klasik antara pasukan robot. Penarinya berkisar dari kawaii (imut-imut) hingga
binatang mengerikan, karakter anime konyol hingga karakter fantasi Jepang kuno.
Ada musik rock yang menggelegar di ruangan itu, dengan prajurit putri berbikini
melawan robot transformator setinggi 3 meter. Mereka datang untuk menggoda anda
di setiap sudut dan di depan tempat duduk Anda. Ada juga hiu raksasa yang
menyerang robot kuda, panda Kung-Fu yang bergulat di Segway. Mereka membuat
kami tersenyum.
Selama 90 menit kami memasuki dunia yang
berbeda, monster dan karakter kawaii menjadi nyata, mainan robot menjadi besar,
ini adalah pertunjukan sekaligus pesta liar. Tempat ini adalah salah satu
tempat wisata terbaik di Tokyo, terletak di kawasan kehidupan malam Shinjuku. Robot
Restaurant mendapat reputasi baik tidak lama setelah dibuka pada tahun 2012,
namun sayangnya harus ditutup selama pandemi Covid 19 dan tetap ditutup
selamanya.
Wah, aku beruntung bisa berjumpa dengan Chairil di Toko es krim Artic,
di Kramat Raya, Batavia. Ia sedang duduk di pojok di meja kursi rotan. Seperti
biasa ia tertekun membaca buku tanpa memperhatikan sekelilingnya. Ketika aku tegur
ia mengangkat kepalanya dari buku dan tersenyum menyambutku. Ia seakan ingat
janjinya untuk aku wawancarai, tapi sangat sulit menemuinya selama ini. Mungkin
ia berusaha menghindar karena sebenarnya ia kurang suka keramaian publikasi. Jadi
aku beruntung memergokinya di pojok sini.
Tapi aduh, mukanya kucel, matanya merah seperti kurang tidur. Wajahnya
muram dan lesu.
“Tadi malam begadang yaRil...?”
Aku menyapa.
“Ngga juga… biasa begini…” katanya basa basi dengan menerawang,
kemudian melirik ke pintu masuk ketika bel pintu itu berbunyi. Rupanya ada seorang
noni Indo yang masuk. Toko es krim ini memang banyak didatangi remaja-remaja
Indo dan Belanda, banyak yang baru pulang sekolah. Suasananya menjadi meriah.
Rupanya ini yang di cari ‘Si Binatang Jalang’, begitu ia menyebut dirinya
sendiri dalam pusinya yang terkenal, nongkrong di sini sambil cuci mata noni
noni putih bersih berambut kepirang-pirangan. SeBelum ada es krim di mejanya,
jadi aku menawarkan: “Ingin makan es krim apa… Ril? “
“Apa saja sih…” katanya.
“Oke… aku orderkan es krim mokka ya… yang ada biskuitnya…” kataku.
Tapi ia seperti tidak peduli. Ia memang tidak peduli apa yang dia makan,
ia hanya merokok terus. Tubuhnya kurus seperti tidak terurus. Wajahnya tirus
pucat, dengan lingkaran hitam di sekitar matanya. Pakaiannya pun sekenanya,
bajunya luntur dan celananya lusuh. Benar-benar seperti “Binatang Jalang, yang
terbuang dari kumpulannya.”
Padahal setahu aku orang tuanya berada, bapaknya bupati Indragiri. Dan
ia anak tunggal, jadi bisa dibayangkan dimanjakan sejak kecil. Semuanya ada dan
tidak pernah terluntang lantung. Aku jadi ingin bertanya.
Aku: “ Saya boleh tanya kepada anda … Ril, masa kanak-kanak anda
tentunya serba berkecukupan dan menyenangkan… ya…?”
Chairil:
“ Lihatlah cinta jingga
luntur:
Dan aku yang pilih
tinjauan mengabur, daun-daun
sekitar gugur
rumah tersembunyi dalam
cemara rindang tinggi
pada jendela kaca tiada
bayang datang mengambang
Gundu, gasing, kuda-kudaan,
kapal-kapalan di
zaman kanak,
Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan
ajaib
menggulingkan gundu,
memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan,
menghembus kapal-kapalan
aku sudah lebih dulu kaku.”
Pada usia 19 tahun, setelah
perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia. Ia tinggal
di rumah pamannya, Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia. Meskipun demikian
ia seperti orang yang hidupnya tidak teratur, pakaiannya kumuh, makannya tidak
teratur, kelayapan ke mana-mana dan sering numpang tidur di kamar
kawan-kawannya.
Pelayan menghidangkan dua es
krim mokka di meja kami. Chairil mengacuhkannya, ia menerawang saja, hingga es
krimnya mulai meleleh.
Aku bertanya: “Ada nostalgia di Toko ini… Ril…?”
Chairil:
“Antara bahagia sekarang dan
nanti jurang ternganga,
Adikku yang lagi keenakan
menjilati es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi
dengan susu plus coca cola
Isteriku dalam latihan: kita
hentikan jam berdetik.
Kau pintar benar bercium, ada
goresan tinggal terasa
ketika kita bersepeda kuantar
kau pulang
Panas darahmu, sungguh lekas
kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit
lagi menjulang.”
Pilihanmu saban hari
menjemput, saban kali
bertukar;
Besok kita berselisih jalan,
tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan
sebentar.
Aku juga seperti kau, semua
lekas berlalu
Aku dan Tuti plus Greet plus
Amoi hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang
lekas jadi pudar.”
Beberapa waktu yang lalu, setelah
Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan, Belanda melakukan agresi militernya
untuk menguasai kembali wilayah-wilayah Indonesia. Bersama tentara Sekutu
mereka berhasil menguasai wilayah Jawa Barat.Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah
Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi. Akibatnya,
Tentara Republik Indonesia (TRI) banyak yang memilih mundur ke pedesaan dan
bergabung bersama rakyat setempat untuk membangun pertahanan menghadapi
serangan Belanda. Beberapa pasukan TRI bermarkas di Desa Rawagede dan dipimpin
oleh Kapten Lukas Kustarjo. Celakanya, markas pejuang di Desa Rawagede
diketahui oleh antek-antek Belanda.
Tanpa pikir panjang, tentara
militer Belanda segera mempersiapkan rencana penyerangan mendadak terhadap
Kapten Lukas dan prajuritnya. Belanda berusaha mencari keberadaan Kapten Lukas,
namun mereka tidak berhasil menangkapnya. Belanda lalu mengumpulkan penduduk
laki-laki berusia sekitar 14 tahun di lapangan. Satu per satu dari mereka
ditanyai perihal keberadaan Kapten Lukas, tetapi tidak ada satu pun yang
mengetahuinya. Jawaban mereka tentu tidak membuat Belanda langsung percaya
begitu saja. Para pemuda ini kemudian diperintahkan jongkok membelakangi
tentara Belanda dengan kedua tangan diletakkan di atas kepala. Dalam sekejap, tubuh-tubuh
mulai berjatuhan setelah dieksekusi oleh Belanda.
Aku: “Anda menulis puisi
untuk mengenang para pemuda remaja yang baru-baru ini dibunuh Belanda di antara
Karawang dan Bekasi, bisa anda ceritakan kenangan itu…”
Chairil:
“Kami yang kini terbaring
antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka”
dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi
mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan
mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal
tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami
bisa
Tapi kerja belum selesai,
belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang
berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan
nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak
lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis
batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami.
yang tinggal tulang-tulang
diliputi debu
Beribu kami terbaring antara
Karawang-Bekasi.
TAMAT
Tulisan ini adalah wawancara
imajiner mengenang Chairil Anwar
Saat itu musim dingin
ketika saya berjalan dari stasiun Metro Shinjuku ke Taman Nasional Shinjuku
Gyeon. Tentu saja banyak orang lebih suka mengunjungi taman ini di musim semi
untuk melihat bunga sakura mekar, atau melihat warna di musim gugur, namun di
musim dingin taman memiliki warnanya sendiri. Bukan warna putih salju, tetapi
warna tanaman yang ditundukkan oleh musim dingin. Berbagai warna hijau yang tidak
sehijau di musim panas bercampur dengan warna pohon maple yang tersisa.
Shinjuku Gyoen,
terletak beberapa ratus meter dari detak jantung Shinjuku, adalah kombinasi
dari taman gaya Barat, yakni taman Prancis dan taman Inggris, dengan taman
tradisional Jepang. Keindahan taman gaya Jepang terletak pada keindahannya yang
asimetris, tidak seperti keindahan simetris taman gaya Barat. Selain itu,
hampir semua elemen di taman Jepang menunjukkan simbolisme yang berakar dalam
pada Shinto, yang mempertimbangkan ikatan erat antara alam, manusia, dan dewa. Arti
kata Shinto itu sendiri adalah "jalan Kami (dewa)". Para dewa hidup
di dunia yang sama dengan manusia, di alam. Oleh karena itu, alam sebagai rumah
para dewa, adalah suci dan disembah dengan kagum. Shinto menganggap setiap
elemen alam sebagai ilahi, dan bahwa para dewa hadir di mana-mana.
Shinjuku Gyoen
dibangun di lokasi rumah pribadi milik Lord Naito, seorang penguasa feodal era
Edo pada abad ke-16. Kemudian taman ini diubah menjadi kebun botani sebelum
diubah menjadi Taman Kekaisaran bagi Kaisar Meiji pada tahun 1906. Setelah
Perang Dunia Kedua taman ini ditetapkan sebagai taman nasional dan dibuka untuk
umum. Taman ini memiliki kolam besar dengan pulau dan jembatan, dengan gaya taman
Jepang. Sekitar 10.000 pohon tumbuh di taman ini, pohon tulip, cedar, cemara,
yang memberikan suasana khusyuk pada taman. Namun, gedung-gedung pencakar
langit di latar belakang menyadarkan kita bahwa tempat ini berada di Tokyo
modern.
Film anime Makoto
Shinkai di tahun 2013, The Garden of Words, mengambil lokasi di Shinjuku Gyoen.
Film ini bercerita tentang seorang anak laki-laki SMA berusia 15 tahun dan
seorang wanita berusia 27 tahun yang bertemu secara konsisten pada hari hujan
di taman ini. Alasan Shinkai membuat film ini adalah hubungannya dengan Gempa
Bumi dan Tsunami Jepang Timur tahun 2011, yang membuatnya mempertanyakan keindahan
alam yang kita lihat sehari-hari dengan pengetahuan bahwa suatu hari nanti pemandangan
ini bisa berubah menjadi tiada dan bisa lenyap dalam satu hari karena bencana
seperti itu. Dia ingin merekam semua pemandangan yang dia sukai secara pribadi
dan yang orang-orang mungkin bisa merasakannya, dalam filem anime ini.
Tepuk tangan gemuruh dari penonton ketika tirai merah darah diturunkan mengakhiri
pementasan drama komedi ‘Inspektur Pemerintah’ malam itu. Pementasan ini
mengisahkan betapa galaunya pak Gubernur dan para pejabat lainnya ketika
mengetahui akan ada pemeriksaan oleh Inspektur Pemerintah yang datang secara inkognito
ke daerah mereka. Mereka kalang kabut berusaha menutup-nutupi segala kebobrokan
daerah ini yang disusupi korupsi dimana-mana, yang digambarkan dengan kocak dan
penuh dengan satire. Para penonton yang memenuhi Gedung Akimov Comedy Theater menyambut
dengan senyuman dan tawa. Sudah selayaknya sambutan penonton demikian, konon Tsar
Nicholas I pun terkekeh-kekeh menyaksikan pertunjukan perdana drama komedi ini
dan memberi tepuk tangan yang meriah pada akhir pertunjukan. Padahal, drama ini
merupakan kritik humoris terhadap kebobrokan birokrat di bawah pemerintahan Tsar
itu.
Sebelum tepuk tangan mereda aku menyelusup keluar, karena aku ada janji
bertemu dengan seseorang yang amat penting. Betapa tidak, aku janjian ketemu
dengan Nikolai, penulis drama itu! Jadi aku bergegas di jalan Nevsky Prospekt,
jalan terkenal di St Petersburg ini, di malam yang dingin. Kami janjian ketemu
di Literary Café, itu café yang banyak dikunjungi para aristokrat, penyair dan
artis-artis lainnya. Penyair Russia yang terkenal Alexander Pushkin juga sering
nongkrong di sini. Ketika aku tiba, Nikolai sudah duduk menunggu di pojok
ruangan yang berdinding kayu serba coklat tua.
Lampu-lampu gantung membuat suasana café ini sendu dan tenang. Kursi-kursinya
yang juga bercorak kotak-kotak coklat tua membuat nuansa ruangan ini
benar-benar aristokratis.
Nikolai berdiri dan menyalami aku dengan ramah. Ternyata ia berbadan
kecil, dengan kaki yang kependekan buat badannya. Mukanya yang agak imut-imut ditempeli
serpihan rambut panjang yang menjurai dari dahi sampai ke samping wajahnya
menutupi telinganya. Hidungnya kelihatan terlalu mancung untuk mukanya. Ia
mengenakan pakaian seadanya, tidak memamerkan ketenarannya. Dengan secercah
senyuman ia mempersilahkan aku duduk.
Aku membuka percakapan:
“Nikolai, aku baru saja habis nonton ‘Inspektur
Pemerintah’ di Gedung Akimov…, saya tercengang bahwa pertunjukan yang menghebohkan
seperti itu diizinkan oleh Tsar, yang menerapkan sensor yang ketat atas semua
karya-karya di Rusia… Para penonton pun menyambut dengan tawa tergelak-gelak
melihat tingkah laku sang gubernur dan pejabat pemerintahannya yang korup, yang
risau akan pemeriksaan oleh sang Inspektur Pemerintah, yang akan datang secara
menyamar. Sang gubernur dan pejabat pemerintahan pada kalang kabut berusaha
menutupi kebobrokan dan korupsi mereka dengan segala cara. Mereka bahkan
menyogok orang yang mereka kira adalah Inspektur Pemerintah yang menyamar.…
Belum pernah ada pertunjukan seperti ini yang digelarkan sebelumnya, ini sungguh
suatu gerakan baru bagi seni drama di Rusia…”
Nikolai:
“Namun, ada juga rona dan teriakan yang dilontarkan oleh pers dan
pejabat yang tersinggung…”
Aku:
“Tidak mengherankan, drama ini berani menyerang fundasi birokrasi
pemerintahan dii Russia. Ia mengejek
secara langsung semua pejabat, dan memaparkan korupsi di antara pejabat-pejabat
tinggi. Ia melemparkan ejekan secara langsung ke semua pejabat pemerintah
daerah Rusia, dan, secara tidak langsung, menunjuk pada sistem korupsi yang
menjalar di antara para pejabat-pejabat paling tinggi.”
Nikolai:
“Dalam drama ini, saya memutuskan untuk mengumpulkan semua kebobrokan
di Rusia yang saya ketahui dalam satu tumpukan, semua ketidakadilan yang
dipraktikkan di tempat-tempat itu dan terlebih-lebih di dalam hubungan manusia yang
menuntut keadilan, dan untuk tertawa terbahak-bahak atas semuanya. Tapi itu,
seperti diketahui, menghasilkan ledakan kemeriahan.
Melalui tawa saya, yang belum pernah datang kepada saya dengan kekuatan seperti
itu, pembaca merasakan kesedihan yang mendalam. Saya sendiri merasa bahwa tawa
saya tidak lagi sama seperti sebelumnya, bahwa dalam tulisan-tulisan saya, saya
tidak bisa lagi sama seperti di masa lalu, dan bahwa kebutuhan untuk
mengalihkan diri saya dengan adegan-adegan polos dan ceroboh telah berakhir
seiring dengan masa muda saya.”
Aku:
“Kabarnya Aleksandr Pushkin, penyair Rusia yang tersohor itu, adalah salah
satu pengagum pertama anda… bagaimana hubungan anda dengan Pushkin?”
Nikolai:
“Hubungan kami sangat dekat, Pushkin menganggap saya muridnya, dan saya
menghormati Pushkin dan menganggapnya sebagai mentor saya. Saya sangat menghormati
citra rasa dan kritikan yang ia berikan kepada saya. Dan ‘Inspektur Pemerintah’
itu temanya disarankan oleh dia….”
Aku:
“Mengapa anda menulis komedi satire seperti ini?”
Nikolai:
“Sebenarnya, situasi kocak tersembunyi di mana-mana, hanya di
tengah-tengah keberadaan kita, kita tidak menyadarinya; tetapi jika sang
seniman membawanya ke dalam karya seninya, katakanlah di atas panggung, kita
akan tertawa terbahak-bahak dan hanya heran kita tidak menyadarinya
sebelumnya.”
Aku, tersenyum:
“Ya , saya teringat ketika sang gubernur dalam lakon ini teringat akan
sesuatu kecerobohannya: ‘Ya Tuhan, aku lupa kalau ada sekitar empat puluh
gerobak sampah yang dibuang ke pagar itu. Sungguh kota yang keji dan kotor!
Sebuah monumen, atau bahkan hanya pagar, didirikan, dan seketika mereka
mengumpulkan banyak tanah, entah di mana, dan membuangnya di sana.’ Tentu hal ini akan menjadi masalah jika teramati
oleh sang Inspektur Pemerintah, yang membuat mereka kalang kabut…”
Nikolai:
“Ketika segala kebobrokannya terungkap, Gubernur itu sangat risau akan reputasinya,
dan mengeluh:
‘Kini bel keretanya bergerincing
di sepanjang jalan. Dia menerbitkan cerita itu ke seluruh dunia. Kita tidak
hanya akan dijadikan bahan tertawaan, tetapi beberapa orang yang menulis,
beberapa orang yang suka menuangkan tinta akan membuat kita menjadi banyolan.
Ada sengatan yang mengerikan. Penulis itu tidak akan menapiskan pangkat atau
kedudukan apa pun. Dan semua orang akan tersenyum dan bertepuk tangan. Apa yang
kalian tertawakan? Kalian menertawakan dirimu sendiri, oh kamu!’ katanya sambil
menghentakkan kakinya.”
Aku:
“Namun, tentang karya-karya komikal anda, Pushkin pernah bilang: ‘Di
balik tawa kita bisa merasakan air mata sedih.’…. Hal ini terasa sekali dalam sebuah
cerpen yang anda tulis berjudul ‘Jubah’ …. berkenaan dengan seorang juru tulis
rendah hati yang sederhana. Sedemikian kecil penghasilannya, sehingga jubah
yang dimilikinya hanya satu dan sudah terlalu lama dipakai dan penuh tambal
sulam. Dengan berbagai penghematan dan pengorbanannya, yang anda ceritakan
secara komikal, juru tulis itu akhirnya memiliki sebuah jubah baru yang bagus,
yang dipuja-pujanya setiap saat. Namun suatu hari ia dirampok dan jubah yang
dipakainya itu direbut oleh perampok… Sungguh mengenaskan, …. walaupun kisahnya
diceritakan secara komikal …..”.
Nikolai:
“Ya, juru tulis itu bekerja di sebuah departemen, pangkatnya tidak
terlalu tinggi—badannya pendek, ada bekas-bekas jerawat di mukanya, berambut
merah, dan rabun, keningnya botak, dan pipinya berkerut, dan berkulit cerah.
Nama keluarganya adalah Bashmatchkin. Nama ini rupanya berasal dari
"bashmak" (sepatu); namun kapan, pada jam berapa, dan dengan cara
apa, tidak diketahui. Ayah dan kakeknya, dan semua keluarga Bashmatchkin,
selalu memakai sepatu bot, yang haknya diganti baru hanya dalam dua atau tiga
kali setahun. “
Aku:
“Nama lengkapnya Akakiy Bashmatchkin, dan diceritakan bahwa dia sangat
berdedikasi dalam pekerjaannya sebagai jurus tulis…”
Nikolai:
“Akan sulit untuk menemukan orang lain yang hidup sepenuhnya untuk
tugasnya. Tidaklah cukup untuk mengatakan bahwa Akakiy bekerja dengan semangat:
tidak, dia bekerja dengan cinta. Dalam menyalin naskah, ia menemukan pekerjaan
yang bervariasi dan menyenangkan. Kenikmatan tertulis di wajahnya: beberapa
surat bahkan menjadi favoritnya; dan ketika dia menemukannya, dia tersenyum,
mengedipkan mata, dan menggerakkan bibirnya, hingga seolah-olah setiap huruf
dapat terbaca di wajahnya, saat penanya menelusurinya. Jika gajinya sebanding
dengan semangatnya, mungkin dia akan diangkat menjadi anggota dewan negara.
Tapi dia bekerja, seperti yang dikatakan rekan-rekannya, seperti kuda di
penggilingan.”
Aku:
“Hmm, saya teringat bahwa anda juga pernah bekerja sebagai juru tulis,
penyalin naskah, …di mana anda pernah bekerja seperti itu…?”
Nikolai:
“Ketika saya lepas sekolah di umur sembilan belas saya pergi ke sini, ke
St. Petersburg, dan mendapatkan posisi juru tulis menyalin naskah-naskah di
kantor pemerintahan. Tidak lama saya di situ, tapi cukup lama untuk mengetahui
beberapa jenis birokrasi ….”
Aku:
“ Jadi pengalaman-pengalaman itulah yang memberi bahan tulisan-tulisan
anda, mengenai seluk-beluk birokrasi di pemerintahan, dengan segala
kebobrokannya…”
Nikolai:
“Tapi, yah, walaupun Tsar Nicholas I terkekeh-kekeh selama pertunjukan
‘Inspektur Pemerintah’, pertunjukan ini telah memperolok semua orang. Mereka mengatakan, mungkin benar, bahwa mereka
sendirilah yang menjadi sasaran sindiran pertunjukan ini. Tentu saja pejabat
resmi Rusia tidak menyukai inovasi dalam seni drama ini, dan kemarahan memuncak
di antara mereka dan para pendukungnya. Bulgarin memimpin serangan itu. Segala
sesuatu yang biasanya dikatakan menentang perubahan baru dalam sastra atau seni
juga dikatakan untuk menentang pertunjukan ini. Mereka bilang :’Itu tidak asli.
Itu mustahil, mustahil, kasar, vulgar; tidak memiliki plot. Ini menjadi sebuah
anekdot basi yang diketahui semua orang. Itu adalah lelucon. Karakternya
hanyalah karikatur belaka. Lalu : ‘Kota macam apa yang tidak memiliki satu jiwa
pun yang jujur?’
Kegaduhan yang terjadi dalam masyarakat yang sopan-santun begitu hebat
sehingga saya merasa harus meninggalkan Rusia menuju Eropa, dan tinggal di
Roma.
Aku: “Apakah anda betah di Roma?”
Nikolai:
“Saya mengagumi Roma, saya mempelajari kesenian dan sastra Italia dan
menjadi tertarik dengan opera. Pelukis religius Aleksandr Ivanov menjadi teman
karib saya di sana, dan juga saya menemui beberapa bangsawan Rusia yang berkunjung
kesana, termasuk putri Zinaida Volkonsky, sering kami bertemu.“
Aku: “Anda banyak menulis di Roma?”
Nikolai: “Ya, cerpen ‘Jubah’ saya tulis di Roma. Juga sebagian besar
dari ‘Jiwa-Jiwa Mati’ saya tulis di sana.”
Aku:
“Oh, novel Jiwa-Jiwa Mati, masterpiece anda…. Tadinya, saya mengira bahwa
judul Jiwa-Jiwa Mati ini adalah sebuah kiasan, mengenai Jiwa-Jiwa yang tidak peduli,
atau semacam itu…, tapi ternyata lain sekali maksudnya. Novel ini bercerita
tentang Chichikov, yang anda usung sebagai pahlawan , seorang penipu ulung
yang, setelah beberapa kali mengalami nasib buruk, ingin menjadi kaya dengan
cepat. Di antara tipu dayanya dia mendapat akal untuk membeli budak-budak yang
telah mati, di mana kematian mereka belum secara resmi tercatat dalam sensus
resmi. Jadi, secara resminya mereka masih hidup. Sehingga, dia mendapat akal
untuk membeli budak-budak mati, seakan-akan mereka masih hidup itu, dengan
harga murah dari tuan tanah pemilik budak-budak itu. Dengan demikian Chichikov
memiliki bukti bahwa ia seorang kaya yang memiliki banyak budak-budak, yang
bisa dipakai untuk mendapat pinjaman modal dari bank. Jadi, surat tanda
pemilikan budak-budak itu dapat digadaikannya ke suatu bank untuk meminjam
banyak uang untuk modal usaha pertaniannya. Ini suatu hal yang sangat unik, yang
kami tidak pernah mendengarnya, dan bahkan sama sekali tak terpikirkan…
bagaimana anda mendapat bahan cerita seperti ini..?”
Nikolai:
“Tema novel ini saya dapat dari Pushkin juga, yang berdasarkan kejadian
sesungguhnya…”
Aku:
“Tapi, si Chichikov itu, yang anda usung sebagai pahlawan cerita ini, adalah
penipu ulung, ia seorang bajingan…”
Nikolai:
“Bukan tergantung pada saya untuk
mengambil karakter yang berbudi luhur untuk menjadi pahlawan saya: dan saya
akan memberitahu anda mengapa. Hal ini karena sudah saatnya mengistirahatkan
individu yang ‘miskin, tapi berbudi luhur’; Hal ini karena ungkapan ‘manusia
yang bernilai’ telah menjadi kata-kata sanjungan; karena ‘manusia yang bernilai’
ini telah berubah menjadi seekor kuda, dan semua penulis menungganginya dan
mencambuknya, di setiap masa,
hal ini disebabkan karena
“manusia yang bernilai” telah dibuat kelaparan hingga tidak tersisa sedikit pun
kebajikannya, dan yang tersisa dari tubuhnya hanyalah tulang rusuk dan kulit;
hal ini karena ‘manusia yang bernilai’ selamanya diselundupkan ke dalam suatu
kejadian; Hal ini disebabkan karena “manusia yang bernilai” telah lama
kehilangan rasa hormat dari semua orang. Karena alasan-alasan inilah saya
menegaskan kembali bahwa inilah saat yang tepat untuk memasung seorang bajingan
pada tiangnya. Mari kita pasung bajingan itu.”
Aku:
“Saya teringat nasihat ayah Chichikov kepadanya ketika ia masih kecil,
yang senantiasa diingatnya : ‘Dengarlah
nak, kerjakanlah pelajaranmu dengan baik, jangan bermalas-malasan atau bersikap
bodoh, dan yang terpenting, pastikan kamu menyenangkan gurumu. Selama kamu mengikuti
aturan-aturan ini, kamu akan mengalami kemajuan, dan melampaui teman-temanmu,
bahkan jika Tuhan tidak memberi kepandaian, dan kamu akan gagal dalam studimu.
Juga, jangan bergaul terlalu banyak dengan teman-temanmu, karena mereka tidak akan
ada gunanya bagimu; Tetapi jika kamu berteman, maka bertemanlah dengan
orang-orang yang lebih kaya di antara mereka, karena suatu hari nanti mereka
mungkin berguna bagimu. Selain itu, jangan pernah menghibur atau mentraktir
siapa pun, tetapi pastikan setiap orang menghibur dan mentraktir kamu.
Terakhir, dan yang terpenting, simpan dan simpan setiap uang kopek kamu.
Menghemat uang adalah hal terpenting dalam hidup. Seorang teman atau sahabat
selalu mengecewakan kamu, dan menjadi orang pertama yang meninggalkan kamu di
saat sulit; namun uang kopek tidak akan pernah mengecewakan kamu, apa pun
penderitaan Anda. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tidak dapat
dilakukan, tidak dapat dicapai, dengan bantuan uang.’
Nikolai:
“Lebih dari sekali, saat berjalan-jalan ini, pahlawan kita merenungkan
gagasan tentang dirinya menjadi tuan tanah — tidak sekarang, tentu saja, tetapi
kemudian, ketika tujuan utamanya seharusnya tercapai, dan dia telah mendapatkan
ke tangannya sarana yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang tenang dari
pemilik perkebunan. Ya, dan pada saat-saat ini akan termasuk dalam bangunan
istananya sosok seorang gadis muda, segar, berwajah putih dari pedagang atau
kelas masyarakat kaya lainnya, seorang wanita yang bisa bermain dan bernyanyi.
Dia juga memimpikan keturunan kecil yang harus mengabadikan nama Chichikov;
mungkin seorang anak laki-laki kecil yang suka bermain-main dan seorang putri
muda yang cantik, atau mungkin, dua anak laki-laki dan dua atau tiga anak
perempuan; sehingga semua orang harus tahu bahwa dia benar-benar hidup dan
memiliki keberadaannya, bahwa dia tidak hanya menjelajahi dunia seperti hantu
atau bayangan; sehingga baginya dan negaranya tidak boleh dipermalukan. Dan
dari situ dia akan terus membayangkan bahwa gelar yang ditambahkan ke
pangkatnya tidak akan menjadi hal yang buruk — gelar Penasihat Negara,
misalnya, yang layak mendapatkan semua kehormatan dan rasa hormat. Ah, adalah
hal yang umum bagi seorang pria yang sedang berjalan-jalan sendirian sehingga
melepaskan diri dari realitas menjengkelkan saat ini sehingga ia mampu
menggerakkan dan membangkitkan gairah dan memprovokasi imajinasinya pada
konsepsi hal-hal yang ia tahu tidak akan pernah benar-benar terjadi!”
TAMAT
Tulisan ini adalah wawancara imajiner mengenang Nikolai Gogol.
Bolshoi dalam bahasa Rusia berarti 'megah',
dan kemegahan teater Bolshoi dapat kita tangkap dari jauh dari Teatralnaya
Ploschad (Theater Square). Apollo Quadriga yang terkenal, atau kereta para
dewa, menghiasi puncak teater. Apollo digambarkan mengendarai keretanya
melintasi langit, dengan empat kuda, mengantarkan siang hari dan membubarkan
malam. Tampak muka neoklasik dengan pilar putih gedung ini muncul di uang
kertas 100 rubel Rusia dan menjadikannya salah satu landmark ikonik Moscow dan Rusia.
Interiornya bahkan lebih megah, setelah enam
tahun renovasi ekstensif sekitar 700 juta dolar AS mengembalikannya ke dekorasi
kekaisaran asli, Bolshoi dibuka kembali pada 2011 dengan panggung aula
bersejarah yang dihiasi dengan dekorasi merah dan emas yang mewah, dengan lampu
gantung besar. Kembalinya Bolshoi ke kejayaan mencakup interior yang pernah
dilapisi dengan kayu pinus langka dan disepuh dengan tangan dengan emas asli
untuk akustik terbaik. Panggung teater juga mendapatkan efek pantulan suara¸ yang
dirancang khusus untuk panggung opera dan balet.
Rumah megah balet dan opera Bolshoi yang
terkenal secara internasional dibangun pada tahun 1824 oleh Osip Bove, atas
izin Permaisuri Catherine yang Agung untuk dijadikan teater umum. Selama hampir
tiga dekade terakhir, Bolshoi dipimpin oleh Yuri Grigorovich, seorang direktur
artistik yang dikenal dengan koreografi klasiknya yang ulung. Di bawah masa
Grigorovich, dan dimeriahkan oleh kehadiran serangkaian penari yang sangat
berbakat, Bolshoi dikenal sebagai salah satu perusahaan balet terbesar di
dunia.
Teater Bolshoi menjadi terkenal di seluruh
dunia karena penari balet yang brilian seperti Maya Plisetskaya, Vladimir
Vasiliev, Galina Ulanova, Maris Liepa. Mereka membangun reputasi teater dan
mendongkrak karir mereka menuju kesuksesan internasional.
Dan daftar reputasinya terus berlanjut, balet
Swan Lake karya Tchaikovsky ditayangkan perdana di teater ini pada tahun 1877.
Pertunjukan terkenal lainnya termasuk The Sleeping Beauty dan The Nutcracker
karya Tchaikovsky, Giselle karya Adolphe Adam, Romeo and Juliet karya
Prokofiev, dan Spartacus karya Khachaturian.
Lalu opera-operanya, teater Bolshoi
berspesialisasi dalam opera klasik Rusia seperti Boris Godunov karya
Mussorgsky, A Life for the Tsar karya Glinka, dan The Tsar's Bride karya
Rimsky-Korsakov, serta opera-opera Tchaikovsky. Banyak opera karya komponis
barat juga dipentaskan, terutama karya komponis Italia seperti Rossini, Verdi,
dan Puccini. Sampai pertengahan 1990-an, sebagian besar opera asing dinyanyikan
dalam bahasa Rusia, tetapi bahasa Italia dan bahasa lainnya lebih sering
terdengar di panggung Bolshoi dalam beberapa tahun terakhir.
Di Selatan
Red Square berdiri sebuah katedral warna-warni dengan kubah
berbentuk bawang, ini adalah pertama kalinya saya melihat katedral seperti itu.
Batu bata merah dengan ornamen batu putih bercampur dengan pola melingkar-lingkar
yang semarak dalam warna hijau, biru dan merah pada kubah. Pada pandangan
pertama, orang mungkin mengira itu sebagai istana Cinderella di Disneyland.
Tapi itu bukan fantasi Disneyland, ini adalah
gereja yang sarat dengan sejarah dan pengabdian, ini adalah Katedral St. Basil.
Dibangun pada abad ke-16 atas perintah Tsar Rusia Ivan IV untuk memenuhi
sumpahnya untuk membangun sebuah gereja atas penaklukannya akan Kazan. Dia
bermaksud membangun gereja dalam skala yang mencerminkan pentingnya kemenangannya
atas Kazan, yang tidak hanya berhasil melumpuhkan Kazan yang merepotkan, tetapi
juga membuka area yang luas untuk kolonisasi dan perdagangan.
Katedral ini bukanlah satu ruang yang besar, ia
terdiri dari 11 gereja kecil, salah satunya dibangun di atas makam St Basil.
Gereja-gereja tersebut terhubung dengan labirin koridor sempit dengan atap
melengkung, didekorasi dengan indah dengan pola bunga berwarna-warni yang
melambangkan taman surgawi. Setiap gereja tampak seperti vas bunga, ruangan
sempit dengan langit-langit tinggi. Mungkin bentuk ini membuat akustiknya luar
biasa, kita bisa mendengar dengan jelas himne dan nyanyian yang dinyanyikan di
ruangan lain, suara mereka sangat ilahi.
Katedral St. Basil begitu mengesankan sehingga
legenda mengatakan bahwa Tsar Ivan IV membutakan para arsitek katedral sehingga
desain struktur ini tidak dapat dicontoh di bangunan lain mana pun. Meskipun ini tidak dapat diverifikasi, hal
itu sejalan dengan apa yang diketahui tentang kepribadian Ivan IV yang kompleks
dan temperamennya yang keras, perlakuan kasarnya terhadap bangsawan Rusia,
rakyatnya, dan pelayannya. Ada catatan tentang gangguan mentalnya, dengan satu kejadian
tragis, dia secara tidak sengaja membunuh putranya sendiri saat bertengkar.
Karena kekejaman dan temperamennya itu, ia juga dikenal sebagai Ivan the
Terrible.
Kemasyuran katedral yang dibangun untuk
mengenang kemenangan Tsar Ivan IV di Kazan telah dirundung bayangan Basil, seseorang
yang dikenal sebagai pengemis, "Bodoh bagi Kristus", suara nubuat
hati nurani yang berpakaian compang-camping, yang dikuburkan di bawah Katedral.
Basil dan Tzar ini memiliki hubungan yang rumit. Tsar Ivan IV yang kuat dan
kejam tidak berani menginjak-injak pengemis yang menghalangi jalannya, seluruh
penduduk Moskow bergantung pada setiap kata dan tindakan pengemis itu,
memujanya sebagai seorang nabi. Tsar Ivan IV pernah menghujani Basil dengan
hadiah, ingin menguji apakah Basil tergoda oleh kekayaan. Basil menerima hadiah
itu tetapi segera memberikan semuanya kepada orang yang membutuhkan pertama
yang dia temui. Ketika Basil meninggal pada tahun 1557, Tsar Ivan IV sendiri
termasuk di antara pengusung jenazah untuk membawa jenazahnya ke tempat
peristirahatannya: yang sekarang dikenal sebagai Katedral St. Basil.
Bagi kita yang mengetahui Lapangan Merah di Moskow dari
parade Tentara Merah di alun-alun untuk memperingati Revolusi Oktober, tidak
dapat dipungkiri bahwa gambaran kita tentang Lapangan Merah adalah gambaran
Tentara Merah, komunisme, dan darah. Jadi, jika kita datang ke sana kita akan
melihat alun-alun dingin dengan monumen Lenin, atau Stalin atau Marx, serta
poster dan spanduk propaganda komunis berwarna merah, semacam itu. Betapa
salahnya kita.
Jika kita datang dari stasiun metro Ploshchad Revolyutsii
menuju Lapangan Merah kita masuk melalui gerbang depan kota dari sisi jalan
Tverskaya dan Lapangan Manezhnaya. Ini adalah Kilometer Nol Moskow, memiliki
dinding berwarna bata merah dengan lapisan putih dan dua lengkungan. Pada
bagian dalam gapura terdapat ikon yang menggambarkan kebangkitan Kristus, oleh
karena itu gapura tersebut dinamakan Gerbang Kebangkitan. Ironisnya gerbang
tersebut telah dibongkar dan dibangun kembali beberapa kali, pertama kali
muncul pada tahun 1534 dan dibangun kembali pada tahun 1680, dirobohkan oleh
Stalin untuk dijadikan tempat upacara Soviet berskala besar di alun-alun
tersebut. Gerbang itu sekali lagi dipasang antara tahun 1994 dan 1995.
Lebih jauh lagi, kita bisa melihat department store besar di
Arsitektur Rusia akhir abad ke-19. Ini adalah Department Store GUM (Glawny
Uniwersalny Magasin), yang menempati sebagian besar sisi Timur Lapangan Merah
yang diapit oleh jalan Nikolskaya dan Ilyinka. Ini adalah yang terbesar di
Rusia, menjual barang-barang mewah dengan dinding berbentuk rumit, dengan
banyak dekorasi, komposisi, serta jendela dan atap kaca yang indah. Namun perlu
kita ketahui bahwa Lapangan Merah awalnya merupakan sebuah perkampungan kumuh,
sebuah kota kumuh dengan gubuk-gubuk kayu yang berkumpul di bawah tembok
Kremlin yang menjadi tempat berkumpulnya para penjaja, penjahat, dan pemabuk
yang statusnya membuat mereka berada di luar batas resmi kota abad pertengahan.
Daerah ini dibersihkan atas perintah Ivan III pada akhir tahun 1400-an, namun
tetap menjadi wilayah gerombolan, tempat eksekusi publik, dan kerusuhan massa,
hingga beberapa waktu kemudian. Saat ini GUM berdiri terang di sisi Lapangan
Merah, menampilkan dirinya kepada penduduk setempat dan pengunjung sebagai
pusat perbelanjaan mulia yang ditandai dengan butik-butik dengan kisaran harga
atas.
Di depan GUM Shopping Mall berdiri sebuah katedral dengan
berbagai kubah berwarna-warni berbentuk bawang, itulah katedral St Basil,
bangunan ikonik Rusia, dan mungkin itulah gambaran pertama yang terlintas di
benak orang ketika berkunjung ke Rusia. Ketenaran katedral ini mungkin
disebabkan oleh desainnya yang khas dan eksentrik, 10 kubah berbentuk bawang
dengan perpaduan warna yang cerah.
Di tengah alun-alun kita bisa melihat bangunan piramida
bertingkat, yaitu Mausoleum Lenin. Terbuat dari bahan granit dan labradorit,
menunjukkan karakter mausoleum sebagai tempat pemakaman monumental yang
dirancang oleh arsitek ternama Alexei Shchusev. Di dalam mausoleum, jenazah
Vladimir Lenin yang dibalsem secara mewah disemayamkan di dalam sarkofagus kaca
berlapis baja. Hingga saat ini, makam tersebut dibuka untuk pengunjung pada
hari-hari tertentu.
Lapangan Merah ('Krasnaya Ploschad' dalam bahasa Rusia),
memang didominasi oleh warna merah bata pada bangunan-bangunan di alun-alun
tersebut, sehingga mungkin itulah sebabnya banyak dari kita yang mengaitkan
nama Lapangan Merah dengan warna bangunan-bangunan di sana. Banyak orang juga
yang percaya bahwa Lapangan Merah dinamakan demikian karena komunisme dan Rusia
diasosiasikan dengan warna merah, bahkan lebih jauh lagi diasosiasikan dengan
darah (tumpah). Namun, sebenarnya kata Krasnaya dalam bahasa Rusia kuno berarti
cantik, namun kini di zaman modern artinya ‘merah’. Oleh karena itu, anggapan
umum bahwa 'Merah' di Lapangan Merah mengacu pada warna merah bata pada
bangunan, Komunisme, atau bahkan pertumpahan darah - tidak dapat dipahami.
Lapangan Merah memang merupakan alun-alun yang indah, dengan
gereja-gereja indah yang menaungi Monumen Lenin, dan GUM Department Store mewah
yang dikelola swasta yang menaungi cara hidup sosialis negara tersebut. Dan
sangat disayangkan bahwa gambaran alun-alun ini disalahartikan oleh parade
militer Tentara Merah yang disiarkan di televisi di seluruh dunia.