Ketika saya memasuki ruang pertemuan utama dari Istana
Gyeongbokgung, saya menatap ke langit-langit dan saya takjub melihat ornamen
warna warni, merah, biru dan hijau, yang berbunga-bunga di bagian sudut-sudut
atap. Saya bisa melihat gambaran agung
dari naga-naga di langit-langit itu, menunjukan dua ekor naga kuning terbang di
langit. Di dalam tradisi Timur, warna kuning diasosiasikan dengan lokasi sentral,
jadi kuning adalah warna pusat kekekuasaan.
Sejak jaman dulu naga-naga adalah bagian dari mitologi
Timur, dan juga simbol utama bagi kekuasaan dan martabat raja. Naga yang
terbang ke angkasa melambangkan yang diharapkan agar seorang yang bijaksana
akan naik takhta. Hal ini berasal dari mitologi dimana seekor naga yang sudah
lama disembunyikan di laut bangkit dan terbang ke atas menuju langit. Jadi naga-naga terbang yang digambarkan di
langit-langit, dan juga yang di kanopi di atas takhta raja melambangkan posisi
sentral raja, dari mana ia memerintah dunia sekitarnya dengan kekuasaan dan
martabat.
Berjalan sekeliling situ, saya juga melihat banyak lagi
figur hewan-hewan di istana itu, hewan-hewan ini merupakan simbol keberuntungan
yang menandakan panjang umur, kedamaian dan kesejahteraan, dan kebahagiaan.
Termasuk diantaranya qilin, gajah, rusa, dan bangau terpatri di ruang pertemuan
dari Istana Gyeongbokgung. Ada pula hewan-hewan yang diaksudkan untuk mengusir
roh-roh jahat dan menghindarkan ketidakberuntungan. Diantaranya adalah cheollok
yang terlihat di jembatan Yeongjegyo di Istana itu, ketika roh-roh jahat atau
orang jahat menyeberangi jembatan itu, hewan-hewan mitologis ini menyerang dan
mengusir mereka.
Raja Taejo, raja pertama dan pendiri dinasti Joseon, di
tahun 1392 memutuskan untuk memindahkan pemerintahan ke Hanyang (Seoul
sekarang) di tahun ketiga pemerintahannya, dan memulai pembangunan Istana
Gyeongbokgung di tahun 1394. Lokasinya dikelilingi 4 gunung, gunung Bugaksan di
sebelah Utara, gunung Namsan di Selatan, gunung Naksan di Timur dan gunung
Imwangsan di Barat. Tata letak gunung-gunung ini dipercayai akan member
fengshui yang bagus bagi Gyeongbokgung.
Pembangunan dari istana mulai di bulan Desember 1394 dibawah
pengawasan Jeong Do-jeon, seorang menteri pemerintahan yang berpengaruh, dan
rekannya Sim Deokpu. Jeong Do-jeon yang juga adalah sarjana Confusius yang
terkemuka, merancang istana itu mencerminkan filosofi dari Confusianisme. Dia
ingin merefleksikan prinsip-prinsip dinasti Joseon berdasarkan idealisme
Confusius. Menurut Confusianisme seseorang
haruslah melatih jiwa dan badannya sebelum dia bisa mengajar orang lain dan
memerintah dunia.
Karenanya Jong Do-jeon menyarankan bahwa istana itu
janganlah menjadi simbol kedaulatan kekuasaan, tapi sebuah tempat dimana raja
mengolah jiwanya dan memerintah rakyatnya dengan bantuan pegawai pemerintah
yang baik. Dia ingin membangun istana yang bukannya megah atau menawan, tapi
rada sederhana dan anggun. Membangun istana yang mewah bukanlah salah satu
nilai dari Confusianisme.
Jong Do-jeon also gave name to the palace Gyeongbokgung, which
means the ‘Palace of Shining Blessings’. ‘Gyongbok’ is a word borrowed from one
of the Confucian scriptures which means ‘to enjoy good fortune and prosper’. The
word ‘gung’ means palace, so ‘Gyeongbokgung’ suggested good wishes to the new
dynasty.
Jong Do-jeon juga memberi nama istana itu Gyeongbokgung,
yang berarti ‘Istana dengan Rahmat bersinar’. ‘Gyongbok’ adalah kata yang
diambil dari salah satu kitab Confucius yang berarti ‘nikmati keberuntungan dan
makmur.’ Kata ‘gung’ berarti istana, jadi ‘Gyeongbokgung’ menyarankan harapan
baik bagi dinasti yang baru.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar