Penulis Perancis yang terkenal, Emile Zola, mengunjungi Lourdes pertama kalinya di September 1891 dan terkesima oleh banyaknya pejiarah yang mengunjungi Lourdes. Dia kembali di bulan Agustus tahun berikutnya yang merupakan saat yang paling sibuk bagi pejiarah, dan meluangkan waktu dengan pejiarah, melakukan wawancara dan pengamatan yang menjadi basis bagi novelnya ‘Lourdes’ yang terbit di tahun 1894.
Dalam kunjungannya Zola menyaksikan
prosesi Ave Maria di malam hari dan menggambarkannya di novelnya: “Tigapuluh
ribuan cahaya lilin membakar di sana, tegar dan senantiasa berkeliling, mempergegas
kilauannya di bawah keheningan mega di mana planet-planet telah pucat. Kilauan
cahaya menanjak bergandengan dalam kekangan lagu yang tak henti-henti. Dan gaung
nyanyian yang tak henti-henti mengulangi refrain ‘Ave, Ave, Ave Maria’ itu seakan suara percikan api lilin-lilin dalam doa-doa agar jiwa-jiwa dapat
diselamatkan.”
Setiap hari di antara bulan April dan
Oktober di jam 5 sore pejiarah Lourdes menjawab permintaan Santa Maria dengan
berkumpul untul Prosesi Ekaristi. Prosesi itu bermula dari altar udara terbuka
di lapangan rumput di seberang sungai dari gua (grotto) dan diawali oleh
pejiarah-pejiarah yang sakit dan diikuti oleh pastor, uskup atau kardinal yang
memanggul Ekaristi Suci.
Lalu pada jam 9 malam para pejiarah dari
berbagai tempat di dunia berkumpul untuk prosesi Ave Maria Lourdes. Prosesi itu
bermula dari dekat gua dan berlanjut disekitar boulevard sampai di Rosary
Square.
Prosesi ini diawali oleh para pejiarah
yang sakit yang diikuti oleh para voluntir yang memanggul replica patung Santa
Maria. Fokus dari prosesi dengan cahaya lilin ini adalah doa rosario. Kelima dari sepuluh butiran rosario didoakan,
diasanya dalam berbagai bahasa. Lagu Lourdes Hymn juga dinyanyikan, dalam
bait-bait dengan berbagai bahasa. Mungkin ada doa-doa permohonan yang diikuti
dengan lagu Laudate Mariam.
Dalam keheningan malam, setiap pejiarah
membawa permohonan pribadinya ketika lagu Ave Maria dinyanyikan ber-ulang-ulang
selama prosesi yang disinari cahaya lilin. Seperti yang ditulis Elie Zola di
novelnya: “Gaung suara yang tak henti-henti mengulangi refrain 'Ave, Ave, Ave
Maria’ itu menembus kulit seseorang sungguh-sungguh. Saya merasa seperti
seluruh tubuh saya pada akhirnya ikut menyanyikannya.”
TAMAT
Ave Maria, gratia plena,
BalasHapusDominus tecum,
benedicta tu in mulieribus,
et benedictus fructus ventris tui, Iesus..
Amen...
Hapus