Photo: Wikimedia |
Jadi sesuai perjanjian, aku bertemu dengannya sehabis
pertunjukan opera Un Ballo in Maschera (Sebuah Pesta Dansa Bertopeng) di
Bolshoi theatre di Moscow. Kami duduk disebuah café dekat Karl Marx square di malam yang dingin di bulan April.
“Saya terheran-heran bahwa anda mau datang ke Moscow untuk
menyaksikan salah satu opera anda, apa yang mendorong anda sekonyong-konyong datang
ke sini?”
Giuseppe:
“Bolshoi theatre di Moscow memiliki sejarah yang panjang sebagai
penyelenggara berbagai opera perdana yang bersejarah. Sayangnya kebakaran besar
terjadi di tahun 1853 yang menghancurkan seluruh bangunan, teater itu harus
ditutup selama tiga tahun untuk perbaikan, dan membuka pintunya lagi setelah
renovasi pada saat yang tepat untuk upacara pengangkatan Tsar Alexander II. Lalu teater ini kena bom di tahun 1941, lalu direnovasi beberapa kali karena berbagai
kerusakan. Rekonstruksi terakhir berlangsung selama 6 tahun dan di tahun 2011
teater yang telah diperbaiki itu membuka pintu kembali. Jadi saya gembira
datang ke sini untuk menyaksikan Bolshoi yang baru yang menjadi ajang
pertunjukan opera Un Ballo in Maschera.”
Aku berkata:
“Saya melihat bahwa Alessandra Premoli dan Davide Livermore mengarahkan pertunjukan
opera ini dengan sangat baik, dengan panggung yang diperkaya oleh layar digital
yang impresif oleh Gio Forma dan video
desain oleh D-wok. Tertampak
burung-burung gagak yang berterbangan dan hinggap menunggu mangsa sebagai latar
belakang digital yang didominasi hitam dan putih itu, yang menghantui para
warga dengan ramalan buruk dari sang dukun Ulrica.
Pertunjukan malam ini membuka mata saya akan pengalaman
baru. Hal itu membuat opera semakin menarik, yang dapat membawa penonton yang
muda belia, member alternatif-alternatif
bagi seniman kreatif dan para teknisi, dan mungkin juga mengurangi
biaya.”
Giuseppe:
“ Saya hanya bisa berharap lebih banyak. Layar digital itu
bisa sangat indah, tapi bisa juga mengalihkan perhatian penonton. Sebenarnya tergantung pada produksi macam
apakah pertunjukan itu. Tentunya sangat cocok untuk pertunjukan tertentu tapi
secara keseluruhan saya memilih pertunjukan opera yang tradisional. Tapi
produksi- produksi modern tertentu bisa
mendapatkan manfaat dari layar
digital ini. Yang jelas tidak seorangpun bisa bilang layar digital itu selalu
harus dipakai, atau jangan pernah dipakai.”
Aku berkata:
“Anda terkenal dengan kebesaran anda, mencari jalan untuk
berbicara kepada penonton yang tak terbatas, dan metoda anda untuk meresapkan
diri anda seluruhnya ke dalam karakter-karakter lakon anda. Anda tidak pernah menggubah musik
hanya demi music, setiap nada memiliki implikasi dramatis yang sesuai. Adegan-adegan
yang paling luar biasa dalam karya anda adalah adegan di mana suara-suara yang
bersatu bersama menjadi suatu paduan yang terpendam seperti suara-suara di
akhir “Un Ballo”, yang terlambungkan oleh kebesaran spiritual seorang yang
sedang sekarat.”
Giuseppe:
“Adegan itu terjadi ketika Riccardo mendekati ajalnya, ia
mengaku kepada Renato: ‘Engkau harus mendengar saya, isterimu masih suci: dalam
pelukan kematian, ketika Tuhan mendengar kata-kata aku, aku bersumpah tentang
itu (Ella è pura: in braccio a morte Te lo giuro, Iddio m’ascolta)’. Riccardo yang sedang sekarat itu mengakui,
bahwa walaupun ia jatuh cinta kepada Amelia , isteri Renato, Amelia tidak
pernah melanggar sumpah perkawinannya. Lalu ia memperlihatkan kepada Renato
surat perintahnya agar kedua suami isteri itu dipindah ke Inggeris, sebagai
tanda Riccardo mengampuni Renato dan para pemberontak. Para kerumunan meratapi
kehilangan akan gubernur yang baik hati itu sementara Renato dirundung
penyesalan.”
Aku berkata:
“Salah satu opera anda yang paling sukses adalah La Traviata,
yang berarti “wanita yang terjatuh” atau “seorang yang salah jalan” dan dalam konteksnya memberi konotasi
hilangnya kemurnian seksual. Hal ini mewakili keadaan jamannya ketika hubungan
seksual di luar perkwainan dianggap tak bermoral dan kumpul kebo menjadi bahan
skandal.
Saat itu Paris, di dalam dunia orang kaya dan berkuasa aturan
sosial mengikat semua orang untuk memiliki gaya hidup yang benar pada
permukaan, namun di bawahnya terdapat dunia lain di mana para bangsawan bisa
menikmati melimpahnya kekayaan mereka termasuk berteman dengan berbagai
wanita, para wanita penghibur yang
diharapkan juga menemaninya pergi ke teater dan opera.”
Giuseppe:
“Cerita opera ini adalah sebuah subyek masa kini. Saya telah
bertekad untuk menggunakan opera untuk meraih simpati bagi yang terbuang,
jenis-jenis orang yang kita hindari ketika berpapasan di jalanan. Seperti kisah
“The Lady of the Camellias” karya Alexandre Dumas yang novelnya dan dramanya
menjadi dasar opera ini, saya ingin
memprotes eksploitasi wanita, dan membuatnya dalam bingkai kontemporer.”
Aku berkata:
“Memang, di dalam La Traviata anda bukan hanya memanggungkan
kisah yang penuh tangisan, tapi anda juga menempatkanya dalam musik
kontemporer; waltz dan polka yang waktu itu merupakan music-musik yang mengiringi
kenikmatan pelampiasan nafsu dari minuman keras dan sensualitas. Yang paling
termasyur adalah Brindisi drinking song di babak pertama, Alfredo bernyanyi
waltz “Libiamo” – “marilah mabuk”, pada dasarnya. Lagu itu adalah sebuah duet yang terkenal
dengan paduan suara, salah satu melodi opera yang paling terkenal dan pilihan
popular bagi pertunjukan penyanyi-penyanyi tenor termasyur.
Giuseppe, menirukan Alfredo dalam Brindisi, the drinking
song :
“Libiamo, libiamo ne’lieti calici Marilah minum dari
cawan-cawan kegembiraan
che la belleza infiora. dihiasi
kecantikan,
E la fuggevol ora s’inebrii dan waktu yang
berkilas hendaknya dihiasi
a
voluttà. dengan
kenikmatan.”
Aku berkata:
“Dibutuhkan kepribadian yang sangat kokoh untuk hidup
seperti yang anda jalani; untuk memelihara pada saat usia senja minat yang segar,
tekad yang demikian kuat untuk mencapai hasil. Memproduksi opera berarti
negosiasi dengan seorang impresario, mendapatkan hak cipta dan mengedit
naskahnya, mencari dan memilih penyanyi-pnyanyi, menggubah musiknya, mengawasi
latihan-latihan, memimpin beberapa
pertunjukannya, menangani para penerbit, dan banyak lagi. Apakah yang mendorong anda untuk begitu bersemangat
memproduksi opera-opera?
Giuseppe:
“Jawabannya sebagian mungkin dapat diketemukan di latar
belakang saya yang sederhana, asuhan orang tua yang sederhana. Ayah saya mempunyai
sebuah losmen kecil dan toko kelontong di desa Roncole. Dia tidaklah kaya, tapi
mampu untuk memberikan putranya pendidikan musik yang komplit. Ayah mengatur saya belajar musik ketika saya
berumur empat tahun. Ketika berumur baru sebelas tahun, saya menggantikan kedudukan
guru saya, dengan gaji tigapuluh enam franc per tahun! Saya memiliki seratus
franc ketika saya pergi 6 tahun kemudian, tapi selama itu saya jalan kaki
setiap hari Minggu dan liburan dari Busseto, berjarak 3 mil, untuk pendidikan
umum saya.”
Aku berkata:
“Di Busseto waktu itu ada seorang musikus amatir, bernama
Barezzi. Dia menerima anda di rumahnya
di gudang, dan membolehkan anda untuk latihan piano. Barezzi mempunyai putri
yang juga main piano. Dapat ditebak dalam situasi ini anda saling jatuh cinta
dan menikah di tahun 1835.”
Giuseppe:
“Waktu itu saya miskin sampai-sampai saya harus menggadaikan
perhiasan isteri saya untuk sewa rumah. Margherita melahirkan dua anak, Virginia dan
Icilio. Keduanya meninggal ketika masih kanak-kanak ketika saya mengerjakan
opera saya yang pertama Oberto pada umur 26 tahun.
Malam perdana yang dipanggungkan di La Scala Milan di
November 1839, Oberto cukup sukses dan teater impresario Bartolomuo Merelli
cukup berminat untuk menawarkan kontrak untuk dua opera lagi.”
“Anda menjalani kehidupan dengan lebih banyak saat-saat
tragedy dibandingkan dengan yang bisa dihadapi kebanyakan orang . Sebagai
seroang pemuda anda kehilangan kedua anak anda pada usia balita, dan isteri
anda meninggal tidak lama kemudian di tahun 1840 karena encaphilitis. Hal itu
terjadi ketika anda baru saja menerima permintaan untuk menulis sebuah opera
komik, Un giorno di regno (Raja dalam Sehari) dan anda meneruskannya ketika
hati anda terluka. Opera itu gagal dan kami tidaklah heran mengapa opera itu
gagal.
Dengan kehidupan pribadi anda berantakan dan karya
professional anda terhalang karena duka cita, anda terpuruk duduk dengan
kegusaran dan terdiam untuk setahun atau lebih, tidak bertemu dengan siapapun,
seakan mendeklarasikan bahwa hidup tak berguna untuk dijalani.”
Giuseppe:
“Saat itu saya sendirian! Sendirian yang tak tergantikan!.... Keluarga
saya telah musnah!... Dan untuk memmenuhi janji yang telah saya buat, pada saat
yang paling keruh dalam kehidupan saya, saya harus menulis Un giorno di regno yang kemudian tidak disukai penonton….
Tersiksa dengan kesengsaraan keluarga saya, yang diperberat dengan kegagalan
karya saya, saya yakin bahwa seni tidak akan membawa penghiburan, dan saya
memutuskan untuk berhenti menulis music!.....”
Aku berkata:
“Lalu di suatu hari di musim dingin yang suram di tahun 1841
setelah pertemuan kebetulan dengan Bartolomeo Merelli, impresario dari La
Scala, dia member ada sebuah manuskrip untuk Nabucco karya Temistocle Solera.”
Giuseppe:
“Saya bawa pulang manuskrip itu, dan melemparkannya ke atas
meja dengan agak kasar…. Ketika jatuh, buku itu terbuka dengan sendirinya;
tanpa saya sadari mata saya tersorot ke halaman yang terbuka dan sebuah kalimat
tertentu: 'Va pensiero, sull' ali dorate' yang berarti ‘Pergilah, kenangan,
dengan sayap keemasan’.
Saya membaca kalimat-kalimat berikutnya dan sangat
terhanyut, apalagi karena tulisan itu seperti sebuah kutipan dari Alkitab,
bacaan yang selalu menghibur saya. Saya membaca dengan antusias bagian demi
bagian tulisan itu. Lalu, dengan tekad untuk tidak akan menulis opera lagi,
saya memaksa diri untuk menutp manuskrip itu dan pergi tidur. Tapi tidak ada
gunanya – saya tidak bisa menghapus Nabucco dari kepala saya. Tidak bisa tidur,
saya bangun dan membaca manuskrip itu, bukan sekali, tapi dua atau tiga kali,
sehingga di pagi hari, saya hampir hafal manuskrip Solera itu. Namun saya tetap
menolak untuk menggubah musiknya dan mengembalikan manuskrip itu ke sang
impresario di keesokan harinya. Tapi Merelli tidak mau menerima sebuah
penolakan dan langsung memasukan tulisan
itu ke kantong saya kembali dan, bukan hanya mengusir saya dari kantornya, tapi
membanting pintu di hadapan saya dan mengunci dirinya di dalam.
Lalu lambat laun saya bekerja menulis musiknya, syair ini
hari ini, besoknya yang itu, di sini sebuah nada, di sana seluruh bagian, dan
sedikit demi sedikit opera itu tertuliskan, dan di musim gugur tahun 1841
tulisan itu selesai.”
Aku berkata:
“Kemudian tidak perlu dibilang apa yang terjadi kemudian,
malam perdana Nabucco pada tanggal 9 Maret sukses besar, dan karya ini menjadi
karya abadi anda yang pertama. Bagi anda opera ini menjadi titik balik dari
keputusasaan menuju “Viva Verdi, Viva Verdi…….”.
Seakan lirik dari 'Va pensiero, sull' ali dorate' yang
diilhami Mazmur 137:
‘atau biarkan Tuhan mengilhami konsert
Yang mungkin dapat menanggung kesengsaraan kita.’ “
TAMAT
Ini adalah wawancara
imajiner mengenang Giuseppe Verdi.
Terimakasih infonya, sukses terus,.
BalasHapusTerimakasih buat responsenya... sukses juga...
BalasHapus