![]() |
Photo: Wikimedia |
Dia adalah seorang diplomat selama 14 tahun di Republik Florentine Itali sewaktu keluarga Medici dikucilkan. Ketika keluarga Medici kembali berkuasa di tahun 1512, Niccolo dipecat dan dipenjarakan.
Selama pengasingannya dia menulis buku, diantaranya “The Prince” (Sang Pangeran) yang menjadi bukunya yang paling terkenal.
Aku bertanya secara langsung padanya:
“Orang-orang bilang bahwa kini anda
sering mabuk dengan ditemani petani-petani, berkelahi di kampung-kampung dan
mencerca nasibmu. Pengucilan ini pastilah sangat berat bagi anda, itu seperti
hukuman yang lebih berat dari kematian bagi seorang yang menganggap politik
kelas tinggi sepenting bernafas. Apakah anda merasa pahit akan perlakuan Medici
pada anda?”
Niccolo:
“Ketika malam tiba, saya pulang ke
rumah, dan masuk ke ruang kerja saya. Di serambi, saya buka pakaian kerja, yang
dilumuri lumpur dan kotoran, dan saya memasang pakaian seperti yang dipakai
seorang duta. Dengan pakaian sopan, saya memasuki halaman para pemimpin jaman
dulu yang sudah lama mati. Disana saya merasa diterima dengan hangat, dan saya
makan satu-satunya makanan yang saya anggap berigizi dan yang lahir untuk
dinikmati. Saya tidak malu untuk berbicara dengan mereka dan meminta mereka
menjelaskan tindakan mereka, dan mereka, karena kebaikan hati, menjawab saya.
Empat jam berlalu tanpa saya merasa cemas. Saya melupakan segala kegusaran. Saya
tidak lagi takut akan kemiskinan atau takut akan kematian. Saya hidup
seluruhnya melampauinya.”
Aku berkata:
“Medici melempar anda ke penjara,
menyiksa anda dengan tali yang digantung dari pergelangan tangan anda yang
terikat, dari belakang, yang memaksa lengan anda memikul berat badan anda dan
menggeser tulang bahu anda. Namun mereka tak bisa menemukan bukti keterlibatan
anda secara langsung dalam konspirasi anti Medici, dan anda dilepaskan beberapa
minggu kemudian setelah mendapat amnesti dari Paus, lalu dikucilkan kesini.
Walaupun keluarga Medici memperlakukan
anda dengan kejam, anda mempersembahkan buku anda yang paling terkenal “The
Prince” kepada Yang Hebat Lorenzo de Medici, seorang pangeran keluarga Medici
yang menyiksa anda. Mengapa demikian?”
Niccolo mengutip pembukaan The Prince
berkata:
“ Aku ingin mempersembahkan diriku
kepada Yang Hebat dengan suatu pengakuan penghormatanku kepadanya, milikku yang
paling ku cintai dan hargai adalah pengetahuanku akan tindakan-tindakan
orang-orang agung – pengetahuan yang kudapat dari pengalaman panjang dalam
hal-hal masa kini dan dengan terus menerus mempelajari masa lalu. Setelah
mencernanya dengan lama dan mendalam, saya kini mengirimkan buku, yang
dirangkum dalam buku kecil, kepada Yang Hebat.
Dan jika Yang Hebat, dari puncak gunung
kebesarannya suatu saat akan melihat ke daratan ini, dia akan melihat betapa
tidak layaknya aku menerima nasib buruk yang terus menerus mengikuti ku”
Aku berkata:
“Kata “Pangeran” di dalam buku “Sang
Pangeran (The Prince)”, tentunya bukanlah tentang pangeran keturunan dalam
sistem kerajaan, melainkan tentang pemimpin sebuah negara.”
Niccolo, mengutip bab 9 berkata:
“ Pangeran adalah seorang warga yang
menjadi pemimpin negaranya bukan dengan kelicikan atau kekejaman yang tak dapat
ditolelir, namun melalui dukunganvsesama warganya. Kita namakan hal ini ‘kerajaan
masyarakat’. Jadi, kerajaan seperti ini (negara pangeran) – cara bagaimana
menjadi seorang pangeran – didapat dengan dukungan masyarakat umum atau
dukungan para bangsawan.
Seorang yang menjadi pangeran dengan
bantuan para bangsawan akan sulit untuk menjaga jabatannya karena dia
dikelilingi orang-orang yang memandangnya sejajar dengan mereka, yang akan
mempengaruhi sang Pangeran dalam memberi perintah dan mengatur pemerintahannya.
Lebih mudah bagi seorang pangeran yang menerima jabatannya berkat dukungan
masyarakat umum: dia akan bisa memerintah dengan caranya sendiri, dengan
sedikit atau tiada orang yang enggan mematuhi perintahnya.”
Aku berkata:
“Machiavellianism” adalah istilah
negatif yang digunakan secara luas untuk menggambarkan politikus tak bermoral
seperti gambaran anda yang masyur di buku “The Prince”. Anda menggamabarkan
tindakan tak bermoral , seperti kebohongan dan pembunuhan orang yang tak
bersalah, sebagai hal biasa dan efektif dalam dunia politik.”
Niccolo mengutip bab 15 berkata:
“ Saya tidaklah membela diri tentang hal
ini: tujuanku adalah menulis hal-hal yang berguna bagi pembaca yang mengerti
situasi ini; jadi menurutku lebih pantas untuk mengikuti situasi sebenarnya
dari pada mengutip apa yang orang-orang sudah bayangkan. Banyak penulis
memimpikan negara republik atau kerajaan yag tidak pernah terlihat atau diketahui
di dunia. Dan mendekati mereka adalah berbahaya karena perbedaan antara
“bagaimana orang hidup” dan “bagaimana seharusnya mereka hidup” sangat besar
sehingga setiap pangeran yang tidak berpikir bagaiman orang-orang bertindak
melainkan bagaiman orang seharusnya bertindak akan menghancurkan kekuasaannya,
bukannya memelihara kekuassannya. Orang yang berusaha bertindak baik akan
segera dihinggapi rasa pahit di tangan orang-orang sekelilingnya yang tak
bermoral. Jadi, seorang pangeran yang ingin mempertahankan kekuasaannya harus
belajar bertindak amoral, memakai atau tak memakai keahlian seperlunya.
Seperti yang saya bilang di bab 18,
seorang pangeran dipaksa untuk mengetahui bertindak seperti binatang, dia harus
belajar dari rubah (fox) dan singa; karena singa tak berdaya terhadap jebakan
dan rubah tak berdaya terhadap serigala. Jadi seorang pangeran haruslah
bertindak seperti rubah untuk mengetahui jebakan dan menjadi singa untuk menakuti
serigala.”
Aku berkata:
“Anda seperti menyetujui kekejian, kekejaman bahkan pembunuhan dalam situasi tertentu, yang bertentangan dengan norma-norma universal dalam masyarakat.”
Niccolo mengutip bab 17 berkata:
Aku berkata:
“ Filsafat “Tujuan menghalalkan Cara”
sering dikaitkan dengan anda, sehingga dinamai Machiavellianisme. The Prince
menjadi buku pegangan pemimpin seperti Stalin, yang membiarkan orang-orang
Ukraina mati kelaparan supaya dia bisa menjual gandum dari Ukraina ke barat
sehingga dia bisa membuat tentara lebih kuat dan untuk mengembangkan industri.
Pemimpin fascist Italy Benito Mussolini
melihat dirinya sebagai manusia Machiavellian modern dan menulis pembukaan
tesis doktor kehormatannya untuk Univesitas Bologna – “Prelude to
Machiavelli.” Di tesisnya dia mengutip
bab 17 buku anda sebagai bukti pesimisme anda akan sifat kemanusiaan ; “ karena
kita bisa berkata disini secara umum bahwa manusia tidak tahu berterima kasih,
berubah-ubah, menipu, pengecut menghadapi bahaya, serakah akan keuntungan: dan
selama anda memberinya keuntungan mereka akan setia dan besedia bersumpah
dengan darah, kekayaan mereka, hidup mereka, anak-anak mereka – sampai saat,
seperti yang saya bilang di atas, mereka tidak lagi memerlukan kamu; namun
kalau saat itu datang mereka dengan cepat meninggalkan kamu.”
Niccolo mengutip bab 8 berkata:
“Seseorang yang mengambil alih kekuasaan
haruslah dengan keras memikirkan luka-luka yang ia harus timbulkan, dan menghentikannya
semua pada awal pemerintahannya, dan bukannya bertindak keji dari hari ke hari.
Dengan menghentikan kekejian secepatnya, sang peraih kekuasaan dapat meyakinkan
orang-orang dan merangkul mereka ke sisinya dengan kebaikan. Seseorang yang
tidak bertindak seperti ini – karena takut atau karena nasihat buruk – akan
selalu harus memegang pisau di tangan; dan ia tidak akan bisa bergantung pada
bawahannya, yang akan mundur karena luka-luka yang terus menerus dan
berulang-ulang….”
Aku berkata:
“ Buku anda The Prince sebenarnya adalah
buku kecil dengan bahasa yang jelas, gampang dimengerti. Namun buku-buku
komentar, ulasan, kritik dan analisa tentangnya jauh lebih panjang dari pada
buku kecil ini. Apa kata anda tentang ini?”
Niccolo mengutip bab 1 berkata:
“ Banyak penulis menghias karya mereka-
menyumbat karya mereka- dengan kalimat-kalimat halus yang menyapu, kata-kata
angkuh, dan daya tarik lainnya yang tak relevan tentang masalah yang
dibincangkan; tapi saya belum pernah menggunakannya, karena saya menginginkan
karya ini dihargai karena pentingnya topik dan kebenaran yang dibicarakannya.”
Aku berkata:
“Namun buku kecil ini menjadi sangat
terkenal karena kontroversinya, Bertrand Russel menyebut buku ini sebagai “
buku pegangan bagi gangster”. Leo
Strauss menyebut anda “guru setan” karena buku itu. Apakah anda heran tentang
hal itu?”
Niccolo berkata:
“ The Prince hanyalah salah satu buku
saya, saya juga menulis “The Art of war”, “Discourses on Livy”, dan
drama-drama.
Di “Art of the War”, Lord Fabrizio
Colonna berkata bahwa kita sebaiknya belajar hal-hal yang mirip masa dulu yang
menghormati dan menghadiahi kebaikan hati, tidak menghina kemiskinan,
menghargai bentuk dan keteraturan disiplin militer, menerapkan masyarakat yang
mencintai satu dengan lainnya, hidup tanpa perpecahan, menghargai kebutuhan
umum di atas kebutuhan pribadi.
Namun, pemerintahan yang bagus tanpa
bantuan militer akanlah tidak banyak beda kacaunya dengan tinggal di istana
yang indah megah, yang, meskipun dihiasi permata dan emas, kalau tidak beratap
tidak ada yang melindungi di saat hujan.
Di dalam “Discourses on Livy” saya
mengutip Livy berkata bahwa masyarakat akan kuat jika bersama, dan lemah kalau
sendirian, seperti halnya buruh Roma. Livy selanjutnya juga merasa bahwa jumlah
besar lebih bijaksana daripada seorang pangeran. Dan di bab 30 saya menulis
tentang republik yang kuat sebenarnya, dan para pangeran yang membeli
persahabatan tidak dengan uang, tapi dengan kebaikan dan reputasi akan
kekuatan.
Buku ini berbincang tentang para
pemimpin Roma dan bagaimana seorang pangeran yang kuat atau lemah dapat
memelihara atau menghancurkan sebuah kerajaan. Setelah seorang pangeran lemah
sebuah kerajaan tidak bisa tetap kuat dengan pangeran lemah lainnya. Untunglah,
ketiga raja pertama mempunyai suatu kekuatan tertentu, yang membantu kota itu.
Romulus adalah bengis, Numa relijius, dan Tullus berdedikasi untuk perang.”
Aku berkata:
“ Jadi sepertinya fokus anda adalah
bahwa seorang pangeran seharusnya bergantung pada keahlian dan kekuatannya, dan
bukanlah pangeran yang lemah, dan bergantung pada nasib baik.”
Niccolo berkata dengan anggukan:
“ Ya, setelah semua itu saya tidak
begitu Machiavellian….”
Ini adalah wawancara imajiner mengenang
Niccolo Machiavelli.
Sumber: Wikipedia, CliffsNotes
Percakapan imajiner yang bagus. Jadi ingat saat kuliah filsafat deh :)
BalasHapusTerima kasih ya...
HapusLuar Biasa sekali Mas...aku gk bisa seperti ini
BalasHapussalam dari https://sosiologi79.blogspot.com
Terima kasih atas komentarnya......Salam kembali...
HapusDialog imajiner kreatif, yang berhasil memuat deskripsi kegamangan Machiavelli antara gagasan idealis dan pragmatisme realis.
BalasHapusTerima kasih seta basri telah singgah ke blog saya... Salam
HapusNiccolo mengutip bab 15 berkata:
BalasHapusjadi menurutku lebih pantas untuk mengikuti situasi sebenarnya dari pada mengutip apa yang orang-orang sudah bayangkan
mantabbb