Cari Blog Ini

Jumat, 29 Mei 2020

Bangkok, di Pagi Hari


Bangkok di pagi hari mungkin lebih mencerminkan Bangkok yang sebenarnya, dan bukannya kesan turistik yang dimilikinya di siang dan malam hari. Hal itu tidaklah mengherankan, sebagian besar turis mencari tempat-tempat yang menarik di siang hari dan hiburan di malam hari. Tak banyak turis yang mau bangun pagi sekali untuk melihat penduduk Bangkok berbenah dan bergegas pergi ke tempat kerja, untuk menghindari kemacetan di jalan.

Lebih sedikit lagi turis yang bangun sebelum jam 6 pagi untuk melihat para biksu turun ke jalanan untuk menerima sedekah makanan untuk hari itu. Saya kebetulan bangun pagi di suatu hari dan pergi dengan kamera saya untuk melihat jalanan di pagi hari dan mengunjungi kuil Wat That Thong di pusat kota Bangkok, daerah Ekkamai, yang tidak termasuk di dalam itinerary kebanyakan turis.

Di jalanan dan di kuil Wat That Thong, saya melihat banyak biksu dengan jubah oranye berjalan-jalan dengan sebuah mangkok besar di tangan. Berdasarkan tradisi Buddhis Theravada, para biksu bangun pagi jam 4, lalu berdoa ke Buddha dan bermeditasi, lalu sarapan pagi yang ringan. Kemudian mereka turun kejalanan untuk mendapatkan sedekah makanan di daerah itu, kembali ke biara dan makan bersama sebelum tengah hari.

Para ibu telah terbiasa memasak makanan buat para biksu dan memberi sedekah sejak awal terbitnya Buddhisme lebih dari 2,500 tahun yang lalu. Khususnya, pemberian makan sedekah ini adalah tradisi Buddhis Theravada, yang merupakan mayoritas di Thailand, Kamboja, Myanmar, Sri Lanka dan Laos. Dengan memberi makan kepada biksu setiap hari, para umatnya akan memperdalam imannya, dan dengan berbuat demikian akan berguna untuk bagi santapan rohani mereka.

Jadi, pada hari itu saya berkenan untuk memberi sedekah makanan buat biksu-biksu, tapi kita harus ingat bahwa sebagian besar biksu-biksu itu adalah vegetarian. Makanannya sebaiknya sederhana saja, karena para biksu pada umumnya harus memakan makanan apa saja yang diberikan kepada mereka. Tapi makanan ini bukanlah ‘sedekah’ dalam pandangan dunia Barat. Hal ini lebih merupakan hubungan simbolis akan realitas spiritual dan untuk menunjukan kerendahan hati dan penghormatan di tengah masyarakat yang sekular. Memang, yang terbaik adalah makanan dari dapur kita, karena tujuannya bukanlah sekedar memberi makan kepada para biksu tapi juga untuk menunjukkan ketanpa-pamrihan pemberi dan komitmen terhadap kepercayaan. Hal ini adalah tugas duniawi para awam, guna memelihara hubungan langsung dengan sang Buddha.

THE END





Tidak ada komentar:

Posting Komentar