Photo: Wikimedia |
Lalu, saat saya berkunjung ke Lourdes di
bulan Agustus, saya dengar bahwa Emile juga sedang di sana di tengah ribuan
peziarah yang datang dari segala penjuru dunia. Saya sangat heran dia mau datang
ke sini, mempertimbangkan reputasinya sebagai pendiri pergerakan kesusasteraan
baru ‘Le Naturisme’, kembali kepada alam, sebuah bentuk realisme yang ekstrim
yang menerangkan segala sesuatu berdasarkan gejala alamiah dan menyangkal
segala suatu yang supranatural atau dicampurtangani ilahi.
Dengan tekad menemuinya, saya bertanya
kepada orang-orang di sana mengenai keberadaanya, tapi tidaklah mudah. Setiap
orang yang datang kesini memiliki minat tersendiri, dan tentunya mengincar
selebritis bukanlah minat utama mereka. Namun, dengan sedikit keberuntungan,
setelah pencarian panjang saya melihatnya ditengah sekelompok kecil peziarah
yang sedang bernyanyi dan menari, dekat Grotto di samping sungai Gave de Pau.
Dia sepertinya sedang bergembira di sana
dan ternyata orangnya ramah dan mudah didekati.
Setelah saling bertukar ‘Bonjour’, dan ‘bolehkah saya berbicara dengan
anda’ dengan sopan, dia setuju untuk
berbincang di sana di pinggir sungai Gave de Pau. Saya tidak menyangka-nyangka,
kepala saya meledak membayangkan pujian-pujian dan hadiah-hadiah yang akan saya
dapat dari penerbit ‘stenote’.
Lalu saya buru-buru membuka
perbincangan:
“Monsieur, Lourdes saat ini tampaknya
sudah sangat jauh berkembang dibandingkan dengan saat Bernadette Soubirous
hidup. Dulunya adalah perkampungan hijau dengan beberapa ratus penduduk, jauh
dari jalan besar, pada masa Bernadette. Sekarang, lihatlah, ada sebuah basilica
yang megah di pusatnya, dan gua Massabeille yang liar tempat penampakan Santa
Maria sekarang di rapikan dan dihiasi bunga-bunga, dan banyak hotel-hotel dan
restoran-restoran bagus yang mengelilingi tempat ini.”
Emile:
“Benar, di buku saya, saya menulis
tentang perbandingan keadaan Lourdes masa kini dengan rumah Bernadette di Rue
des Petits Floses yang dibiarkan sama seperti keadaan aslinya. Rumah itu tampak
sederhana dan menyedihkan di daerah yang suram, dengan bagian muka yang sedih
yang jendela-jendelanya tidak pernah terbuka. Di dalamnya seperti ruang gelap
yang rendah, dindingnya yang rapuh, plesterannya lembab dan bernoda, rontok
sedikit demi sedikit, penuh dengan retak-retak, dan menghitam seperti
langit-langitnya. Ya, inilah ruangannya, dari sinilah semua asal muasalnya, 3
tempat tidur untuk 7 orang anggota keluarga Soubirous mengisi tempat kecil ini.
Semuanya hidup di sini tampa udara, cahaya, dan hampir tanpa roti! Sungguh
kesengsaraan yang mengerikan! Betapa hinanya, kemiskinan yang perlu
dikasihani!”
Aku berkata:
“ Tak dapat dihindari bahwa orang-orang
mengkritik Lourdes masa kini dalam hal hubungannya dengan praktek-praktek
bisnis masa kini, komersialisasi. Sekitar 5 juta peziarah dari seluruh penjuru
dunia mengunjungi Lourdes setiap tahunnya, membuatnya kota kedua di Perancis
yang paling banyak dikunjungi, setelah Paris. Ada kekhawatiran bahwa dengan
menjadi tempat ziarah yang melayani pengunjung masal, aktivitas komersial yang
mengitari perziarahan akan meluruhkan kesucian tempat ini.”
Emile, mengutip bukunya:
“Tapi, memang, saya musti bilang bahwa
anggota komunitas religious seharusnya tidak memiliki hotel. Tidak, tidak, itu
tidaklah benar. Bukankah seharusnya mereka dari komunitas biarawati Blue
Sisters, mereka dari Sisters of the Immaculate Conception, membatasi diri
mereka ke fungsi mereka yang sebenarnya, pembuatan roti untuk sakramen, memperbaiki
dan mencuci kain-kain gereja?
Alih-alih begitu, mereka malah mengubah
biara mereka menjadi losmen yang besar, di mana wanita-wanita yang datang ke
Lourdes sendirian dapat menemukan kamar tersendiri dan bisa makan di kamarnya maupun
di ruang makan umum. Semuanya tentulah sangat bersih, diatur sangat rapih dan
tidak mahal, berkat ribuan keleluasaan yang didapatkan para biarawati;
kenyataannya tidak ada satupun hotel di Lourdes yang bisnisnya melebihi ini.”
Aku berkata:
“Karena formasi modernnya, bahkan ada
tudingan bahwa Lourdes sudah menjadi sebuah Disneyland bagi orang dewasa. Kalau
dipikir-pikir, boulevard-boulevard dan taman-tamannya mirip dengan yang di
Disney town, Rosary Basilica dapat
dibandingkan dengan Istana Cinderella, prosesi Ave Maria bisa dibandingkan
dengan karnaval “Happiness is here” di Disneyland, dan lilin-lilin yang dipakai
di prosesi malam bisa dibandingkan dengan kembang api di Disneyland.”
Emile:
“Disneyland di Hong Kong memiliki kereta
api khusus menuju tempatnya yang terpencil di pulau Lantau. Seluruh kereta
dihiasi dengan Mickey Mouse luar dalam, semua bermotif wajah Mickey. Tempat
duduknya diatur seperti ruang keluarga sehingga penumpang dapat merasa nyaman.
Jendela-jendelanya berbentuk Mickey, pegangan tangan untuk penumpang berbentuk
kupingnya Mickey, dan interiornya dihiasi patung-patung Mickey, Donald dan
Goofy. Sehingga anda sudah merasa suasana Disney walaupun belum sampai ke theme
park nya.
Di satu sisi, Gereja juga menggunakan
kereta api secara inovatif untuk meningkatkan jumlah peziarah ke Lourdes.
Mereka mengkoordinasikan kereta api khusus bagi peziarah, merancang
gerbong-gerbong untuk mengangkut peziarah yang sakit dan yang cacat, dan
mendapatkan diskon 20 hingga 30 persen bagi tiket kelas ekonomi.
Seperti yang saya tulis di buku saya,
kereta-api kereta-api ke Lourdes adalah rumahsakit rumah sakit beroda bagi penderita
penyakit tahap akhir, yang berisi penderitaan manusia yang bergegas akan
harapan penyembuhan, dengan gencar mencari penghiburan di antara
serangan-serangan penyakit yang keparahannya
meningkat terus, selalu dibayangi oleh ancaman kematian - kematian yang bergegas, melaju di bawah
kondisi yang mengerikan, seakan berada di tengah-tengah gerombolan penyamun.”
Aku berkata:
“Anda bergabung dengan sebuah kereta api
ke Lourdes kala itu untuk melihat sendiri kondisi kereta api dan berdasarkan
pengalaman ini anda menulis di buku anda penderitaan, gairah dan harapan para
peziarah. Kesakitan, kekhawatiran dan kematian tersebut adalah pengalaman nyata
anda di kereta api itu.”
Emile:
“Ya, misalnya Elise Rouquet adalah gadis
18 tahun yang nyata, ia menderita penyakit lupus yang memangsa hidung and
mulutnya. Lukanya telah menyebar, dan
menyebar dalam setiap jam – dengan singkat semua gejala mengerikan penyakit ini
sudah berkembang sepenuhnya. Dia menutupi seluruh wajahnya dengan syal untuk
menyembunyikan penyakit itu. Dia hanya bisa makan potongan-potongan kecil roti,
yang dihirup berhati-hati kedalam mulutnya yang sudah hilang bentuknya. Ketika
dia membuka syalnya untuk makan, orang-orang bisa melihat wajahnya dengan
lubang-lubang menganga yang sepertinya merupakan wajah kematian. Semua orang di
gerbong itu menjadi pucat ketika menyaksikan penampakan yang mengerikan itu.
Dan pikiran yang sama bangkit di dalam hati orang-orang yang penuh harapan itu.
Oh Perawan Penuh Rahmat, Perawan Berkuasa, betapa akan menjadi mujizat benar
jika penyakit ini disembuhkan!”
Aku berkata:
“Lalu, seperti yang anda tulis di buku
anda, Elise Rouquet merasa tidak perlu pergi ke piscinas (tempat pemandian atau
pembasuhan peziarah) untuk memandikan luka mengerikan yang memakan wajahnya, membasuh
mukanya dengan air disitu sebagai lotion, setiap 2 jam sejak kedatangannnya
pagi itu. Dokter Bonamy, yang menganjurkannya untuk meneruskan pemakaian air
itu sebagai lotion dan menyuruhnya kembali setiap hari untuk diperiksa, setelah
beberapa saat melihat ada tanda-tanda pemulihan – yang tak tersangkalkan. Jelas
nampak bahwa penyakit lupus yang memakan wajahnya, menunjukan tanda-tanda
pemulihan.
Elise Rouquet, sekarang lukanya sudah
mulai sembuh, lalu membeli cermin kantung, yang bundar besar, di mana ia tidak
usah gusar mengamati wajahnya, karena ia menganggap wajahnya cukup cantik dan
mengamati dari menit ke menit kemajuan pemulihannya, saat wajahnya sekarang
sudah manusiawi kembali, dan lalu dengan genitnya memoncongkan bibirnya dan
mencoba berbagai senyuman.
Tapi, Monsieur, walaupun anda mengamati
dan menulis tentang kesembuhan penyakit lupus ini, anda menyangkal bahwa ini
adalah mujizat. Anda bahkan menampik untuk mengamati wajah Elise yang sedang
dalam pemulihan dari dekat seperti yang dianjurkan dokter Bonamy, dan bahkan menjawab
:’Bagi saya wajahnya masih jelek.’ Bagaimana and bisa menampik hal ini?”
Emile:
“Seperti yang saya tulis di Pendahuluan
buku saya, saya mengakui bahwa saya menjumpai beberapa kasus penyembuhan yang
nyata. Banyak kasus gangguan syaraf yang disembuhkan tanpa keraguan, dan ada
kasus kesembuhan lain yang mungkin disebabkan oleh kesalahan diagnosis dari
dokter-dokter yang memeriksa pasien-pasien tersebut. Kesembuhan yang begini
didasarkan atas keteledoran profesi medis.
Seperti yang dikatakan doker Chassaigne
para ahli medis menduga banyak penyakit-penyakit ini disebabkan olef syaraf.
Ya, mereka menemukan bahwa banyak keluhan seperti ini sering disebabkan
buruknya nutrisi pada kulit. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini belumlah
dipelajari dan dimengerti dengan baik!
Beberapa ahli medis mulai membuktikan bahwa iman yang diteguhkan bahkan
dapat menyembuhkan penyakit, di antaranya beberapa jenis lupus. Bagaimanapun
sains adalah sia-sia, sains adalah lautan ketidaktentuan.”
Aku berkata:
“Anda datang ke Lourdes untuk
mempelajari fenomena mujizat dari sudut pandang skeptis, namun tak teduga-duga
anda mengamati 3 mujizat dalam satu kunjungan anda, sementara bagi banyak orang
mereka tak mendengar satu mujizatpun, atau penampakan seakan mujizat, di banyak
kunjungan-kunjungan ke sini.
Anda menulis tentang mujizat-mujizat itu
dengan terperinci, selain Elise Rouquet ada gadis cilik petani Sophie Couteau
yang kembali berkunjung ke Lourdes setelah ia disembuhkan setahun sebelumnya.
Dia menderita selama 3 tahun luka menganga yang mengerikan di kakinya, kakinya
bengkak dan sudah tak berbentuk. Kakinya selalu diperban karena selalu ada
cairan kotor yang keluar dari luka itu. Doker yang membuka kakinya untuk
melihat ke dalam, mengatakan bahwa ia harus mengeluarkan sebagian tulang; dan
hal ini, cukup pasti akan menjadikan Sophie lumpuh seumur hidup.
Namun dia sembuh dalam sekejap setelah
membasuh kakinya di piscina; dimana semua perbannya jatuh terlepas, dan seluruh
kakinya sembuh seperti kondisi sehat semula.”
Emile:
“Saya menyelidiki hal ini secara
mendalam. Saya dibilangi ada 3 atau 4 wanita di Lourdes yang dapat menjamin
fakta-fakta seperti yang dibilang oleh Clementine Trove, nama asli Sophie. Saya
mencari wanita-wanita itu. Namun tak seorangpun bisa menjamin apapun, tak
seorangpun menyaksikannya, dan saya tak mendapatkan sesuatupun pembenaran akan
cerita gadis cilik ini. Tapi gadis ini tidak kelihatan seperti pembohong, dan
saya yakin dia sungguh percaya penyembuhannya adalah mujizat. Fakta-fakta lah
yang berdusta.”
Aku berkata:
“Ada kasus lain lagi yang anda alami, penyembuhan
Marie Lebranchu, anda namai La Grivotte di buku anda. Wanita 36 tahun ini
menderita tuberculosis paru-paru yang mematikan selama 2 tahun, dan sudah
sampai stadium akhir penyakitnya.”
Emile, mengutip bukunya:
“La Grivotte menangis deras ketika
orang-orang tidak mau memandikannya di piscina. Mereka bilang penyakitnya
mematikan, dan mereka tak dapat merendam seseorang dengan penyakit mematikan seperti
ini ke dalam air yang dingin itu. Lalu ia sampai lelah berkata kepada mereka
selama setengah jam bahwa mereka hanya menggusarkan Perawan Penuh Rahmat,
karena ia yakin ia akan disembuhkan. Dia mulai menyebabkan skandal hingga salah
seorang pastor datang dan mencoba menenangkannya. Lalu setelah mendapat ijin
khusus dari pastor Forcade, dia mengharuskan dirinya untuk memohon dan
meminta-minta dengan terisak-isak agar mereka merendamkannya.
Dan lalu terjadilah apa yang La Grivotte
katakan akan terjadi. Belum lagi direndam selama 3 menit di air sedingin es itu
– semua orang khawatir oleh detak penyakit mematikannya – ketika dia
mendapatkan kekuatan kembali ke badannya seperti cambuk mencambuki seluruh badannya. Lalu kegembiraan yang berkobar-kobar merasukinya;
berseri-seri, berjingkrak-jingkrak, dia tak bisa berdiam. Di malam sebelumnya
dia terlihat terbaring di kursi roda, punah, batuk dan meludahkan darah, dengan
wajah pucat pasi.”
Aku berkata:
“ Pada akhir buku itu, anda menulis
bahwa La Grivotte kembali jatuh sakit dengan penyakitnya yang mematikan itu dan
dalam keadaan sekarat di kereta api perjalanan balik ke rumah, yang menyarankan
bahwa kesembuhannya tidaklah permanen dan bukanlah supranatural, tapi cuma
kasus sugesti automatis di tengah suasana religious yang histeris.
Namun anda terus berhubungan dengan
wanita itu lama sesudah kesembuhannya, dan pasti mengetahui bahwa penyakitnya
tidak pernah kambuh lagi. Marie Lebranchu, nama asli La Grivotte, hidup sehat
sampai tahun 1920.
Dokter Boissarie, atau doker Bonamy di
buku anda, Presiden dari Medical Bereau, mempertanyakan kejujuran anda akan
cerita anda, merujuk kepada perkataan anda bahwa anda datang ke Lourdes untuk
melalukan penyelidikan yang imparsial.”
Emile:
“Saya menjawab dokter Boissarie bahwa
sebagai seniman saya bisa berbuat apa saja dengan tulisan saya. Saya menulis
untuk mengungkapkan pandangan saya tentang agama penderitaan manusia, penebusan
rasa sakit, kemanusian yang menangis putus asa dengan penderitaan, seolah
seperti orang lumpuh yang putus asa, kelumpuhan yang tak tersembuhkan, dan yang
mana hanya mujizat dapat menyelamatkannya.”
Aku berkata:
“Hampir 7,000 kesembuhan
didokumentasikan di perairan Lourdes. Gereja menyelidiki dengan seksama semua
kasus ini dan mengakui hanya 67 di antaranya. Ke-67 kasus ini juga disetujyui
sebagai mujizat oleh International Medical Committee of Lourdes (CMIL).
Ketiga mujizat yang anda amati, dari
Clementine Trove (Sophie Couteau di buku anda), Marie Lemarchand (Elise
Rouquet) dan Marie Lebranchu (La Griovote),
semua termasuk dalam 67 mujizat yang disetuhui oleh Gereja dan CMIL.”
Emile:
“Mujizat-mujizat Lourdes tidak dapat
dibuktikan ataupun disanggah. Tidak satupun mujizat yang saya amati saya bisa
menemukan bukti nyata yang menunjang atau menyanggah bahwa penyembuhan itu
adalah mujizat. Bahkan jika saja saya menyaksikan semua orang sakit disembuhkan
di Lourdes, saya tetap tidak akan percaya akan mujizat.”
Aku berkata:
“Monsiuer, terlepas dari kepercayaan
anda, novel anda telah merangkum dengan baik rasa kasih sayang manusia,
tragedinya, harapannya dan drama pejiarah penderita sakit, yang disembuhkan dan
yang tak disembuhkan. Pemaparan tentang kenekatan dan rasa putus asa penderita
penyakit, yang diabaikan oleh sains dan manusia, mengarahkan diri ke pada Kuasa
yang lebih tinggi mengharapkan bantuan. Di sini fenomena Lourdes ditulis dan
diamati dengan sangat baik, buku ini menggambarkan Lourdes dari segala aspek. Ada
sekitar seratus karakter yang anda tulis, penderita sakit, pejiarah, pastor,
suster, perawat, semua mereka terasa hidup dalam tulisan anda.
Lalu, bolehkah saya bertanya untuk
terakhir kali, apakah benar Sophie bercerita: ‘Saya tidak membawa cukup perban
untuk kaki saya, jadi sang Perawan Penuh Rahmat sangat berbaik hati
menyembuhkan saya di hari pertama, karena saya akan kehabisan pembalut di
keesokan harinya.”
Emile hanya tersenyum…..
TAMAT
Ini adalah wawancara imajiner mengenang
Emile Zola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar