Photo: Wikimedia |
Mudah dimengerti bagaimana di dalam
kamar yang gelap ini, “seseorang merasa seperti orang asing, mendengar suara
sebuah kota yang tiba-tiba menjadi asing. Saya bukan dari sini – juga bukan
dari tempat lain yang manapun. Dan dunia menjadi hanyalah sebuah tempat tak
dikenal di mana hatiku tidak bisa bersandar kemanapun”, begitu ditulisnya di
buku catatannya.
Pagi itu dia kelihatan rileks dan
menyapa aku dengan salaman yang hangat. Televisinya menyiarkan dengan lantang
perayaan Worl Cup Perancis di Champ Elysees. Kerumunan orang seperti bergembira
mabuk di nirwana dengan bendera Perancis yang melambai di mana-mana. Nampaknya
dia sedang menonton perayaan ini di televisi sebelum aku mengetok pintunya.
Mengetahui bahwa dia adalah penggemar
sepakbola yang kental, aku lalu berkata kepadanya:
“Selamat atas kemenangan Perancis di
World Cup untuk kedua kalinya, anda pasti sangat bergembira.”
Matanya yang besar bersinar dan dia
tersenyum lebar:
“Saya memang sangat bangga kepada
mereka. Saya bisa melihat perencanaan yang teliti, kerja keras, disiplin yang
ketat dan kecermelangan penembak muda Kylian Mbappé, penyerang tengah Paul
Pogba yang gesit dan pertahanan yang tanpa menyerah dari N’Golo Kanté, Raphaël
Varane dan Samuel Umtiti. Kerja sama tim yang bagus, sepak bola memang mengenai
hal itu. Dan juga seperti yang disebut
Deschamps pelatih mereka: “Kami tidaklah bermain dengan luarbiasa tapi
menunjukkan kualitas mental, dan mencetak empat gol bagaimanapun juga.” Pertandingan
yang bagus.”
Aku berkata:
“Saya mendegar akan begitu
bersemangatnya akan sepakbola, suatu saat anda pernah ditanya pilih sepakbola
atau teater, jawaban anda adalah pastilah sepakbola tanpa ragu-ragu.”
Albert:
“Ya memang waktu saya masih muda saya
bermain sebagai penjaga gawang untuk Racing University of Algiers, kami memenangkan
African Champion Cup di saat itu. Saya belajar dari sepakbola tentang rasa
kerjasama tim, kebersaudaraan dan kepentingan bersama, ini adalah cara belajar yang bagus. Setelah beberapa
lama setelah banyak yang saya lihat, pengetahuan saya secara pasti tentang
moralitas dan tugas hidup manusia saya dapatkan dari olahraga ini.”
Aku berkata:
“ Percakapan yang bagus, Albert, saya
bisa merasakan semangat yang tinggi dan keterlibatan anda akan sepakbola,
penghargaan anda yang mendalam akan sepakbola, yang sangat kontras dengan rasa
kekosongan, keterasingan, ketakperdulian di dalam hampir semua novel yang anda
tulis. Sebagai contohnya bertolak belakang dengan rasa kegembiraan kemenangan
anda atas World Cup, coba dengar apa yang anda tulis di pembukaan The Stranger
yang menjadi salah satu pembukaan yang paling terkenal di dunia sastra : “Ibu
meninggal hari ini, atau mungkin kemarin, aku tidak tahu.”
Albert:
“ Saya banyak meluangkan waktu di saat
musim panas di pantai populer Les Sablettes di Algeria. Saya hidup melarat di
masa kecil namun juga dengan semacam kesenangan lahiriah, dengan berenang,
sinar matahari, pasir dan sepakbola. Saya lelaki Mediterranean, dengan badan
sehat yang menyembah keindahan dan badan seperti orang Yunani kuno. Saya berada
di antara kesengsaraan dan sinar matahari. Kesengsaraan menghentikan saya akan
kepercayaan akan bahwa semua baik adanya di bawah matahari, dan akan sejarah;
matahari mengajari saya bahwa sejarah bukanlah segalanya. Kebersemangatan masa belasan tahun hidup saya
terputus, ketika pada umur 17 tahun, dokter-dokter mendiagnosa TBC. Selalu
bernapas pendek, saya terpaksa meninggalkan karir sepakbola yang cerah, dan
akan terus menderita akan kambuhnya penyakit ini seumur hidup saya.
Pada umur 27 tahun saya meninggalkan
Algeria setelah kehilangan pekerjaan ketika koran Alger républicain berhenti
beroperasi. Saya mendapatkan pekerjaan di koran Paris-Soir yang membayar tiga
ribu francs per bulan untuk bekerja lima jam per hari kerja, dalam pengaturan
kerja yang terasa asing. Pekerjaan saya di koran ini tidaklah menarik, saya
ditugasi untuk menata halaman empat, mengatur kolom-kolom dan jenis huruf yang
berantakan. Setelah bekerja di pagi hari maupun malam hari, saya akan kembali
ke kamar hotel saya yang gelap di Montmartre. Suatu ketika, dari atas
Montmartre saya melihat Paris seperti kabut raksasa di bawah curah hujan,
sebuah kota yang terasa penuh sesak namun juga kosong, dimana di mana hati saya
tidak bisa bersandar kemanapun. Saya selalu melihat Paris dengan pandangan mata
orang asing.”
Aku berkata:
“Bagaimanapun di dalam kamar hotel di Montmartre yang gelap
itu anda menulis novel anda yang terkenal The Stranger, novel dengan pembukaan
yang terkenal itu, tentang Meursault yang mengalami perasaan terpisah dari kenyataan
yang membuatnya serasa orang asing di kota kelahirannya di Algeria. Cerita itu
memiliki rasa absurdisme yang amat kental, perasaan terputus segenapnya dari
orang-orang lain, tidak berdampak, terkucil dan hilangnya makna hidup. Apakah
makna absurdisme bagi anda?”
Albert:
“Pada hari prosesi pemakaman ibunya di
Marengo, perasaan yang paling intens yang dialaminya adalah teriknya matahari,
silaunya langit yang tak tertahankan, yang membuatnya merasa pembuluh darah nya
berdebar di keningnya. Pemakaman ibunya
sendiri tidak memberi suatu makna apapun baginya, dia tidak menangis, dia tidak
peduli untuk melihat tubuh ibunya di dalam peti untuk terakhir kalinya.
Perjalanan kembalinya ke Algeria
setelah pemakaman terasa bagaikan melegakan baginya. Setelah sampai dia
memutuskan untuk pergi berenang dan bertemu Marie Cardona di kolam renang, lalu
mereka berenang bersama, di sore hari mereka menonton filem komedi dari
Fernadel dan bercinta di tempat tidur di malam harinya.
Bagaimanapun, di keesokan sorenya dari balkoninya ia
berkata: “Sebuah hari Minggu lagi yang berlalu, ibu dikuburkan, besork kembali
bekerja, dan, benar-benar, tidak ada satu hal pun yang berubah.”
Aku berkata:
“Pandangan “Mediterranean” ini yang
menjangkar pandangan anda kepada tempat di mana anda dibesarkan dan untuk
membangkitkan rasa harmonis dan penghargaan akan kehidupan lahiriah.
Badan yang kecokelatan karena matahari
menikmati pantai-pantai dan sinar matahri Algeria, berenang, bermain sepakbola,
minum-minum dan gadis-gadis. Berlawanan dengan kehidupan Algeria yang penuh
sinar matahari, Meursault berkata tentang Paris: “sebuah kota yang rada kotor,
menurut saya. Banyak burung-burung dara dan halaman rumah yang gelap. Dan
manusianya memiliki muka yang tercuci bersih, wajah yang putih.”
Namun matahari yang panas terik yang
sama seperti pada hari pemakaman ibunya, yang memberinya rasa sakit di
keningnya, dan yang membuat semua pembuluh darahnya berdebar di bawah kulitnya,
cahaya matahari yang bersilau yang sama dan panas teriknya matahari yang sama
yang menyebabkannya menembak mati seorang Arab, tidak ada alasan lain selain
silaunya cahaya matahari yang meletihkan dan panas teriknya matahari.
Cerita ini menyarankan bahwa meskipun
Meursault menikmati kehidupan di bawah sinar matahari Mediterranean, di sisi
lain cahaya matahari yang membutakan menyebakannya tidak dapat memberi makna
akan pemakaman ibunya, dan panas terik matahari yang sama, bukan sebab lain,
yang membuatnya menembak mati seorang Arab.
Inikah alasan mengapa anda memberi
judul novel ini The Stranger, hidup secara intens kehidupan Mediterranean,
menikmati matahari, badan kecokelatan telanjang di pantai-pantai, gadis-gadis
menari dengan berkeringat, namun terputus, tak peduli dan terkucilkan dari
kehidupannya?”
Albert, mengutip novelnya The Fall:
“Saya ada di sini tanpa berada di
sini: Saya absen pada saat ketika saya mengambil hampir seluruh ruang. Saya
tidak pernah benar-benar tulus dan antusias kecuali ketika saya dulu menikmati
olah raga, dan di dalam ketentaraan, ketika saya dulu bermain sandiwara untuk
menghibur diri kami sendiri. Dalam kedua hal itu ada aturan main, yang tidak
serius namun yang kami nikmati seakan-akan serius. Sampai sekarangpun, pada
pertandingan hari Minggu di stadion yang penuh sesak, dan di dalam teater, yang
saya cintai dengan penuh gairah, di situlah di kedua tempat itu saja di dunia,
saya merasa murni.
Namun siapa yang bisa menganggap
tingkah laku demikian adalah sah di hadapan cinta, kematian dan penghasilan
orang miskin? Namun apa yang bisa kita perbuat? Saya bisa membayangkan cinta
Isolde hanya di dalam novel atau di atas panggung. Kadang kala orang di tempat
tidur kematiannya seakan meyakinkan saya akan peranan mereka. Kalimat –kalimat
yang diucapkan oleh klien-klien saya yang malang selalu memberi kesan akan pola
yang sama. Sehingga, hidup di antara manusia tanpa memperhatikan kepentingan
mereka, saya tidak dapat mempercayai komitmen-komitmen yang saya buat. Saya
cukup sopan dan malas untuk hidup sesuai dengan apa yang diharapkan dari
profesi saya, keluarga saya atau kehidupan bermasyarakat saya, namun setiap
saat dengan sejenis rasa acuh yang menodai segalanya.”
Aku berkata:
“ Dalam pentutupan The Stranger,
Mersault yang menghadapi hukuman mati dengan guillotine mengakui bahwa
eksistensi tidak bermakna, namun ia sekarang bersuka cita menikmati rasa
sebagai orang hidup.”
Albert, mengutip Meursault:
“ Dan saya, juga, merasa siap untuk
mengulangi kehidupan dari awal. Hal itu seakan-akan rasa marah yang meluap-luap
telah mencuci bersih diri saya, mengosongkan saya akan harapan, dan, menerawang
ke langit yang gelap yang disinari dengan tanda-tanda dan bintang-bintang,
untuk pertama kalinya, pertama kali, saya membuka hati saya akan
ketidaperdulian yang jinak dari alam semesta.
Untuk merasakan sebagai diri saya sendiri, memang, sangat bersahabat,
membuat saya sadar bahwa saya berbahagia, dan saya masih bahagia. Untuk meraih
segalanya, bagi saya agar tidak terlalu merasa kesepian, hal yang masih bisa
diharapkan adalah bahwa pada hari pemacungan saya akan ada banyak penonton yang
menyambut saya dengan lolongan: pancung dia.”
TAMAT
Ini
adalah wawancara imajiner mengenang Alber Camus.
Wah,hebat dan witty sekali wawancara ini.Saya ingin baca lebih banyak wawancara imaginative seperti ini :)
BalasHapusTerima kasih ya...
BalasHapuspembacaan dan pemahaman mendalam bisa menghasilkan imajinasi seperti ini. lanjutkan! dengan tokoh-tokoh lain beserta anak pemikirannya!
BalasHapusTerimakasih ya Sarah....
BalasHapus