Saat itu musim dingin
ketika saya berjalan dari stasiun Metro Shinjuku ke Taman Nasional Shinjuku
Gyeon. Tentu saja banyak orang lebih suka mengunjungi taman ini di musim semi
untuk melihat bunga sakura mekar, atau melihat warna di musim gugur, namun di
musim dingin taman memiliki warnanya sendiri. Bukan warna putih salju, tetapi
warna tanaman yang ditundukkan oleh musim dingin. Berbagai warna hijau yang tidak
sehijau di musim panas bercampur dengan warna pohon maple yang tersisa.
Shinjuku Gyoen,
terletak beberapa ratus meter dari detak jantung Shinjuku, adalah kombinasi
dari taman gaya Barat, yakni taman Prancis dan taman Inggris, dengan taman
tradisional Jepang. Keindahan taman gaya Jepang terletak pada keindahannya yang
asimetris, tidak seperti keindahan simetris taman gaya Barat. Selain itu,
hampir semua elemen di taman Jepang menunjukkan simbolisme yang berakar dalam
pada Shinto, yang mempertimbangkan ikatan erat antara alam, manusia, dan dewa. Arti
kata Shinto itu sendiri adalah "jalan Kami (dewa)". Para dewa hidup
di dunia yang sama dengan manusia, di alam. Oleh karena itu, alam sebagai rumah
para dewa, adalah suci dan disembah dengan kagum. Shinto menganggap setiap
elemen alam sebagai ilahi, dan bahwa para dewa hadir di mana-mana.
Shinjuku Gyoen
dibangun di lokasi rumah pribadi milik Lord Naito, seorang penguasa feodal era
Edo pada abad ke-16. Kemudian taman ini diubah menjadi kebun botani sebelum
diubah menjadi Taman Kekaisaran bagi Kaisar Meiji pada tahun 1906. Setelah
Perang Dunia Kedua taman ini ditetapkan sebagai taman nasional dan dibuka untuk
umum. Taman ini memiliki kolam besar dengan pulau dan jembatan, dengan gaya taman
Jepang. Sekitar 10.000 pohon tumbuh di taman ini, pohon tulip, cedar, cemara,
yang memberikan suasana khusyuk pada taman. Namun, gedung-gedung pencakar
langit di latar belakang menyadarkan kita bahwa tempat ini berada di Tokyo
modern.
Film anime Makoto
Shinkai di tahun 2013, The Garden of Words, mengambil lokasi di Shinjuku Gyoen.
Film ini bercerita tentang seorang anak laki-laki SMA berusia 15 tahun dan
seorang wanita berusia 27 tahun yang bertemu secara konsisten pada hari hujan
di taman ini. Alasan Shinkai membuat film ini adalah hubungannya dengan Gempa
Bumi dan Tsunami Jepang Timur tahun 2011, yang membuatnya mempertanyakan keindahan
alam yang kita lihat sehari-hari dengan pengetahuan bahwa suatu hari nanti pemandangan
ini bisa berubah menjadi tiada dan bisa lenyap dalam satu hari karena bencana
seperti itu. Dia ingin merekam semua pemandangan yang dia sukai secara pribadi
dan yang orang-orang mungkin bisa merasakannya, dalam filem anime ini.
TAMAT
Sumber:
https://www.patternz.jp/japanese-garden-history-design-elements/
https://www.japan.travel/en/spot/1659/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar